Menyambut
Sinode Agung HKBP 2014 Oleh Pdt Dr Bonar Napitupulu (Ephorus HKBP 2004-2012) *)
Sudah
menjadi keputusan Sinode Agung HKBP 2012, agar HKBP mengadakan Sinode Agung
khusus, yang disebut Sinode Agung Amandemen. Keputusan itu harus dilaksanakan
karena merupakan keputusan Sinode Agung, lain hal kalau memang tidak ada usul
amandemen. Bila tidak ada usul amandemen maka Sinode Agung itu tidak perlu
diselenggarakan. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam pelaksanaan
Sinode Agung Amandemen itu. 1. Karena Sinode Agung Amandemen itu adalah
keputusan Sinode Agung 2012, maka keputusan Sinode Agung itu harus dipahami
secara utuh, terutama yang mengatakan: “Keputusan Sinode Agung Amandemen itu
berlaku mulai periode 2016”. Sehingga apapun hasil amandemen, tidak berlaku
kepada periode yang sedang berlangsung sekarang, tetapi mulai pada periode 2016
dan seterusnya. 2. Pelaksanaan Sinode Agung Amandemen itu, harus berdasarkan AP
2002, dan JUKLAK-nya, yang merupakan AP yang berlaku sekarang ini. Dengan
berpedoman kepada AP itu, sebenarnya tidak perlu dibentuk KOMISI AP, karena
bukan mau membentuk AP yang baru. Kalaupun ada yang dibentuk, mereka hanya
merupakan Tim Amandemen. 3. Usul untuk Amandemen HANYA yang berasal dari HURIA.
Kalau kita urut menurut Juklak, maka prosesnya adalah: HURIA Rapat Ressort
(melalui Pendeta Ressort ke Praeses) MPSD Ephorus MPS Ephorus Sinode Agung.
MPSD bertugas untuk melihat, dari huria mana saja usul itu, dan apakah
benar-benar dalam bentuk amandemen. Kalau hanya diusulkan satu huria saja dan
tidak begitu penting, apalagi bukan lagi dalam bentuk amandemen MPSD berhak
untuk tidak meneruskannya. MPS bertugas untuk mereformulasi usul amandemen itu
seperlunya, agar lebih mudah dimengerti peserta Sinode Agung, atau kalau
amandemen itu bukan berasal dari huria, dan bukan lagi dalam bentuk amandemen,
MPS berhak untuk menganulirnya. Oleh sebab itu usul amandemen TIDAK BOLEH dari
kelompok manapun, baik dari Rapat Pendeta, Rapat Praeses, apalagi dari Tim Amandemen.
Tim Amandemen bertugas HANYA mengumpulkan usul-usul itu dan menyusunnya. Kalau
kita baca konsep usul amandemen yang disusun Tim Amandemen yang sudah
disampaikan ke Rapat Pendeta tidak dapat diketahui dari mana sumber usul itu.
Seyogianya dalam setiap point usul amandemen harus disebutkan (biasanya ditulis
dalam tanda kurung di belakang usul itu) dari HURIA mana usul itu. Kalau Tim
Amandemen tidak memberitahukan dari HURIA mana usul itu atau usul itu bukan
dari HURIA, apalagi hanya berasal dari Tim Amandemen, harus ditolak MPS,
terutama oleh Sinode Agung. Tim Amandemen TIDAK BERTUGAS dan TIDAK BERHAK
mengusulkan sendiri amandemen. Tim juga tidak berhak mengirimkan surat kepada
huria-huria, karena wewenang itu hanya ada pada Ephorus HKBP. Itu sebabnya,
sekali lagi tidak perlu ada Komisi AP atau Komisi Amandemen, seharusnya hanya
dalam bentuk TIM dan tidak perlu terlalu banyak. 4. Amandemen itu bukan untuk
merobah struktur, tetapi membuat amandemen untuk memperlancar operasionalnya
struktur itu dengan baik. Kalau ada di dalam point-point AP itu yang tidak lagi
relevan, dan tidak lagi aktual karena perkembangan zaman dan untuk kebutuhan
gereja itu sendiri baru perlu diadakan amandemen. Kalau sudah menyangkut
struktur, umpamanya diusulkan agar ada wakil ephorus, atau mengganti MPS
menjadi Parhalado Pusat, lebih baik Sinode Agung membentuk AP yang baru, karena
hal itu adalah hak Sinode Agung. Contoh yang tidak menyangkut struktur adalah
usul untuk mengamandemen peraturan yang mengatakan bahwa untuk praeses yang
diajukan Sinode Distrik adalah sebagai BALON, yang akan ditetapkan oleh ephorus
terpilih menjadi CALON, agar ditetapkan bahwa yang diajukan Sinode Distrik
adalah calon yang langsung dipilih oleh Sinode Agung, walaupun saya sendiri
tidak setuju dengan usul itu. Perlu ephorus terpilih yang menetapkan calon
praeses agar ada kaitan emosional. Bahkan banyak gereja yang menetapkan bahwa
praeses langsung ditetapkan oleh Pimpinan, bukan dipilih oleh Sinode Agung. 5.
Dalam mengambil keputusan mengenai usul Amandemen, harus diingat bahwa Sinode
Agung itu harus dihadiri sedikitnya 2/3 anggota Sinode Agung, dan usul
amandemen itu harus diterima dan disetujui sedikitnya 2/3 dari anggota yang
hadir itu. Tidak berlaku rumus 1/2n + 1. Hal ini dialami oleh saudara kita ICA
di Australia. Sebenarnya sudah lebih banyak mereka yang setuju agar perempuan
bisa ditahbiskan menjadi pendeta, tetapi karena konstitusi mereka mengatakan
harus ada 2/3 yang setuju, suara yang setuju belum pernah mencapai jumlah itu.
Pada Sinode Agung 2008, diputuskan agar diadakan Sinode Agung Amandemen pada
tahun 2010. Menurut pengamatan saya, ada “kelompok tertentu” yang menginginkan
untuk mengamandemen AP itu. Saya sendiri sesungguhnya tidak tahu apa tujuan
mereka, dan saya tidak setuju dilakukan amandemen pada waktu itu, karena AP itu
belum matang dimengerti dan dijalankan huria-huria termasuk oleh para pelayan.
Tetapi melihat desakan, yang mungkin juga belum mencapai 2/3 suara, tetapi
sangat vokal, majelis Ketua, yang pada waktu itu dipimpin Pdt Dr Darwin
Lumbantobing, menerima usul itu, dan memurutskan agar HKBP mengadakan Sinode
Agung Amandemen pada tahun 2010. Saya, sebagai Ephorus mengirimkan surat kepada
semua huria di HKBP, agar huria-huria secara resmi membicarakan apakah ada usul
amandemen dari mereka. Dalam proses rapat di huria, ada usul agar dirobah
periode di HKBP menjadi 6 tahun. Setelah usul itu ada dibicarakan di huria,
“kelompok tertentu” itu berusaha agar usul itu jangan sampai diterima di Sinode
Agung, dengan mengissukan bahwa Sinode Agung Amandemen 2010 itu adalah agenda
saya, karena saya ingin memperpanjang periode saya. Bahkan ada pendeta yang
mengatakan dalam khotbahnya: “Sinode Agung Amandemen itu adalah usaha
‘penguasa’ HKBP untuk melanggengkan kuasanya, harus kita lawan”. Saya juga
bingung dan tidak bisa mengerti, ada pendeta yang mau berbohong dalam khotbah,
yang tidak takut akan Tuhan, karena apa yang dia ungkapkan itu, sama sekali
tidak benar. Saya bingung kalau ada pendeta yang mau mempermainkan firman Tuhan
dalam khotbah hanya untuk memberi kepuasan berbohong kepada dirinya. Padahal
Sinode Agung Amandemen itu bukan usul dan rencana saya, dan secara pribadi saya
tidak pernah setuju dengan Sinode Agung Amandemen, saat ini, apalagi ketika
itu, tetapi saya harus tunduk kepada keputusan Sinode Agung. Dalam setiap
kesempatan, baik kepada perorangan maupun kepada kelompok yang datang menjumpai
saya, selalu saya katakan bahwa usul merubah lama periode itu tidak baik, dan
saya sendiri tidak setuju. Bahkan di Sinode Agung Amandemen, saya nyatakan
dengan tulus: “Sungguh anugerah Tuhan yang sangat besar, karena Tuhan memilih
saya menjadi Ephorus HKBP hingga 2 periode. Dan kalau Tuhan menyertai saya
hingga selesai periode saya, saya sangat bersukacita” (dalam bahasa Batak saya
katakan: Marolopolop tondingku molo didongani Debata ahu sahat tu 2 periode
songon Ephorus HKBP)”.Saya selalu katakan kepada siapapun, bahwa periode yang 4
tahun itu sudah sangat baik. Karena kalau Pimpinan yang terpilih itu kurang
pas, terlalu lama ditunggu 6 tahun; dan kalau memang pas, bisa dipilih untuk
periode 4 tahun yang kedua, kalau memang dia masih memenuhi persyaratan yang
ada dalam AP HKBP. Saya selalu katakan: “kalau dikatakan periode pertama kami
menjadi Pimpinan HKBP terlalu singkat”, itu benar. Karena setelah kami
dilantik, belum selesai ‘mangojakhon’ semua praeses beruntun terjadi tsunami
dan gempa di negeri tercinta ini. Lagipula sistem di Kntor Pusat belum tertata,
ditambah lagi periode itu merupakan awal berlakunya AP 2002, yang sebenarnya
harus dipersiapkan sebelumnya semua yang perlu untuk pemberlakuannya, dan hal
itu tidak dilakukan sebelumnya. UHN sudah mau bangkrut, Rumah Sakit HKBP Balige
mempunyai utang hingga milyaran rupiah, dan sekolah-sekolah yang dikelola HKBP
semua terpuruk. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, dan berterimakasih kepada
teman-teman yang mau bekerjasama dengan kami, tanpa pamrih, hanya karena
kecintaan kepada Tuhan dan kepada HKBP. Saya mengucapkan terimakasih kepada
bapak Jenderal (pur) Luhut Binsar Panjaitan dan teman-teman yang mau membenahi
Yayasan Universitas HKBP Nommensen, sehingga UHN bisa menjadi Universitas
terkemuka di Sumatera Utara. Harus saya katakan, tanpa ada maksud untuk
mengkultuskan siapapun, kalau bukan oleh bapak Jenderal (pur) Luhut Binsar
Panjaitan, Fakultas Kedokteran UHN tidak akan bisa berdiri. Saya berterimakasih
kepada bapak Martua Sitorus yang mau bekerjasama dengan bapak Jenderal (pur)
Luhut Binsar Panjaitan sehingga beliau berdua menghibahkan Rp 26 M untuk
membangun sarana untuk Fakultas Kedokteran itu. Saya mengucapkan terimakasih
kepada bapak dr TM Panjaitan (yang paling banyak bekerja), dibantu dr Bethin
Marpaung SpPd.KGEH (alm) Prof dr Gani Tambunan yang tanpa lelah mau membantu
saya membenahi Rumah Sakit HKBP Balige, yang kemudian dimatangkan oleh Drs
Richad Panjaitan SKM, yang tanpa pamrih membenahi Rumah Sakit itu, terutama
setelah dibentuk Yayasan Kesehatan HKBP dan beliau kami angkat menjadi Ketua
Pengurus. Mereka semua tidak pernah memperoleh sepeserpun, walaupun mereka
mengeluarkan banyak biaya untuk tugas itu. Saya juga mengucapkan terimakasih
kepada ibu, Devi Panjaitan br Simatupang (isteri bapak Jenderal (pur) Luhut
Binsar Panjaitan) yang mau menjabat Ketua BPP (Badan Penyelenggara Pendidikan)
HKBP yang dengan sekuat tenaga dengan menggunakan Yayasan DEL membenahi
sekolah-sekolah HKBP, terutama yang dikelola Kantor Pusat HKBP sebelumnya, yang
sudah kami serahkan kepada BPP. Beliau membenahi semua sistem, sarana, guru.
Beliau sudah mulai merenovasi dan membangun gedung-gedung sekolah, yang menurut
rencana beliau hendak merenovasi dan membangun sedikitnya 2 sekolah dalam satu
tahun. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua Panitia Jubileum 150
tahun HKBP: bapak Edwin Pamimpin Situmorang SH MH, bapak Sanherib Panjaitan
dengan semua teman-teman; demikian juga kepada Panitia Wilayah; bapak Torang
Lumbantobing (Wil I) dengan teman-teman, Dr RE Nainggolan MM (Wil II) dengan
teman-teman, Arcenius Napitupulu (Wil III) dengan teman-teman, MTD Pakpahan
(Wil IV) dan teman-teman, sehingga Jubileum 150 HKBP terlaksana dengan baik.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua panitia di tingkat huria,
ressort dan distrik dan bahkan kepada semua teman-teman yang mau bekerjasama
dengan saya di bidang tugas mereka masing-masing sehingga HKBP semakin matang
dalam JATI DIRI sebagai TUBUH Kristus. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada
boru saya drg Anita dari Yayasan Surya Kebenaran Internasional, yang mau
bekerjasama dengan HKBP terutama dalam melakukan pengobatan-pengobatan massal
gratis. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Tim SOP HKBP yang membenahi
sistem administrasi, keuangan, sehingga terbentuk SOP, SPI, MSIS yang baik di
Kantor Pusat, dan direncanakan harus meliputi semua HKBP, yang seyogianya harus
dilanjutkan Pimpinan baru. Semua hal itu menjadikan HKBP menjadi organisasi
yang semakin baik, terutama hidup dalam jati Diri gereja yang benar yaitu:
TUBUH KRISTUS. Itu sebabnya selalu saya katakan: Dengan kondisi yang seperti
itu, periode 4 tahun sudah sangat cukup, karena Pimpinan-pimpinan berikutnya
sudah bisa meneruskan dan mengembangkan. Tetapi walaupun sudah dalam keadaan
seperti itu, didukung oleh pernyataan-pernyataan saya, yang tidak menghendaki
perpanjangan periode, “kelompok tertentu” itu masih berusaha agar Sinode Agung
Amandemen 2010, tidak membicarakan itu dan mereka berhasil. Anehnya menurut
pengamatan saya “kelompok tertentu” itu sekarang yang menghendaki agar periode
menjadi 5 atau 6 tahun, dan merencanakan agar langsung berlaku saat ditetapkan,
tanpa menghargai keputusan Sinode Agung 2012 yang mengatakan bahwa semua
keputusan mengenai amandemen berlaku sejak 2016. Juga telah disusun RIPP
(Rencana Induk Pengembangan Pelayanan) hingga 50 tahun ke depan, dan Renstra
(Rencana Strategis) HKBP untuk 4 tahun ke depan, yang seharusnya dipedomani
semua orang di HKBP, sehingga sesungguhnya tidak perlu ada perobahan lama
periode itu. Saya himbau agar kita jujur melakukan amandemen itu: benar-benar
sesuai dengan AP HKBP, dan bukan untuk kepentingan perorangan atau kelompok,
tetapi untuk kepentingan HURIA. Kita bertanggung jawab kepada TUHAN pemilik
gereja itu walaupun itu hanya mengenai amandemen. Gereja, selama di dunia ini,
memang adalah organisasi dunia yang harus dikelola dengan baik, tetapi yang
TERUTAMA gereja adalah TUBUH KRISTUS, yang harus DILAYANI sesuai dengan Firman
Tuhan, baik melalui Aturan Peraturan itu. Selamat mempersiapkan Sinode dan
Selamat bersinode. Tuhan memberkati. *) Diketik ulang dari Surat Kabar Harian
Sinar Indonesia Baru (SIB) terbitan Jumat 6 Desember 2013, halaman 13, kolom
1-9. Oleh : Pdt Miduk Sirait S.Th