Ungkapan, “dilahirkan kembali”, bukan baru pertama kali
muncul dalam percakapan antara Yesus dengan Nikodemus. Istilah ini sudah
dikenal di kalangan orang Yahudi. Bila ada orang non-Yahudi menjadi Yahudi dan
diterima ke dalam ke-Yahudian dengan doa, persembahan korban dan baptisan, maka
orang tersebut dianggap sebagai dilahirkan kembali. Para rabi mengatakan:
“Orang asing yang memeluk agama Yahudi adalah seperti seorang anak yang baru
lahir.” Perubahan itu begitu radikal, sehingga dosa-dosa yang pernah dilakukannya
dienyahkan, sebab sekarang ia telah menjadi orang yang baru. Jadi jelas bagi
orang Yahudi, ide kelahiran kembali bukan sesuatu yang baru.
PENGERTIAN KELAHIRAN KEMBALI
Untuk memahami arti dari kelahiran kembali,
maka dalam bab ini penulis akan membahas tentang pengertian kelahiran kembali
baik secara etimologi maupun secara terminologi.
Secara Etimologi
Berdasarkan pengertian secara etimologi, penulis akan menjelaskan istilah yang
digunakan dalam bahasa Yunani yang menjelaskan arti kata kelahiran kembali.
Penjelasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan teks Injil Yohanes dalam Alkitab Perjanjian Baru versi Yunani –
Indonesia yang diterjemahkan oleh LAI, digunakan kata “gennethe anothen” (Yoh.
3:3). Kata “gennethe” yang diterjemahkan LAI dengan kata
“dilahirkan” adalah bentuk aorist, subjunctif pasif, dari kata dasar “gennao”
yang berarti pernah dlahirkan dengan suatu tujuan. Bentuk kata ini menunjuk
kepada suatu tindakan atau pekerjaan yang dilakukan oleh subjek kepada objek
dengan maksud agar objek dapat mencapai suatu tujuan tertentu. Hal ini berarti
bahwa “gennethe” aalah suatu tindakan atau pekerjaan dari luar atau dari oknum
lain terhadap objek sebab objek sendiri tidak dapat melakukan pekerjaan itu.
Secara Terminologi
Berdasarkan pengertian secara terminologi, ada beberapa pendapat mengenai
kelahiran kembali yang akan disebutkan dalam bagian ini.
Pertama, kelahiran kembali adalah dilahirkan dari atas yakni dari Allah yaitu
dibaharui secara radikal atau secara total oleh pekerjaan Roh Kudus,
sebagaimana diungkapkan oleh Barclay, “Dilahirkan kembali adalah sama
dengan mengalami suatu perubahan yang benar-benar radikal …. Hal
yang lebih jelas diungkapkan oleh van Niftrik dan Boland, dimana mereka
mengatakan, “Kelahiran kembali artinya dilahirkan dari atas, yaitu dibaharui
secara radikal oleh pekerjaan Roh Kudus”. Pendapat ini mengungkapkan tentang
fungsi Roh Kudus dalam kelahiran kembali.
Secara
definitif, kelahiran baru adalah tindakan rahasia Allah di dalam diri manusia
melalui firman dan Roh dimana Allah menanamkan dasar kehidupan rohani yang baru
yang terjadi “seketika dan sekaligus” (‘simultaneously’), melahirkan
sebuah kehidupan yang menggerakkan “ke arah” Allah sehingga memiliki
persekutuan dengan Allah dan memperoleh hidup yang kekal. Terjadinya kelahiran
baru merupakan karya rahasia Allah yang tersembunyi dari manusia, sesuatu yang
kita tidak ketahui (Yoh. 3:8).
Bukan
hanya orang Yahudi yang mengetahui tentang hal kelahiran kembali, dunia kuno
termasuk orang-orang Yunani pun telah mengenal dengan baik segala hal tentang
lahir kembali dan kelahiran baru. Mereka yang hidup waktu itu sangat
merindukannya dan mencarinya ke mana-mana. Salah satu upacara agama rahasia
yang sangat terkenal ialah yang disebut taurobolium. Calon yang ikut dalam
upacara itu dimasukkan ke dalam lubang di tanah yang ditutup dengan kisi-kisi.
Di atas kisi-kisi itu, tepat di mulut lubang tersebut seekor lembu disembelih.
Darah lembu tersebut mengucur ke dalam lubang, dan si calon mengangkat
kepalanya serta membasuh dirinya dengan darah tersebut. Ketika ia keluar dari
lubang itu ia disebut renatus in aeternum, dilahirkan kembali di dalam
kekekalan.
Ketika
kekristenan datang ke dunia ini dengan berita tentang kelahiran kembali,
kekristenan itu datang dengan berita yang memang tengah dicari-cari oleh dunia
ini. (William Barclay, “Pemahaman Alkitab Setiap Hari” Injil Yohanes– hl.214ff)
“Dilahirkan
Kembali” dalam Perjanjian Baru
Ungkapan
dilahirkan kembali dan ide tentang kelahiran kembali terdapat di seluruh
Perjanjian Baru. Petrus pernah berkata-kata tentang dirinya yang dilahirkan
kembali oleh anugerah Allah yang besar (1 Petrus 1:3). Ia berbicara tentang
kelahiran kembali bukan dari benih yang fana, melainkan dari benih yang tidak
fana (1 Pet.1:22, 23).
Yakobus
berbicara tentang Allah yang telah menjadikan kita oleh firman kebenaran
(Yak.1:18).
Surat
kepada Titus berbicara tentang permandian kelahiran kembali (Titus 3:5). Ide
tentang kelahiran kembali disebutkan juga sebagai orang yang mati bersama
dengan Kristus dan yang kemudian bangkit ke dalam hidup yang baru (Roma
6:1-11). Ia juga berbicara tentang orang-orang yang baru saja menjadi Kristen
sebagai bayi-bayi di dalam Kristus, yaitu orang-orang yang belum dewasa di
dalam Kristus (1 Kor.3: 1-2).
Jika
seseorang ada di dalam Kristus maka seolah-olah ia telah diciptakan baru lagi
(2 Kor.5:17). Di dalam Kristus ada ciptaan baru (Galatia 6:15). Manusia yang
baru itu diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran (Ef.4:22-24).
Orang yang berada pada tahap-tahap permulaan iman Kristen adalah seorang bayi
(Ibrani 5:12-14). Jadi ide tentang kelahiran kembali, penciptaan kembali itu
ada di seluruh PB. (William Barclay, hl. 213)
“Dilahirkan
Kembali” dalam kitab Yohanes 3: 1-21
Kisahnya
diawali dengan sikap Nikodemus yang sangat terkesan pada keajaiban-keajaiban
yang dilakukan oleh Yesus di Jerusalem dan karena itulah ia berusaha melakukan
perjumpaan dengan-Nya, dengan tujuan mengetahui lebih banyak tentang diri Yesus
dan dari-Nya memahami lebih banyak lagi kehendak Allah di dunia ini.
Nikodemus
adalah seorang Farisi, yaitu orang-orang yang memisahkan diri mereka dari
kehidupan masyarakat biasa untuk menjalankan setiap perincian aturan dan hukum
para ahli kitab yang jumlahnya ribuan. Jumlah mereka tidak pernah lebih dari
6000 orang. Selain itu Nikodemus adalah seorang penguasa Yahudi, seorang
anggota Sanhedrin yang salah satu tugasnya ialah memeriksa dan menangani siapa
pun yang dicurigai sebagai nabi palsu. Latar belakang ini menambah keheranan
pembaca, apa sebenarnya tujuan Nikodemus menjumpai Yesus yang tidak termasuk
orang Farisi, bukan ahli Taurat, terlebih lagi Ia telah mendapat label
“penghujat Allah” (Mat. 26:65; Luk.5:21).
Nikodemus
datang pada malam hari dengan dua kemungkinan. Yang pertama karena bagi para
rabi, waktu yang paling baik untuk mempelajari hukum biasanya adalah pada malam
hari, ketika seorang ada dalam keadaan tenang tak terganggu. Atau yang kedua,
Nikodemus melakukan perjumpaan dengan Yesus secara sembunyi-sembunyi karena
takut ketahuan oleh orang-orang Yahudi yang lain (bnd. Yoh.19:38).
Nikodemus
membuka percakapan yang tidak saja sangat sopan dan penuh rasa hormat, tetapi
juga mengakui keberadaan Yesus sebagai Rabi yang otoritasnya tidak hanya
sebagai bagian dari orang-orang yang telah membangun aturan-aturan spiritual
yang harus dianut, melainkan juga orang yang diutus oleh Tuhan dan mendapatkan
kuasa dari-Nya. Pengakuan ini tidak hanya muncul dari Nikodemus sendiri,
melainkan kesan dari banyak orang yang menyaksikan pengajaran dan hal-hal luar
biasa yang telah Yesus lakukan dalam kehidupan-Nya.
Nikodemus
sungguh-sungguh ingin menanyakan kepada Yesus hal-hal tertentu yang belum
diketahuinya dalam kapasitasnya sebagai seorang rabi yang berdialog dengan rabi
yang lain. Ia berpikir tentang suatu suasana diskusi akademis. Mungkin hal
utama yang ingin ditanyakannya berkaitan dengan hal Kerajaan Allah. Namun
sebelum ia mengungkapkan pikirannya tentang hal itu, Yesus telah menangkap
maksud hatinya dan mengarahkan pembicaraan mereka ke arah tertentu, di mana
Yesus menyebutkan tentang syarat satu-satunya untuk melihat Kerajaan Allah.
Hal
Kerajaan Allah yang mengungkapkan tentang “keselamatan yang akan datang” dalam keempat Injil hanya terdapat di kitab ini.
(Yohanes Schneider, Das Evangelium nach Yohannes, hl.90ff). Terkait dengan hal
ini, tidak ada kuasa atau kekuatan manusia manapun yang dapat ambil bagian di
dalamnya, bahkan hukum-hukum atau peraturan keagamaan Yahudi pun tidak, kecuali
melalui suatu perubahan radikal, yaitu pembaharuan yang mutlak dalam seluruh
kehidupan manusia dan langsung dilakukan sendiri oleh Allah (anothen yang bisa
berarti: 1. Dari semula benar-benar radikal 2. Lagi, dalam arti untuk kedua
kalinya. Arti yang ke-3 ialah dari atas, yaitu dari Allah).
Anehnya,
Yesus tidak menyatakan hal itu sebagai suatu “pengampunan”, melainkan
menggunakan istilah yang lebih banyak dikenal di dunia Hellenis (Yunani) atau
“dunia kuno” lainnya, yaitu “dilahirkan kembali menuju ke kehidupan yang
kekal.” Mungkin seperti dugaan William Barclay (lihat tulisan pada alinea
sebelumnya), istilah ini memang pada saat itu lagi ngetren dan dicari oleh
banyak orang (baca: agama-agama).
Yesus
menjelaskan: “Tidak ada seorang pun yang akan melihat Kerajaan Allah, jika
tidak dilahirkan kembali.” Kata yang digunakan adalah yang artinya,
“kuasa dari atas” (bnd.Yoh. 3:31; 19: 11). Jawaban ini membingungkan Nikodemus
yang mencoba memahami dengan akalnya, bagaimana mungkin seseorang yang telah
dilahirkan melalui cara yang alami dapat kembali ke dalam rahim ibunya,
bukankah ini hal yang sangat mustahil? Salah pengertian dari Nikodemus berasal
dari pemahamannya terkait dengan kata yang diterjemahkan dengan “kembali”
dan bukan “kuasa dari atas.” Hal ini terjadi karena ia tidak dapat memahami pengertian
yang mendalam dari apa yang dikatakan oleh Yesus. Karena itu Yesus harus
mengajarkannya lagi dengan memberikan penekanan pada kata “dilahirkan dari air
dan Roh” (Yoh.3:5).
Walaupun
dalam pembicaraan selanjutnya tidak lagi disinggung tentang air dan hanya
tentang Roh sebagai suatu kekuatan yang mengarahkan seseorang pada kehidupan
yang baru, (Yoh.3:8) hal air dan Roh sebenarnya ditekankan di sini untuk
mengingatkan kembali pentingnya peristiwa baptisan gerejawi yang mempunyai
hubungan erat dengan penerimaan Roh Kudus. Melalui perkataan ini, Yesus mau
mengingatkan bahwa baptisan air saja tidaklah cukup. Barang siapa mau masuk ke
dalam Kerajaan Allah, ia membutuhkan pembaharuan yang radikal, yaitu kelahiran
kembali yang dilakukan langsung oleh Roh Kudus. Manusia hanya akan” lahir baru”
dan menjadi “manusia baru” apabila ia mengalami kelahiran baru melalui Roh,
yang akan mengubah secara keseluruhan kehidupannya. Jadi jelas sekarang bagi
Nikodemus, jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari ”kuasa yang dari atas,”
maka seseorang tidak akan mungkin masuk ke dalam Kerajaan Allah dan itu berarti
keikutsertaan dalam keselamatan juga tertutup.
Akhirnya
Nikodemus dapat memahami bahwa Yesus tidak bermaksud mengatakan tentang
kelahiran kembali dalam arti yang sesungguhnya (baca: alami fisik) seperti yang
dipikirkannya. Namun selanjutnya muncul pertanyaan: “Bagaimana itu dapat
terjadi? Bagaimana lahir baru dapat terjadi melalui pekerjaan Roh (Kudus)?”
Yang
menarik, Yesus tidak menjawab pertanyaan Nikodemus, melainkan menyuruhnya
sebagai “pengajar Israel” (baca: bukan sekadar pengajar orang Yahudi, artinya
Yesus mengakui Nikodemus sebagai wakil umat Allah yang sebenarnya) untuk
mencari jawabnya sendiri sebab Nikodemus yang dikenal sebagai ahli Taurat dan
berjabatan tinggi serta punya pengaruh yang luar biasa di kalangan orang
Yahudi, seharusnya mengetahui tentang hal itu.
Percakapan
selanjutnya seperti yang tertulis pada ayat 11–13 sangat sulit dipahami oleh
orang Yahudi atau oleh orang yang berangkat dari pemikiran “duniawi.” Hanya
jika pemikiran seseorang bertolak dari rencana keselamatan Allah
dan dalam kehendak Allah
maka seseorang akan tiba pada suatu
pemahaman yang baru. Yesus menolak untuk menceritakan kepada orang Yahudi
tentang rahasia-rahasia surgawi, sebab toh mereka tidak akan mempercayainya.
Ketidakpercayaan
mereka memang mempunyai dasar yang kuat sebab di antara mereka sendiri belum
pernah ada yang naik ke Surga untuk memahami rahasia-rahasia surgawi dan
kemudian apabila kembali ke dunia dapat memberitakan rahasia-rahasia yang
pernah didengar dan dilihatnya sendiri itu kepada orang-orang lain. Gambaran
tentang “perjalanan ke surga” sangat asing bagi orang Yahudi dan bahkan tidak
pernah terbayangkan sama sekali. (Yohannes Schneider, hl.97)
Melalui
uraian ini, semakin jelaslah bagi orang-orang Yahudi bahwa Yesus memang lain
daripada yang lain. Ia adalah “Anak Manusia” (Menschensohn), yang dari sejak
semula berasal dari Allah yang kekal, yang turun dari surga dan kembali lagi ke
surga. Karena itulah Ia dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan surga.
Yesus
berkata:”tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga, selain daripada Dia
yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia” (Yoh.3:13). Hal ini berkaitan
dengan percakapan tentang Kristus yang ditinggikan, yang setelah kenaikan-Nya
ke Surga mengajarkan kepada jemaat tentang rahasia-rahasia Tuhan. Namun kepada
orang-orang Yahudi, hal ini tidak dapat diberitakan, sebab mereka tidak
mengenal Yesus sebagai “Anak Manusia” dalam keberadaan sebagai manusia.
Turunnya Anak Manusia dari Surga menjadi sesuatu yang sangat ditekankan sebab
hal itu hanya dapat terjadi karena Ia telah naik ke Surga.
Iman
kepada Yesus dan percaya pada Firman yang Hidup adalah wujud dari Pekerjaan Roh
Iman
timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17). Jadi
iman di sini berarti juga “mengamini berita yang dibawa kepadanya sebagai
berita yang benar. Akan tetapi iman menurut Alkitab tidak hanya berhenti di
situ, sebab yang diamini adalah Injil. Padahal Injil, menurut Roma 1:16 adalah
kekuatan Allah yang menyelamatkan. Oleh karena itu Injil yang diterima itu
tidak membiarkan orang diam saja, melainkan Injil menggerakkan hati orang itu
hingga percaya, dan hidup dari percayanya tadi.
Kekuatan
Allah yang menyelamatkan ini, dayanya sama dengan kuasa Allah untuk
membangkitkan Kristus dari antara orang mati (Roma 10:9-10). Kuasa yang
demikian itu memengaruhi hidup orang beriman (1 Tesalonika 2:13) dan menjadikan
orang beriman bersandar kepada Tuhan Allah (1 Kor.2:5).
Hal
yang demikian tidaklah mengherankan, sebab iman kepada Injil adalah sama dengan
iman di dalam Kristus (Gal.3:26). Padahal beriman di dalam Kristus berarti
hidup di dalam persekutuan dengan Kristus. Seperti yang diutarakan oleh Rasul
Paulus, bahwa hidupnya yang sekarang dihidupinya di dalam daging adalah hidup
oleh iman di dalam Anak Allah, yang telah mengasihinya dan menyerahkan diri-Nya
bagi dia. Kata-kata rasul Paulus ini menunjukkan bahwa karena iman, Kristus
telah berdiam di dalam hidupnya, dan bahwa selanjutnya Paulus juga berada di
dalam Kristus. (Gal.2:19-20). Oleh karena itu, orang beriman bukan bersandar
kepada dirinya sendiri, sebab “aku”nya telah ditundukkan oleh Kristus, dan
Kristus telah menjadi Rajanya.
Demikianlah
iman adalah cara bereksistensi dari hidup yang baru oleh karena Roh, artinya,
hidup yang baru yang dikuasai Roh Kudus itu adalah hidup di dalam iman. Hidup
dari iman berarti hidup di dalam persekutuan dengan Kristus, sedang hidup di
dalam persekutuan dengan Kristus sama artinya dengan hidup di dalam persekutuan
dengan Roh Kudus.
Oleh
karena iman adalah cara bereksistensi dari “kelahiran kembali” atau dari hidup
yang baru yang dikuasai Roh Kudus, maka di dalam iman itu pertama-tama terdapat
unsur ketaatan, karena iman adalah iman kepada Injil sebagai pemberitaan berita
keselamatan yang berdaulat. Karena itu iman sebagai ketaatan tidak dapat
dilepaskan daripada isi Injil, sebab iman adalah menaati isi Injil. (Roma 1:5
bnd juga dengan Roma 16:26.)
Wujud
Ketaatan itu nyata dalam diri “Manusia Baru”
“Manusia
Baru” adalah manusia yang dipersatukan dengan Kristus karena percaya kepada
Kristus. Pembaruan atau “kelahiran kembali” itu menjadi realitas dalam hidup
kita sekarang ini – suatu realitas di dalam percaya, suatu realitas rohani.
Siapa yang ada di dalam Kristus, dia sungguh adalah ciptaan baru: yang lama
sudah benar-benar berlalu (2 Kor. 5:17). Siapa yang percaya adalah manusia
baru.
Manusia
yang baru, atau juga cara hidup yang baru ini harus terus-menerus diperbaharui
untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya. Dari sini
jelas bahwa hidup yang baru itu bukanlah hidup yang telah selesai, melainkan
hidup yang masih terus-menerus bertumbuh, yang masih terus-menerus diperbaharui
sampai orang memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.
Menurut rasul Paulus, manusia yang baru itu nampak dalam kehidupannya yang
berbelas kasih, murah hati, mau merendahkan hati dan berlaku lemah lembut, dll.
(Kolose 3: 12-16)
Menurut
Efesus 4:22, karena pertumbuhan manusia yang baru itu, manusia yang lama
menemui kebinasaannya. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa ketika manusia
yang baru mengalami proses pembaharuan, manusia yang lama mengalami kerusakan
atau kebinasaan. Keduanya berjalan bersama-sama. Makin maju perkembangan
manusia yang baru, makin berkuranglah kekuatan manusia yang lama, atau cara
hidup yang lama, yang dikuasai dosa itu.
Jadi
hidup baru yang dikuasai Roh Kudus itu sebenarnya adalah suatu hidup yang penuh
peperangan, yaitu peperangan antara manusia yang lama dan manusia yang baru,
peperangan antara hidup yang lama dan hidup yang baru.
Kadang-kadang
di dalam peperangan itu, orang beriman dapat jatuh, yang berarti bahwa manusia
yang lama atau cara hidup yang lamalah yang menang, akan tetapi orang beriman
harus bangkit kembali, harus bertobat lagi. Inilah yang disebut dengan
pertobatan sehari-hari, dengan demikian orang beriman diperbaharui setiap hari
(2 Kor.4:16).
Di
dalam pertobatan itu manusia yang lama atau cara hidup yang lama tidak
serta-merta diubah atau diganti dengan manusia yang baru atau dengan cara hidup
yang baru, melainkan keduanya saling berebutan kekuasaan di dalam hidup orang
beriman. Hal ini disebabkan karena hidup yang baru itu diungkapkan di dalam
daging.
Percaya
kepada Yesus Beroleh Kehidupan yang Kekal
“Kehidupan
yang kekal” (Das ewige Leben) pada kitab Yohanes merupakan pusat dari
pemberitaan tentang Yesus. Keselamatan yang sudah terjadi pada saat ini di
dalam diri seseorang, masih akan disempurnakan lagi dalam kehidupan yang kekal.
Artinya bagi mereka yang telah percaya pada Yesus, saat ini pun mereka sudah
dapat merasakan kehadiran Kerajaan Allah dalam kehidupannya, walaupun belum
sempurna. Hidup dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus dan sekaligus menikmati
kehadiran Kerajaan Allah pada saat ini akan mendorong seseorang untuk terus
mengharapkan kesempurnaan dari apa yang sudah dirasakan saat ini di dalam
kehidupan bersama Tuhan.
Hal
itu selalu dimulai dari hal yang sangat sederhana, yaitu percaya kepada Yesus,
Anak Allah yang hidup. Dalam diri Yesus inilah keselamatan yang akan datang
(Heilzukunft) telah menjadi suatu kenyataan di masa sekarang ini. Karena itu
mereka yang percaya kepada Yesus telah terhubungkan dengan kehidupan yang
kekal. (ay.16) Ini sekaligus menunjukkan kasih Allah bagi umat manusia di
seluruh dunia. Allah telah mengorbankan Yesus untuk menyelamatkan dunia dari
kehancuran dan sekaligus menganugerahinya kehidupan yang kekal.
Hal
“kelahiran kembali” erat sekali hubungannya dengan Kerajaan Allah yang akan
datang. Dengan cara tersembunyi, Kerajaan itu sebenarnya telah ada di dunia
sekarang. Adanya jemaat Kristus merupakan tanda Kerajaan itu dan mengandung
janji bahwa Kerajaan ini akan dinyatakan kelak. Pembaruan radikal, yang kita
nanti-nantikan harus dicerminkan dalam iman dan kehidupan Gereja, yang telah
dilahirkan kembali… kepada suatu hidup yang penuh pengharapan.” (1 Petr.1:3)
Di
dalam percaya dan pengharapan itu, jemaat Kristus kini dan di sini telah beroleh
bagian dalam pembaharuan yang akan datang. Dalam arti yang seperti itulah kita
temukan kata “palingenesia” di dalam Perjanjian Baru, yaitu di Titus 3:5 yang
artinya, kalau disadur ialah sebagai berikut: Bukan karena usaha kita untuk
menjadi orang-orang benar, melainkan karena rahmat Allah. Ia telah
menyelamatkan kita dengan permandian kelahiran kembali (“palingenesia”) dan
dengan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Juga
dalam ayat ini kata “palingenesia” menunjuk kepada pembaruan agung di masa depan,
sebab kini barulah “dalam percaya dengan pengharapan” (lihat juga ayat 7).
Justru oleh sebab jemaat Kristus mengetahui tentang pembaruan yang akan datang,
maka ia mengetahui juga tentang pembaruan dan “kelahiran kembali” yang kini
dikerjakan oleh Roh Kudus.
Bukan
hal yang kebetulan jika kata “palingenesia” juga dituliskan di Matius 19:28,
untuk menggambarkan tentang “penciptaan kembali” terkait dengan keberadaan
Kerajaan Allah di masa yang akan datang. Kelahiran kembali “palingenesia” yang
akan diwujudkan dengan sempurnanya di masa depan, kini dicerminkan sekadarnya
dalam kelahiran kembali secara pribadi. (Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
hl.398)
Percaya
kepada Yesus, Bukan Menghakimi tapi Menyelamatkan
Pernyataan
Yesus yang sangat penting terkait dengan kehadiran-Nya di dunia ini adalah
bahwa Ia datang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyelamatkan (Yoh.
3:17). Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa kehadiran Tuhan Yesus sebagai “Anak
Manusia,” yang masih sangat sulit dipahami oleh “pikiran duniawi” (baca: akal
manusia) itu, tidak sekonyong-konyong kemudian menjadi suatu penghakiman bagi
orang yang belum dapat memahami-Nya, dan tentu juga tidak berarti bahwa orang
yang belum dapat memercayai-Nya akan langsung berada dalam “penghukuman.”
Fokus
utama atau tujuan utama dari kehadiran Kristus ke dunia ini adalah untuk
menyelamatkan umat manusia dan itu berarti akan selalu ada kesempatan dalam
diri setiap orang untuk mengenal Kristus dan anugerah keselamatan yang
ditawarkan-Nya. Sikap yang terbuka semacam ini sangat penting bagi kehidupan
jemaat saat ini yang dihadapkan pada berbagai macam situasi, pendapat, agama,
dan latar belakang pemikiran yang berbeda-beda. Bukan pertama-tama menghakimi
dan memberikan penilaian, melainkan mencoba memahami dan mencoba untuk
mengarahkan seperti yang dikehendaki oleh Tuhan dan firman-Nya. Karena itu
upaya menghadirkan keselamatan secara universal selalu dituntut untuk berani
membuka diri dan berkorban bagi yang lain sehingga mereka dapat mengenal kasih
Kristus.
Percaya
Pada Yesus Berarti Bersedia Hidup Dalam Terang
Mengapa
kebanyakan orang pada waktu itu cenderung menganggap bahwa apa yang dilakukan
oleh Yesus itu merupakan sesuatu yang negatif? Hal ini terjadi sebagaimana
digambarkan dalam Yoh.3:19, bahwa kehadiran Yesus ke dunia ini adalah
perwujudan dari kehadiran terang itu. Melalui kehidupan Yesus, terang ilahi
dipancarkan dan menyinari hati setiap orang, sekaligus melalui terang itu
ditunjukkan keselamatan dari Allah. Tetapi manusia dalam kehidupannya dikuasai
kegelapan sehingga selalu berusaha untuk meniadakan atau menghindar dari terang
itu (bnd. I Yoh.1:5-10). Terang adalah simbol dari semua kebaikan. Karena Tuhan
adalah terang, maka di dalam diri-Nya sama sekali tidak ada kegelapan (Yakobus
1:17). Dualisme antara terang dan kegelapan yang ada di dunia ini tidak ada
keterkaitan dengan keberadaan Allah. Karena itu, dosa dari sejak semula tidak
ada di dalam Tuhan. Semua yang tidak kudus berlawanan dengan-Nya.
Itu
sebabnya perbuatan manusia selalu saja mengarah pada kejahatan atau pada
kegelapan. Karena manusia selalu saja hidup menghindar dari terang (ay. 20).
Ya, dapat dipastikan bahwa manusia dalam kehidupannya takut dan membenci
terang, sebab apabila ia melangkahkan kaki untuk hidup di dalam terang itu,
maka ia akan disadarkan tentang siapa dirinya sesungguhnya, seluruh borok dosa
akan tampak sangat jelas seperti penyakit yang terdeteksi oleh sinar ultra
(rontgen); tinggal sekarang apakah ia bersedia untuk dioperasi atau tidak? Tapi
tentu saja ia harus berani menahan sakit untuk beberapa saat, atau sebaliknya
membiarkan dirinya semakin menjauhi terang itu dan mungkin saja malah
menularkan borok dosa itu pada yang lain.
Kebanyakan
orang akan menghindar dari terang itu, sebab mereka tahu bahwa jika mereka
mendekat pada terang itu, maka mereka akan mengalami perubahan eksistensi yang
radikal, dan mereka tidak menginginkan hal itu, karena tidak mampu menerima
penderitaan sebagai akibat dari perubahan tersebut. Kebanyakan orang tetap
tinggal pada kehidupannya yang lama, yang telah memberikan kemapanan dan
kehangatan.
Hal
yang berbeda terjadi pada seseorang yang hidup dalam kebenaran (ay. 21). Barang
siapa melakukan hal yang benar, maka ia sedang datang pada terang itu (baca:
Yesus) sehingga perbuatan-perbuatannya nyata di dalam Allah. Banyak orang juga
tidak terlalu menyadari dan memahami pernyataan ini, yaitu bahwa ketika mereka
melakukan perbuatan yang baik, mereka telah menarik seseorang untuk datang
kepada terang itu, sebab mereka sedang melakukannya di dalam Tuhan. Jadi seseorang
yang melakukan hal yang benar/kebenaran akan sangat antusias datang kepada
terang itu. Ia tidak mengalami ketakutan sama sekali terhadap apa yang
dilakukannya, sebab apa yang dilakukan terjadi di dalam hadirat Allah.
Lahir Kembali juga
samakah dengan Pertobatan, Atau Lahir Baru
kalau istilah ini digunakan secara teologis,
berarti berbalik dari dosa kepada Allah. Ini berarti pembalikan dari jalan
hidup seseorang. Setelah pertobatan berbagai keinginan dan tujuan-tujuan serta
prinsip-prinsip hidupnya berhenti terarah pada kenikmatan atau kepuasan pribadi
atau ambisi duniawi, dan akan condong kepada Allah dan kekudusan. Kelahiran
kembali adalah lahir baru yang dikerjakan oleh Roh Allah atas manusia. Dengan
begitu, pertobatan dianggap merupakan kegiatan pada pihak manusia, sementara
dalam kelahiran kembali dia pasif. Sewaktu Roh bekerja dalam roh manusia untuk
"membuatnya bersedia pada hari Dia berkuasa", perbedaan di antara
kedua istilah ini tidak Kelahiran baru Tidak sama dengan pertobatan dan nukan buah
dari iman. Kelahiran baru “mendahului” pertobatan dan iman. Sebab, "...siapa
yang (telah)ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah
berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Kor. 5:17, Dilahirkan
baru sama artinya ‘proses’ meninggalkan cara hidup lama ke hidup yang baru
menuju kesempurnaan; seperti Kristus. Kelahiran baru merupakan titik awal dari
kehidupan rohani kita. Kelahiran baru BUKAN buah dari iman, maksudnya, karena
kelahiran baru mendahului iman; yaitu sebagai kondisi yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk beriman.
Kelahiran baru diperlukan agar orang percaya
”…dapat melihat dan masuk ke dalam kerajaan Allah." (Yoh. 3:3, 5); syarat
yang mutlak untuk penyelamatan. Mengapa demikian? Karena tanpa kelahiran baru
dari Firman dan Roh, manusia akan tetap tinggal di dalam Adam dan berada di
bawah murka Allah. Kelahiran baru adalah “cara” untuk keluar dari keluarga Adam
(manusia dalam natur dosa) dan menjadi keluarga Allah, yang mana, Kristus (Adam
yang baru) sebagai Kepalanya; yang menyediakan pembenaran dan keselamatan
kelal.
Paling tidak, ada tiga “indikator” yang
memastikan kelahiran baru, yaitu: (1). Kesaksian Roh Kudus. “Roh itu bersaksi
bersama-sama dengan roh kita…” (Rom. 8:16). Kita sendiri secara pribadi dapat
mengetahuinya secara pasti. (2). Firman Tuhan. Roh Tuhan akan menjadikan Firman
Tuhan itu nyata di dalam hati kita dan kita akan dapat mengetahui dari Firman
Tuhan bahwa kita telah diselamatkan (1 Yoh. 5:13). (3). Tingkah laku pribadi.
Tingkah laku atau tindakan kita akan berubah. Kita mulai menyukai hal-hal yang
baik dan benar namun membenci dosa dan keduniawian. Kita juga akan memiliki
kasih dan saling mengasihi (1 Yoh. 3:14). Jaminannya, Roh Kudus akan memampukan
orang percaya untuk menjadikan Firman Tuhan hidup dan mengubah tingkah laku
kita menjadi seperti Kristus, teladan kita (2 Kor. 5:17). Tentu saja perubahan
itu tidak terlihat secara drastis! Secara praktis, seseorang yang telah lahir
baru “rindu” untuk membaca Firman Tuhan, memberitakan Injil, melakukan
kebenaran, memuji Tuhan dan melakukan disiplin rohani lainnya. Lahir baru
membangun rasa percaya dan taat sejati.
Pengajaran utama tentang kelahiran baru adalah:
(a). Semua yang benar-benar orang Kristen pasti sudah lahir baru. (b). Semua
orang yang sudah lahir baru pasti orang Kristen. (c). Kelahiran baru merupakan
kondisi yang harus ada supaya orang dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. (d).
Kelahiran baru merupakan pekerjaan Roh Kudus yang didasarkan atas kedaulatan
dan anugerah Allah. (e). Kelahiran baru mendahului iman. Hal ini merupakan
inisiatif Allah di dalam keselamatan.
Jadi, kelahiran baru sepenuhnya adalah pekerjaan Allah.
Peristiwa ini baru merupakan permulaan bukan merupakan akhir dari maksud Tuhan
bagi orang percaya. Tetapi, kelahiran ini harus menghasilkan hidup baru, dan
kehidupan itu harus bertumbuh.
Lahir baru adalah bukti janji Allah akan anugerah
keselamatan bagi manusia. Manusia yang setelah dilahirbarukan oleh Allah akan
diberikan kemampuan untuk “mengarah kepada” dan mengenal pencipta-Nya secara
pribadi, takut akan Nama-Nya, taat pada-Nya, rindu menjalankan semua hukum dan
ketetapan-Nya, mencari-Nya dengan sungguh-sungguh dengan segenap hati, jiwa dan
akal budi serta menjauhi larangan-Nya. Dia akan mampu mengambil keputusan untuk
mematikan segala keinginan daging dan bertekad untuk hidup senantiasa mengikuti
kehendak-Nya. (2 Kor. 15:7).
Pastikan bahwa orang percaya harus lahir dua
kali, dengan menampakkan “bukti-bukti” kehidupan Rohani, seperti buah-buah
rohani (Gal. 5:22-23) dan atau menerapkan “disiplin” rohani, seperti: berdiam
diri dan bersaat teduh bersekutu bersama Allah, memperlajari dan merenungkan Firman-Nya,
mengakui dan memuji-Nya, bersekutu dan beribadah bersama dengan orang-orang l 2.
Hidup Baru, Kol.3: 5- 10
Kol 3:5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
Kol 3:6 semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka).
Kol 3:7 Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya.
Kol 3:8 Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.
Kol 3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,
Kol 3:10 dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;
Mentaati, melakukan Firman Tuhan dengan iman percaya bahwa Dia baik dan semua rencanaNya selalu yang terbaik buat hidup kita. Jangan seperti hamba yang menanam satu talenta itu, yang tdk mempercayai niat baik tuannya, jadilah seperti hamba yang menerima dua dan lima talenta, percaya nita baik tuannya, yakin rancangan tuannya selalu baik, menghormati, menghargai dan mentaati tuannya.ain."
Mengapa kita perlu diciptakan menjadi Ciptaan Nya
yang baru ?
Untuk menjawab alasan ini, Rasul Paulus dengan tegas memberikan alasan hakikinya, Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3 : 23), dan di dunia ini, Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka,dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.” (Roma 3 : 10-18). Dan tentunya masih banyak lagi alasan lain yang dicatat dalam Alkitab !
Kesimpulan
- “Kelahiran kembali” atau “Lahir baru” pada intinya mau mengingatkan orang yang telah mengaku percaya dan dibaptiskan dalam nama Tuhan Yesus, agar tidak hanya berhenti pada pengakuan saja, melainkan selalu berharap mendapat pimpinan dari Roh Allah (dari atas). Sebab orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, tidak lagi dilahirkan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal. (1 Petrus 1:23)
- Tanda dari seseorang telah dilahirkan kembali oleh benih yang tidak fana ialah bahwa hidupnya kini dipimpin oleh Roh Allah. Ia percaya kepada Tuhan Yesus dan selalu bersandar kepada Firman-Nya sebagai pegangan dalam hidupnya. Hal bersandar dan percaya kepada Tuhan Yesus dinyatakan melalui kerinduan untuk selalu hidup dalam terang (dalam hadirat Tuhan) dan terbuka terhadap terang dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Perbuatan baik yang dilakukan pengikut Kristus itu bukan karena semata-mata mau melakukan aksi sosial agar mendapatkan pahala, melainkan dilakukannya sebagai jawaban iman terhadap anugerah dan kasih yang telah Tuhan nyatakan di dalam hidupnya.
- Kehidupan orang yang telah dilahirkan kembali, yang hidup dari kekuatan Roh Allah, saat ini sangat terkait dengan kehidupan kekal di masa yang akan datang. Apa yang dirasakannya kini dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus, akan disempurnakan kelak ketika ia memenangkan pertandingan dan memperoleh mahkota kehidupan. Namun jika saat ini seseorang belum merasakan dan mengalami indahnya persekutuan dengan Tuhan, bagaimana ia dapat membayangkan kesempurnaan persekutuan itu kelak dalam kehidupan yang kekal ( Tulisan ini dikutip dari berbagai sumber )