Wednesday 8 July 2015

Manjangkon Sintua ( Penahbisan Sintua ) St Ir Kondi Naibaho


“TOHONAN SINTUA DI HKBP”


Pada Hari Minggu 5 Juli 2015 Manjangkon Sintua di HKBP Wahidin Baru, St Ir Kondi Naibaho Oleh : Pdt Budianto Sianturi
1.          Pendahuluan.
Sintua di HKBP itu berbeda dengan “Majelis” atau “Penatua” di Gereja lain. Sering sekali, pandangan keliru dari orang banyak tentang sintua di HKBP jika dibandingkan dan dipersamakan dengan penatua atau Majelis di Gereja lain (diluar HKBP) – sehingga setiap orang martohonan Sintua sama saja dianggap. Dimanakah perbedaannya? Bukankah hanya “pengistilahan” saja, bahwa HKBP menyebutnya : Sintua sedangkan di Gereja lain, disebut Penatua? Memang kedengarannya dan kelihatannya hampir serupa, namun yang pasti, tidak sama.
Perbedaannya, akan nyata, melalui penjelasan yang kita terima melalui pembekalan yang sedang kita tempuh. Kita hanya membicarakan tohonan Sintua di HKBP dan sama sekali tidak membicarakan ke-Penatua-an di semua Gereja atau denominasi. Melalui pembicaraan kita tentang tohonan Sintua di HKBP kita melihat perbedaan yang nyata dengan Gereja lain.

2.          Nama atau sebutan Sintua.
Sintua adalah sebutan untuk tohonan (salah satu jabatan) Gerejawi di HKBP. Tohonan Sintua merupakan pekerjaan istimewa yang tidak semua orang menyandangnya. Misalnya Nabi atau imam itu adalah tohonan atau jabatan yang bukan semua orang dapat memperolehnya. Tidak semua orang menjadi Rasul, itu adalah tohonan.
Dalam penjelasannya di dalam sebuah tulisan, Ompu i Pdt. DR. J. Sihombing Emeritus (Alm.); “Sintua” adalah pelayan yang mulia – ia adalah orang yang dituakan. Di HKBP sintua adalah sebutan khas untuk orang-orang yang terpanggil melayani disamping tohonan lain seperti Pendeta, Guru Huria, Bibelvrouw, dll. Dia dituakan bukan karena umurnya telah tua, tetapi pekerjaan yang ia lakukan, sikap dan kinerja yang ia lakukan semuanya menggambarkan peran orang yang di-tua-kan.
Alkitab Perjanjian Baru, dalam bahasa aslinya menyebut : “presbiter” (Kis. 14:23; 1 Tim. 4:14; 1 Tim.5:18; Tit. 1:5) memang yang disebut dengan presbiter adalah : Penatua untuk Gereja atau yang melayani Gereja. Karena ada juga sebutan presbiter yang bukan di jemaat tetapi yang mengambil peran di masyarakat contohnya di Luk. 22:66 presbiter adalah para tua-tua (pengetua, pangituai) – band. dengan Mat. 26:57; Mark 14:53). Presbiter yang dimaksud pada ke-3 Injil diatas bukanlah pengerja Gereja atau pelayan jemaat, tetapi lebih menghunjuk kedudukan di masyarakat. Jadi karena itulah mereka memang benar menyandang jelas yang dituakan, atau elder (bahasa Inggris) – memang dipilih dari sudut umur dan sudah orangtua, dan gelar itu merupakan kehormatan untuk pribadinya.
Sedangkan “Sintua” di jemaat bukanlah suatu gelar kehormatan atau merupakan pengangkatan status sosial. Sintua adalah orang yang rela melakukan pekerjaan “marhobas” – melayani (to serve) karena dia adalah pelayan (servant) sebagai abdi. Ada 2 (Dua) kata dalam Alkitab tentang pelayanan atau abdi :
1.      Doulos (baca : dulos) bahasa Yunani, dan
2.      Ebed (bahasa Ibrani)
Arti yang sebenarnya : budak, yang statusnya sangat rendah dan hina. Karena seorang “budak” adalah milik tuannya, dia hanya melayani tuannya, dia tidak berhak mendapat pelayanan. Dikemudian hari Gereja mengambil alih pemahaman ini sebab Yesus Kepala Gereja sendiri mengklaim diriNya “Pelayan” saat Ia berkata : “bahwa anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani ........ (Mark. 10:45).
Oleh karena itu seorang Sintua adalah pelayan yang melayani jemaat Allah, karena nya ia adalah juga pelayan Allah, atau hamba Allah (ebed yahwe = abdi yahwe = hamba Tuhan, dan dia adalah = doulos-nya Allah = pelayan Allah dalam ucapan bahasa Yunani “doulos tu Theu” =(dulos tu Teu)). Rasul Paulus sendiri menyebut dirinya hamba Yesus Kristus (Rm. 1:1). Jadi jelaslah Sintua adalah sebuah pe-ngabdi-an, sebuah pelayanan untuk jemaat Tuhan. Dalam kaitan ini kata jemaat harus kita bedakan dengan “Gereja” sebab jemaat dan Gereja memang berbeda. Jemaat atau Huria adalah menunjukkan kepada persekutuan orangnya. Jemaat adalah fellowship (punguan) yang berorientasi kepada manusia sebab jemaat adalah sekumpulan orang yang dipanggil keluar dari dunia untuk menjadi milik Kristus Yesus (Rm. 1:6). Jemaat adalah orang yang dipilih untuk menjadi imamat yang rajani dan menjadi kepunyaan Allah, yang telah memanggil keluar dari kegelapan untuk masuk kedalam terangnya yang ajaib (1 Petr. 2:9). Itulah sebabnya jemaat dalam bahasa Perjanjian Baru (bahasa Greek disebut : ekklesia; dari dua patah kata yaitu :
a.      Ek atau ex artinya : from out, out from among (keluar dari antara)
b.      Kaleo artinya : I call, summon, invite (memanggil, mengundang)
Jadi ekklesia adalah : orang-orang yang dipanggil keluar dari gelap yaitu dari dunia, keluar dari dosa untuk masuk kedalam terang Injil, terangnya kehidupan Kristus. Itulah jemaat yang orientasinya adalah sebuah : an assembly, meeting of assembly, a community, congregation (sebuah pertemuan, kumpulan, persekutuan).
Sedangkan Gereja lebih banyak diartikan phisiknya, gedungnya atau institusinya atau organisasinya. Kalau demikian jika ia disebut Sintua ni HKBP, maka ia adalah seorang yang melayani manusianya, yang tidak dapat terpisahkan dari persekutuan (parsaoran) ni angka halak na pinarbadiaan ni Tuhan i. ia berada di tengah persekutuan jemaat setempat. Itulah sebabnya Aturan Peraturan HKBP di dalam memilih dan mengajukan orang-orang yang akan menjadi “Sintua” harus berdasarkan yang dipilih oleh anggota jemaatnya dimana seseorang calon itu berada. Walaupun ia secara pribadi ingin menjadi Sintua, tetapi anggota persekutuan jemaat lingkungannya tidak mendukungnya, seseorang itu tidak dapat menjadi Sintua, tentu disamping banyak syarat lain, namun prasyarat, ia diajukan (atau ada yang mengajukannya).
Di Gereja lain saya pernah mengikuti pemilihan Majelis jemaat maka rapat Gerejalah yang memutuskan. Setelah dipilih resmilah ia menjadi Majelis – yang periodenya ditentukan, misalnya 3 – 5 tahun. Kemudian akan dipilih lagi di periode yang akan datang, jika terpilih maka tetap menjadi Majelis, jika tidak terpilih menjadi anggota biasa. Di HKBP, tohonan ha-Sintua-on, melekat sekali untuk selamanya, sampai ia menghembuskan nafas terakhir atau kalau ia melakukan pelanggaran maka tohonan Sintuanya baru lepas dari dirinya.
Karena itu tohonan Sintua tidak sama dengan Majelis – sebab “Majelis” menurut kamus bahasa Indonesia artinya, “kumpulan Dewan” atau kelompok dari orang-orang dalam tugas tertentu, yang dipilih dalam periode atau jangka waktu tertentu. Apabila seseorang menjadi anggota Majelis itu berarti, orang tersebut menduduki jabatan terhormat, begitulah biasanya yang ditemukan dalam sebuah institusi atau organisasi duniawi maka sangatlah jelas perbedaan dari sudut makna, fungsi dan keberadaan Sintua dengan Majelis.


3.          Tugas/Pekerjaan Dari Seorang Sintua HKBP.
Buku agenda HKBP (buku Tata Ibadah/Liturgia HKBP) memuat uraian tugas dari Sintua HKBP (fasal XIV di agenda – berbahasa Batak Toba) dan dalam fasal yang sama juga dalam agenda HKBP berbahasa Indonesia. Namun uraian lengkap atau penjelasan tidak terdapat. Secara ringkas akan kita bahas pada sesi ini. Menurut agenda HKBP ada 7 tugas-tugas pokok (adongma Pitu pangarimpunan ni ulaon ni Sintua HKBP).
Pertama    :                         Pelayan yang mengamati anggota jemaat yang dipercayakan kepadanya, dan meneliti perilaku mereka.
Jika ada yang berperangai/berperilaku yang tidak baik, Sintualah yang menegor, atau memberitahukannya kepada Guru Jemaat atau Pendeta agar orang tersebut dinasehati.
Kedua        :                         Mengajak atau memotivasi warga jemaat agar beribadah ke Gereja, apabila seseorang tidak hadir, perlu diketahui apa penyebabnya.
Ketiga        :                         Mengajak/mendorong/memotivasi anak-anak agar rajin ke sekolah.
Keempat   :                         Mengunjungi anggota jemaat yang sakit untuk mendoakan mereka, menyampaikan Firman Allah, agar hati mereka dihiburkan dan berpengharapan kepada Allah Yesus Kristus.
Kelima       :                         Menyampaikan penghiburan kepada orang-orang yang berdukacita atau berkemalangan, orang-orang yang mengalami kesusahan/penderitaan dari warga jemaat yang digembalakannya.
Keenam     :                         Mengajak orang-orang yang masih belum percaya dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai juruselamatnya, juga orang-orang yang tersesat imannya agar bertobat, dan mereka memperoleh hidup yang kekal.
Ketujuh     :                         Membantu dan bertugas untuk pengumpulan dana serta keperluan yang dibutuhkan oleh Gereja untuk perluasan kerajaan Allah di dunia ini.




Ulaon  ni sintua mangihuthon Agenda HKBP

1. Pangula ni Huria do nasida mamatamatahon dongan angka na pinasahat tu nasida dohot mangaramoti parangenasida. Molo diboto nasida, na hurang ture parange ni manang ise, ingkon pinsangonnasida i, manang paboaonnasida tu Guru dohot tu Pandita, asa dipature.

2. Mandasdas donganta tu parmingguan dohot manangkasi alana umbahen na so ro.
3. Mandasdas anakboru sikola, asa ondop ro.
4. Maningkir angka na marsahit jala paturehon na ringkot tu nasida dohot nasa na tarpatupasa, alai na rumingkot, pasingothon Hata ni Debata tu nasida dohot tumangiangkonsa.
5. Mangapuli angka na marsak, paturehon angka na dangol dohot na pogos.
6. Mangapuli angka sipelebegu, angka parugamo na asing dohot angka na lilu, asa dohot marsaulihon hangoluan na pinatupa ni Tuhan Jesus.
7. Mangurupi paturehon angka guguan dohot ulaon na ringkot tu Harajaon ni Debata.
Bahasa Indonesia :


Tugas-tugas pokok pelayanan Penetua adalah sebagai berikut :
1. Mereka adalah pelayan jemaat untuk mengamati anggota-anggota jemaat yang dipercayakan kepada mereka dan meneliti perilakunya. Apabila mereka mengetahui seseorang tidak berperangai yang baik, dia harus sitegor dan diberitahukan kepada guru jemaat dan kepada pendeta untuk dinasehati.
2. Mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah dan meneliti alasan-alasan orang-orang yang tidak mengikutinya.
3. Mengajak para anak sekolah untuk rajin bersekolah.
4. Mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan sesesuai kemampuannya, namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan Firman Allah dan mendoakannya.
5. Menghibur orang yang berdukacita, merawat orang yang susah dan orang miskin.
6. Membimbing penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus.
7. Membantu pengumpulan dana dan tugas pelayanan Kerajaan Allah.


JABATAN (Tohonan) SINTUA (Majelis) DI HKBP
AWAL MUNCULNYA JABATAN SINTUA DI HKBP
Selayang Pandang tentang Struktur Kehidupan Masyarakat Batak
Setiap kampung mempunyai pemimpin yang disebut “raja huta”. Raja huta ini adalah orang yang memprakarsai pembukaan ”huta” yang baru dan dia disebut juga sebagai ”sipungka huta” atau ”sisuan bulu”. Gelar ”sisuan bulu” disebut karena setiap kampung baru diawali dengan menanam bambu disekitar kampung sebagai pagar atau benteng kampung. Raja huta ini bukan merupakan penguasa tunggal dan tertinggi tetapi dalam penyelenggaraan kepemimpinan teritorial dan pemerintahan dia bersama dengan sejumlah ”pangitua ni huta” (sesepuh atau pemuka masyarakat) sehingga kepemimpinan huta bersifat kolektif bukan partial. Struktur ini jugalah yang mempengaruhi kehidupan bergereja orang Batak.

Secara tradisional orang Batak sudah mengenal jabatan “pangituai ni huta” yang kemudian mempengaruhi pengertian jabatan “sintua” di dalam gereja. Seorang yang memangku jabatan  “pangituai ni huta” adalah orang yang dianggap mempunyai “sahala” (wibawa, kuasa, kemahiran, kemewahan) dan itu ditentukan jikalau dia sanggup membangun kampung baru, menang berjudi, menang berperang atau berperkara, mahir bersoal jawab. Hal ini mempengaruhi jabatan “parhalado” sebagai sebutan kepada yang menyandang “tohonan”, “sahala” di gereja HKBP. Dalam pengertiannya “parhalado” itu berasal dari kata “halado” yang berarti melayani, mengurusi, menunggui”.
Dalam dasawarsa pertama tugas seorang sintua sangat berat membantu missionaris, tetapi dengan semakin mantapnya kekuasaan-kekuasaan kolonial maka jabatan itu menjadi suatu ”jabatan yang disukai” karena pada umunya diakui sebagai orang-orang terhormat dan dibebaskan dari kewajiban rodi oleh pemerintahan kolonial (bebas pajak). Dan inilah salah satu alasan atau motif terkuat bagi banyak orang Batak mau menjadi sintua. Pada mulanya para penatua jemaat diangkat untuk dua tahun dan dalam perkembangan selanjutnya jabatan penatua menjadi kedudukan seumur hidup


Sintua Pada Masa Nommensen
Setelah Nomensen tiba di Barus dia langsung mencari orang yang bersedia membantunya melakukan tugasnya. Pertama, dia memerlukan seorang yang dapat membantunya dalam hal bahasa, aturan dan hukum adapt istiadat dan soal-soal kebiasaan di tempat baru. Semua tenaga yang dapat diaktifkan diikut-sertakan dalam pekerjaan jemaat dan orang-orang yang paling terpercaya di antara mereka diteguhkan menjadi sintua Nommensen menunjuk dalam jemaatnya yang pertama empat orang sebagai sebagai penatua untuk membantu dalam penggembalaan, perawatan orang sakit dan dalam pelayanan pemberitaan firman. Para penatua itu memenuhi tugasnya secara sukarela tanpa imbalan materil.
A. Tugas Sintua Pada Masa Nommensen
Dengan sendirinya timbul pertanyaan, apakah sebenarnya tugas kewajiban seorang penatua? Setelah Nomensen selesai menyusun sebuah buku peraturan dengan pedoman-pedomannya untuk jemaat-jemaat yang baru didirikan, dia menugaskan para penatua untuk mengamati tingkah laku setiap anggota supaya mereka benar-benar melaksanakan tata kehidupan Kristen sesuai dengan ketentuan yang diaturkan. Dalam hal ini dapat dikatakan para penatua bertugas sebagai kepala puak di kampungnya. Mereka bertugas untuk:
  • Membimbing orang-orang yang mau menjadi Kristen, supaya mereka benar-benar sadar bahwa dia harus tunduk kepada peraturan gereja selama hidupnya dan bahwa hukum ke-kristenan itu jauh berbeda dari hukum-hukum agama suku.
  • Mereka harus mengawasi supaya kebaktian-kebaktian rumah tangga yang sudah ditetapkan berlangsung dengan baik
  • Mereka juga harus mengusahakan supaya semua orang yang menderita sakit dan tidak mencari pertolongan kepada datu mendapat perawatan dan obat-obatan
  • Mereka harus mengamati supaya para wanita tidak menjungjung keranjang atau beban di atas kepala, pergi ke ladang atau sawah pada hari- hari Minggu.
  • Mereka bertugas untuk memberi pertolongan dan penghiburan kepada orang-orang yang tidak berhasil atau menganggap dirinya gagal menjadi orang Kristen.
  • Pada waktu kebaktian berlangsung para penatua duduk di depan menghadap jemaat supaya mereka dapat melihat siapa-siapa yang hadir dan tidak hadir
  • Setiap kejadian yang mengganggu kebaktian dapat mereka lihat dan jauhkan dari ruang kebaktian.
  • Mereka juga harus menjaga supaya anak-anak yang menangis, tanpa mengganggu orang lain dibawa ke luar rumah kebaktian.
  • Dalam kebaktian gereja-gereja lain para penatua duduk diantara pengunjung secara terpencar, namun demikian merekapun bertugas mengamati supaya kebaktian berlangsung dengan baik dan tertib.
Sekali dalam seminggu, semua para penatua akan berkumpul di rumah pendeta atau missionaris untuk membicarakan pekerjaan mereka dalam minggu yang lampau dan untuk megadakan rencana kerja untuk Minggu berikutnya. Dalam kesempatan itu jugalah para penatua dapat meminta petunjuk dan penjelasan tentang kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam pekerjaan mereka. Selain itu dalam pertemuan mingguan itu juga dibahas beberapa bagian dari Alkitab. Pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembahasan itu harus mereka beritahukan kepada orang-orang di desa atau sektor masing-masing. Oleh karena pendeta atau Missionaris tidak akan mampu mengunjungi sendiri semua orang sakit mengingat pelayanan-pelayanan lainnya, para penatualah yang disuruh mengadakan kunjungan untuk memperoleh data serta gambaran tentang keadaan norang sakit itu untuk disampaikan kemudian kepada missionaris untuk mendapatkan petunjuk mengenai cara pengobatannya. Untuk para penatua sendiri, kunjungan kepada orang sakit itu akan memberi peluang untuk melakukan tugas perawatan rohani, tidak hanya kepada orang sakit itu sendiri, tetapi juga terhadap anggota keluarga dan sahabat yang hadir di sana. Hidup kerohanian jemaat benar-benar diperhatikan, di jaga oleh para penatua supaya mereka jangan menyembah begu atau datu.
Dengan uraian ini jelaslah apa yang diharapkan Nomensen dari para penatua angkatan pertama yaitu supaya mereka menjadi teman sekerjanya untuk mengerjakan tugas-tugas misi dalam soal perawatan orang sakit dan pelayanan pastoral. Dengan demikian kedudukan penatua dalam pelayanan sangat berarti dalam melaksanakan pelayanan kerohanian anggota jemaat.
Biasanya pada hari Sabtu atau Minggu pagi bila di jemaatnya belum diadakan pertemuan penatua, para penatua pergi ke tempat missionaris untuk melaporkan jalannya pelayanan serta hal-hal yang terjadi di desa atau daerah masing-masing seperti kematian, kelahiran dan soal-soal lain untuk diberitakan dalam berita jemaat pada hari Minggu. Pada hari itu para penatua sama sekali tidak mengurus atau pekerjaan sehari-hari mereka sendeiri.
B. Pemberdayaan Sintua Pada Masa Nommensen
Kendati sudah banyak tugas-tugas yang disebut sebagai tugas penatua, daftar tugas-tugas itu belum seluruhnya disebut. Kunjungan rumah tangga adalah salah satu pelayanan yang dilaksanakan dengan metode berpasangan.
  • Pasangan yang pertama diutus untuk mengunjungi kepala kampung, kepala suku dan penatua yang sudah beberapa waktu tidak datang ke gereja.
  • Pasangan kedua ditugaskan untuk menemui ibu-ibu dan bila perlu memberi peringatan yang keras kepada bagi mereka yang sering melakukan pekerjaan di sawah atau ladang pada hari Minggu
  • Pasangan ketiga diutus untuk menjumpai para pemuda yang menjauhi kebaktian karena merasa takut atau malu atas perbuatan mereka sebagai penjudi, pemaok. Mereka harus ditegur dan dinasihati.
  • Sepasang penatua lain akan mengunjungi gadis-gadis supaya mereka tidak menyianyiakan kesempatan yang tersedia untuk mengejar pengetahuan.
  • Para pedagang juga mendapat giliran untuk dikunjungi memberi peringatan atau nasihat supaya pada hari-hari Minggu mereka tidak berjualan dan sekali-kali jangan memamerkan barang dagangan mereka.
Berkunjung secara berpasangan ini mulai disusun tahun 1908. Dengan demikian penatua merupakan pembantu yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan jemaat. Mereka menyebut mereka sebagai ”tentara keselamatan”. Salah satu tugas ”tentara keselamatan” yang perlu dikemukan di sini ialah mengumpulkan sumbangan atau guguan.
Pada waktu para misionaris menyusun pedoman dan ketentuan yang diuraikan di atas, para penatua masih tetap berada dalam suatu zaman di mana mereka dapat meluangkan waktu yang cukup banyak untuk mengikuti kursus dan pembahasan Alkitab.


Jabatan Penatua di dalam Alkitab
Di dalam Perjanjian Lama dapat dibaca mengani para “tua-tua” yaitu mengenai orang-orang yang dihormati dan berwibawa, yang mempunyai suara menentukan dalam berbagai perkara. Pada zaman Musa para tua-tua Israel mempunyai fungsi resmi sebagai wakil-wakil rakyat. Di samping itu di dalam PL kita temukan tiga macam tua-tua: Para tua-tua yang bertindak selaku wakil-wakil seluruh bangsa itu (Kel 3:16); para tua-tua suatu suku selaku wakil-wakil suku (Hak 11:15); para tua-tua kota sebagai pemuka-pemuka kota (Hak 8: 14).
Di dalam Perjanjian Baru bahasa Batak ditemukan ”sintua” sebagai terjemahan ”presbyter” istilah teknis untuk pemangku jabatan tua-tua jemaat. Disamping “presbyter” juga ada istilah “episkopos” yang diterjemahkan dengan “penilik”. Pada intinya tugas dan kewajibannya sama, (1Tim 5:17,19; Titus1:5). Di dalam Yakobus 5: 14  diuraikan tugas seorang presbyter yaitu mengunjungi orang sakit, berdoa bersama juga memperdulikan, mengindahkan atau memelihara (Kis 20:28). Sifat jabatan ditentukan oleh pola hidup Yesus, yaitu melayani, sama seperti Yesus telah datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan memberikan jiwanya (Mark 10:45). Menjadi penatua gereja artinya dipanggil untuk melayani dan itulah sebabnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh Jemaat disebut ”pelayanan” tidak berdasar atas kebaikan atau prestasi diri mereka yang memangkunya. Hal ini juga disampaikan oleh Abineno bahwa jabatan dalam gereja berbeda dengan jabatan dalam negara: ”jabatan dalam gereja lain sekali artinya daripada jabatan negara. Ia bukan derajat dan bukan pangkat. Ia adalah nama yang kita pakai untuk menyebut anggota-anggota jemaat yang mendapat tugas untuk melayani di dalam jemaat. Sebab itu kata ”jabatan” lebih tepat dengan kata ”pelayaan”
Pada hakikatnya Nomensen mengangkat penatua  adalah untuk membantu pelaksanaan pelayanan Pekabaran Injil melaksanakan perkunjungan dan melakukan perawatan kepada orang sakit. Di dalam pelayanan gereja setiap hari Minggu tugas parhalado membantu terlaksananya kebaktian yang tenang jauh dari gangguan atau keributan. Demikian juga mengupayakan pelayanan yang berorientasi berbasis jemaat melalui perkunjungan menasihati, menegor dan meneguhkan iman warga jemaat wilayah bila ada perbuatan yang menyimpang dari nilai kehidupan sebagai orang kristen dan bila ada kesusahan warga jemaat.
: Dikutip dari Catt CPdt AP Siahaan & Charles MP Sitompul  dan  Berbagai Sumber dan Referensi Lainya