“TOHONAN SINTUA
DI HKBP”
Pada Hari Minggu 5 Juli 2015 Manjangkon Sintua di HKBP Wahidin Baru, St Ir Kondi Naibaho Oleh : Pdt Budianto Sianturi
1.
Pendahuluan.
Sintua
di HKBP itu berbeda dengan “Majelis” atau “Penatua” di Gereja lain.
Sering sekali, pandangan keliru dari orang banyak tentang sintua di HKBP jika
dibandingkan dan dipersamakan dengan penatua atau Majelis di Gereja lain
(diluar HKBP) – sehingga setiap orang martohonan Sintua sama saja
dianggap. Dimanakah perbedaannya? Bukankah hanya “pengistilahan” saja,
bahwa HKBP menyebutnya : Sintua sedangkan di Gereja lain,
disebut Penatua? Memang kedengarannya dan kelihatannya hampir serupa,
namun yang pasti, tidak sama.
Perbedaannya,
akan nyata, melalui penjelasan yang kita terima melalui pembekalan yang sedang
kita tempuh. Kita hanya membicarakan tohonan Sintua di HKBP dan sama
sekali tidak membicarakan ke-Penatua-an di semua Gereja atau
denominasi. Melalui pembicaraan kita tentang tohonan Sintua di HKBP kita
melihat perbedaan yang nyata dengan Gereja lain.
2.
Nama
atau sebutan Sintua.
Sintua
adalah sebutan untuk tohonan (salah satu jabatan)
Gerejawi di HKBP. Tohonan Sintua merupakan pekerjaan istimewa yang tidak semua
orang menyandangnya. Misalnya Nabi atau imam itu adalah tohonan atau jabatan
yang bukan semua orang dapat memperolehnya. Tidak semua orang menjadi Rasul,
itu adalah tohonan.
Dalam
penjelasannya di dalam sebuah tulisan, Ompu i Pdt. DR. J. Sihombing Emeritus
(Alm.); “Sintua” adalah pelayan yang mulia – ia adalah orang yang dituakan.
Di HKBP sintua adalah sebutan khas untuk orang-orang yang
terpanggil melayani disamping tohonan lain seperti Pendeta, Guru Huria,
Bibelvrouw, dll. Dia dituakan bukan karena umurnya telah tua, tetapi pekerjaan
yang ia lakukan, sikap dan kinerja yang ia lakukan semuanya menggambarkan peran
orang yang di-tua-kan.
Alkitab
Perjanjian Baru, dalam bahasa aslinya menyebut : “presbiter” (Kis. 14:23; 1
Tim. 4:14; 1 Tim.5:18; Tit. 1:5) memang yang disebut dengan presbiter adalah :
Penatua untuk Gereja atau yang melayani Gereja. Karena ada juga sebutan
presbiter yang bukan di jemaat tetapi yang mengambil peran di masyarakat
contohnya di Luk. 22:66 presbiter adalah para tua-tua (pengetua, pangituai) –
band. dengan Mat. 26:57; Mark 14:53). Presbiter yang dimaksud pada ke-3 Injil diatas
bukanlah pengerja Gereja atau pelayan jemaat, tetapi lebih menghunjuk kedudukan
di masyarakat. Jadi karena itulah mereka memang benar menyandang jelas yang
dituakan, atau elder (bahasa Inggris) – memang dipilih dari sudut umur dan
sudah orangtua, dan gelar itu merupakan kehormatan untuk pribadinya.
Sedangkan
“Sintua”
di jemaat bukanlah suatu gelar kehormatan atau merupakan pengangkatan status
sosial. Sintua adalah orang yang rela melakukan pekerjaan “marhobas” – melayani (to
serve) karena dia adalah pelayan (servant) sebagai abdi. Ada 2 (Dua)
kata dalam Alkitab tentang pelayanan atau abdi :
1.
Doulos (baca : dulos)
bahasa Yunani, dan
2. Ebed (bahasa
Ibrani)
Arti yang sebenarnya : budak, yang statusnya sangat rendah
dan hina. Karena seorang “budak” adalah milik tuannya, dia
hanya melayani tuannya, dia tidak berhak mendapat pelayanan. Dikemudian hari
Gereja mengambil alih pemahaman ini sebab Yesus Kepala Gereja sendiri mengklaim
diriNya “Pelayan” saat Ia berkata : “bahwa anak manusia datang bukan untuk
dilayani melainkan untuk melayani ........ (Mark. 10:45).
Oleh karena itu seorang Sintua adalah pelayan yang
melayani jemaat Allah, karena nya ia adalah juga pelayan Allah, atau hamba
Allah (ebed yahwe = abdi yahwe = hamba Tuhan, dan dia adalah = doulos-nya
Allah = pelayan Allah dalam ucapan bahasa Yunani “doulos tu Theu” =(dulos tu
Teu)). Rasul Paulus sendiri menyebut dirinya hamba Yesus Kristus (Rm. 1:1).
Jadi jelaslah Sintua adalah sebuah pe-ngabdi-an, sebuah pelayanan untuk
jemaat Tuhan. Dalam kaitan ini kata jemaat harus kita bedakan dengan “Gereja”
sebab jemaat dan Gereja memang berbeda. Jemaat atau Huria adalah menunjukkan
kepada persekutuan orangnya. Jemaat adalah fellowship (punguan) yang
berorientasi kepada manusia sebab jemaat adalah sekumpulan orang yang dipanggil
keluar dari dunia untuk menjadi milik Kristus Yesus (Rm.
1:6). Jemaat adalah orang yang dipilih untuk menjadi imamat yang rajani dan
menjadi kepunyaan Allah, yang telah memanggil keluar dari kegelapan untuk masuk
kedalam terangnya yang ajaib (1 Petr. 2:9). Itulah sebabnya jemaat dalam bahasa
Perjanjian Baru (bahasa Greek disebut : ekklesia; dari dua patah kata yaitu
:
a. Ek atau ex artinya : from out, out from among (keluar dari
antara)
b. Kaleo artinya : I call, summon, invite (memanggil,
mengundang)
Jadi ekklesia adalah : orang-orang
yang dipanggil keluar dari gelap yaitu dari dunia, keluar dari dosa untuk masuk
kedalam terang Injil, terangnya kehidupan Kristus. Itulah jemaat yang
orientasinya adalah sebuah : an assembly, meeting of assembly, a community,
congregation (sebuah pertemuan, kumpulan, persekutuan).
Sedangkan
Gereja lebih banyak diartikan phisiknya, gedungnya atau institusinya atau
organisasinya. Kalau demikian jika ia disebut Sintua ni HKBP, maka ia adalah
seorang yang melayani manusianya, yang tidak dapat terpisahkan dari persekutuan
(parsaoran) ni angka halak na pinarbadiaan ni Tuhan i. ia berada di tengah
persekutuan jemaat setempat. Itulah sebabnya Aturan Peraturan HKBP di dalam
memilih dan mengajukan orang-orang yang akan menjadi “Sintua” harus berdasarkan
yang dipilih oleh anggota jemaatnya dimana seseorang calon itu berada. Walaupun
ia secara pribadi ingin menjadi Sintua, tetapi anggota persekutuan jemaat
lingkungannya tidak mendukungnya, seseorang itu tidak dapat menjadi Sintua,
tentu disamping banyak syarat lain, namun prasyarat, ia diajukan (atau ada yang
mengajukannya).
Di
Gereja lain saya pernah mengikuti pemilihan Majelis jemaat maka rapat Gerejalah
yang memutuskan. Setelah dipilih resmilah ia menjadi Majelis – yang periodenya
ditentukan, misalnya 3 – 5 tahun. Kemudian akan dipilih lagi di periode yang
akan datang, jika terpilih maka tetap menjadi Majelis, jika tidak terpilih
menjadi anggota biasa. Di HKBP, tohonan ha-Sintua-on, melekat sekali untuk
selamanya, sampai ia menghembuskan nafas terakhir atau kalau ia melakukan
pelanggaran maka tohonan Sintuanya baru lepas dari dirinya.
Karena
itu tohonan Sintua tidak sama dengan Majelis – sebab “Majelis” menurut kamus
bahasa Indonesia artinya, “kumpulan Dewan” atau kelompok dari
orang-orang dalam tugas tertentu, yang dipilih dalam periode atau jangka waktu
tertentu. Apabila seseorang menjadi anggota Majelis itu berarti, orang tersebut
menduduki jabatan terhormat, begitulah biasanya yang ditemukan dalam sebuah
institusi atau organisasi duniawi maka sangatlah jelas perbedaan dari sudut makna,
fungsi dan keberadaan Sintua dengan Majelis.
3.
Tugas/Pekerjaan Dari Seorang Sintua
HKBP.
Buku agenda HKBP (buku Tata Ibadah/Liturgia HKBP) memuat
uraian tugas dari Sintua HKBP (fasal XIV di agenda – berbahasa Batak Toba) dan
dalam fasal yang sama juga dalam agenda HKBP berbahasa Indonesia. Namun uraian
lengkap atau penjelasan tidak terdapat. Secara ringkas akan kita bahas pada
sesi ini. Menurut agenda HKBP ada 7 tugas-tugas pokok (adongma Pitu
pangarimpunan ni ulaon ni Sintua HKBP).
Pertama : Pelayan yang mengamati
anggota jemaat yang dipercayakan kepadanya, dan meneliti perilaku mereka.
Jika ada yang berperangai/berperilaku yang tidak baik, Sintualah yang
menegor, atau memberitahukannya kepada Guru Jemaat atau Pendeta agar orang
tersebut dinasehati.
Kedua : Mengajak atau
memotivasi warga jemaat agar beribadah ke Gereja, apabila seseorang tidak hadir,
perlu diketahui apa penyebabnya.
Ketiga : Mengajak/mendorong/memotivasi
anak-anak agar rajin ke sekolah.
Keempat : Mengunjungi anggota
jemaat yang sakit untuk mendoakan mereka, menyampaikan Firman Allah, agar hati
mereka dihiburkan dan berpengharapan kepada Allah Yesus Kristus.
Kelima : Menyampaikan
penghiburan kepada orang-orang yang berdukacita atau berkemalangan, orang-orang
yang mengalami kesusahan/penderitaan dari warga jemaat yang digembalakannya.
Keenam : Mengajak orang-orang
yang masih belum percaya dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai
juruselamatnya, juga orang-orang yang tersesat imannya agar bertobat, dan
mereka memperoleh hidup yang kekal.
Ketujuh : Membantu dan bertugas
untuk pengumpulan dana serta keperluan yang dibutuhkan oleh Gereja untuk
perluasan kerajaan Allah di dunia ini.
Ulaon
ni sintua mangihuthon Agenda HKBP
1. Pangula ni Huria do nasida mamatamatahon
dongan angka na pinasahat tu nasida dohot mangaramoti parangenasida. Molo
diboto nasida, na hurang ture parange ni manang ise, ingkon pinsangonnasida i,
manang paboaonnasida tu Guru dohot tu Pandita, asa dipature.
2. Mandasdas donganta tu parmingguan dohot
manangkasi alana umbahen na so ro.
3. Mandasdas anakboru sikola, asa ondop ro.
4. Maningkir angka na marsahit jala paturehon na
ringkot tu nasida dohot nasa na tarpatupasa, alai na rumingkot, pasingothon
Hata ni Debata tu nasida dohot tumangiangkonsa.
5. Mangapuli angka na marsak, paturehon angka na
dangol dohot na pogos.
6. Mangapuli angka sipelebegu, angka parugamo na
asing dohot angka na lilu, asa dohot marsaulihon hangoluan na pinatupa ni Tuhan
Jesus.
7. Mangurupi paturehon angka guguan dohot ulaon
na ringkot tu Harajaon ni Debata.
Bahasa Indonesia :
Tugas-tugas pokok pelayanan Penetua
adalah sebagai berikut :
1. Mereka adalah pelayan jemaat untuk mengamati
anggota-anggota jemaat yang dipercayakan kepada mereka dan meneliti
perilakunya. Apabila mereka mengetahui seseorang tidak berperangai yang baik,
dia harus sitegor dan diberitahukan kepada guru jemaat dan kepada pendeta untuk
dinasehati.
2. Mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah
dan meneliti alasan-alasan orang-orang yang tidak mengikutinya.
3. Mengajak para anak sekolah untuk rajin bersekolah.
4. Mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan
sesesuai kemampuannya, namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan
Firman Allah dan mendoakannya.
5. Menghibur orang yang berdukacita, merawat
orang yang susah dan orang miskin.
6. Membimbing penyembah berhala, orang sesat,
supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus.
7. Membantu pengumpulan dana dan tugas pelayanan
Kerajaan Allah.
JABATAN (Tohonan) SINTUA (Majelis)
DI HKBP
AWAL MUNCULNYA JABATAN SINTUA DI
HKBP
Selayang Pandang tentang Struktur
Kehidupan Masyarakat Batak
Setiap kampung mempunyai pemimpin
yang disebut “raja huta”. Raja huta ini adalah orang yang memprakarsai
pembukaan ”huta” yang baru dan dia disebut juga sebagai ”sipungka huta”
atau ”sisuan bulu”. Gelar ”sisuan bulu” disebut karena setiap kampung
baru diawali dengan menanam bambu disekitar kampung sebagai pagar atau benteng
kampung. Raja huta ini bukan merupakan penguasa tunggal dan tertinggi tetapi
dalam penyelenggaraan kepemimpinan teritorial dan pemerintahan dia bersama
dengan sejumlah ”pangitua ni huta” (sesepuh atau pemuka masyarakat) sehingga
kepemimpinan huta bersifat kolektif bukan partial. Struktur ini jugalah yang
mempengaruhi kehidupan bergereja orang Batak.
Secara tradisional orang Batak sudah
mengenal jabatan “pangituai ni huta” yang kemudian mempengaruhi
pengertian jabatan “sintua” di dalam gereja. Seorang yang memangku
jabatan “pangituai ni huta” adalah orang yang dianggap mempunyai “sahala”
(wibawa, kuasa, kemahiran, kemewahan) dan itu ditentukan jikalau dia sanggup
membangun kampung baru, menang berjudi, menang berperang atau berperkara, mahir
bersoal jawab. Hal ini mempengaruhi jabatan “parhalado” sebagai sebutan kepada
yang menyandang “tohonan”, “sahala” di gereja HKBP. Dalam
pengertiannya “parhalado” itu berasal dari kata “halado” yang berarti melayani,
mengurusi, menunggui”.
Dalam dasawarsa pertama tugas
seorang sintua sangat berat membantu missionaris, tetapi dengan semakin
mantapnya kekuasaan-kekuasaan kolonial maka jabatan itu menjadi suatu ”jabatan
yang disukai” karena pada umunya diakui sebagai orang-orang terhormat dan
dibebaskan dari kewajiban rodi oleh pemerintahan kolonial (bebas pajak). Dan
inilah salah satu alasan atau motif terkuat bagi banyak orang Batak mau menjadi
sintua. Pada mulanya para penatua jemaat diangkat untuk dua tahun dan dalam
perkembangan selanjutnya jabatan penatua menjadi kedudukan seumur hidup
Sintua Pada Masa Nommensen
Setelah Nomensen tiba di Barus dia
langsung mencari orang yang bersedia membantunya melakukan tugasnya. Pertama,
dia memerlukan seorang yang dapat membantunya dalam hal bahasa, aturan dan
hukum adapt istiadat dan soal-soal kebiasaan di tempat baru. Semua tenaga yang
dapat diaktifkan diikut-sertakan dalam pekerjaan jemaat dan orang-orang yang
paling terpercaya di antara mereka diteguhkan menjadi sintua Nommensen menunjuk
dalam jemaatnya yang pertama empat orang sebagai sebagai penatua untuk membantu
dalam penggembalaan, perawatan orang sakit dan dalam pelayanan pemberitaan
firman. Para penatua itu memenuhi tugasnya secara sukarela tanpa imbalan
materil.
A. Tugas Sintua Pada Masa Nommensen
Dengan sendirinya timbul pertanyaan,
apakah sebenarnya tugas kewajiban seorang penatua? Setelah Nomensen selesai
menyusun sebuah buku peraturan dengan pedoman-pedomannya untuk jemaat-jemaat
yang baru didirikan, dia menugaskan para penatua untuk mengamati tingkah laku
setiap anggota supaya mereka benar-benar melaksanakan tata kehidupan Kristen
sesuai dengan ketentuan yang diaturkan. Dalam hal ini dapat dikatakan para
penatua bertugas sebagai kepala puak di kampungnya. Mereka bertugas untuk:
- Membimbing orang-orang yang mau menjadi Kristen, supaya mereka benar-benar sadar bahwa dia harus tunduk kepada peraturan gereja selama hidupnya dan bahwa hukum ke-kristenan itu jauh berbeda dari hukum-hukum agama suku.
- Mereka harus mengawasi supaya kebaktian-kebaktian rumah tangga yang sudah ditetapkan berlangsung dengan baik
- Mereka juga harus mengusahakan supaya semua orang yang menderita sakit dan tidak mencari pertolongan kepada datu mendapat perawatan dan obat-obatan
- Mereka harus mengamati supaya para wanita tidak menjungjung keranjang atau beban di atas kepala, pergi ke ladang atau sawah pada hari- hari Minggu.
- Mereka bertugas untuk memberi pertolongan dan penghiburan kepada orang-orang yang tidak berhasil atau menganggap dirinya gagal menjadi orang Kristen.
- Pada waktu kebaktian berlangsung para penatua duduk di depan menghadap jemaat supaya mereka dapat melihat siapa-siapa yang hadir dan tidak hadir
- Setiap kejadian yang mengganggu kebaktian dapat mereka lihat dan jauhkan dari ruang kebaktian.
- Mereka juga harus menjaga supaya anak-anak yang menangis, tanpa mengganggu orang lain dibawa ke luar rumah kebaktian.
- Dalam kebaktian gereja-gereja lain para penatua duduk diantara pengunjung secara terpencar, namun demikian merekapun bertugas mengamati supaya kebaktian berlangsung dengan baik dan tertib.
Sekali dalam seminggu, semua para
penatua akan berkumpul di rumah pendeta atau missionaris untuk membicarakan
pekerjaan mereka dalam minggu yang lampau dan untuk megadakan rencana kerja
untuk Minggu berikutnya. Dalam kesempatan itu jugalah para penatua dapat
meminta petunjuk dan penjelasan tentang kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi
dalam pekerjaan mereka. Selain itu dalam pertemuan mingguan itu juga dibahas
beberapa bagian dari Alkitab. Pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembahasan
itu harus mereka beritahukan kepada orang-orang di desa atau sektor
masing-masing. Oleh karena pendeta atau Missionaris tidak akan mampu
mengunjungi sendiri semua orang sakit mengingat pelayanan-pelayanan lainnya,
para penatualah yang disuruh mengadakan kunjungan untuk memperoleh data serta
gambaran tentang keadaan norang sakit itu untuk disampaikan kemudian kepada
missionaris untuk mendapatkan petunjuk mengenai cara pengobatannya. Untuk para
penatua sendiri, kunjungan kepada orang sakit itu akan memberi peluang untuk
melakukan tugas perawatan rohani, tidak hanya kepada orang sakit itu sendiri,
tetapi juga terhadap anggota keluarga dan sahabat yang hadir di sana. Hidup
kerohanian jemaat benar-benar diperhatikan, di jaga oleh para penatua supaya
mereka jangan menyembah begu atau datu.
Dengan uraian ini jelaslah apa yang
diharapkan Nomensen dari para penatua angkatan pertama yaitu supaya mereka
menjadi teman sekerjanya untuk mengerjakan tugas-tugas misi dalam soal
perawatan orang sakit dan pelayanan pastoral. Dengan demikian kedudukan penatua
dalam pelayanan sangat berarti dalam melaksanakan pelayanan kerohanian anggota
jemaat.
Biasanya pada hari Sabtu atau Minggu
pagi bila di jemaatnya belum diadakan pertemuan penatua, para penatua pergi ke
tempat missionaris untuk melaporkan jalannya pelayanan serta hal-hal yang
terjadi di desa atau daerah masing-masing seperti kematian, kelahiran dan
soal-soal lain untuk diberitakan dalam berita jemaat pada hari Minggu. Pada
hari itu para penatua sama sekali tidak mengurus atau pekerjaan sehari-hari
mereka sendeiri.
B. Pemberdayaan Sintua Pada Masa
Nommensen
Kendati sudah banyak tugas-tugas
yang disebut sebagai tugas penatua, daftar tugas-tugas itu belum seluruhnya
disebut. Kunjungan rumah tangga adalah salah satu pelayanan yang dilaksanakan
dengan metode berpasangan.
- Pasangan yang pertama diutus untuk mengunjungi kepala kampung, kepala suku dan penatua yang sudah beberapa waktu tidak datang ke gereja.
- Pasangan kedua ditugaskan untuk menemui ibu-ibu dan bila perlu memberi peringatan yang keras kepada bagi mereka yang sering melakukan pekerjaan di sawah atau ladang pada hari Minggu
- Pasangan ketiga diutus untuk menjumpai para pemuda yang menjauhi kebaktian karena merasa takut atau malu atas perbuatan mereka sebagai penjudi, pemaok. Mereka harus ditegur dan dinasihati.
- Sepasang penatua lain akan mengunjungi gadis-gadis supaya mereka tidak menyianyiakan kesempatan yang tersedia untuk mengejar pengetahuan.
- Para pedagang juga mendapat giliran untuk dikunjungi memberi peringatan atau nasihat supaya pada hari-hari Minggu mereka tidak berjualan dan sekali-kali jangan memamerkan barang dagangan mereka.
Berkunjung secara berpasangan ini
mulai disusun tahun 1908. Dengan demikian penatua merupakan pembantu yang
sangat dibutuhkan dalam pelayanan jemaat. Mereka menyebut mereka sebagai
”tentara keselamatan”. Salah satu tugas ”tentara keselamatan” yang perlu
dikemukan di sini ialah mengumpulkan sumbangan atau guguan.
Pada waktu para misionaris menyusun
pedoman dan ketentuan yang diuraikan di atas, para penatua masih tetap berada
dalam suatu zaman di mana mereka dapat meluangkan waktu yang cukup banyak untuk
mengikuti kursus dan pembahasan Alkitab.
Jabatan Penatua di dalam Alkitab
Di dalam Perjanjian Lama dapat
dibaca mengani para “tua-tua” yaitu mengenai orang-orang yang dihormati dan
berwibawa, yang mempunyai suara menentukan dalam berbagai perkara. Pada zaman
Musa para tua-tua Israel mempunyai fungsi resmi sebagai wakil-wakil rakyat. Di
samping itu di dalam PL kita temukan tiga macam tua-tua: Para tua-tua yang
bertindak selaku wakil-wakil seluruh bangsa itu (Kel 3:16); para tua-tua suatu
suku selaku wakil-wakil suku (Hak 11:15); para tua-tua kota sebagai
pemuka-pemuka kota (Hak 8: 14).
Di dalam Perjanjian Baru bahasa
Batak ditemukan ”sintua” sebagai terjemahan ”presbyter” istilah teknis untuk
pemangku jabatan tua-tua jemaat. Disamping “presbyter” juga ada istilah
“episkopos” yang diterjemahkan dengan “penilik”. Pada intinya tugas dan
kewajibannya sama, (1Tim 5:17,19; Titus1:5). Di dalam Yakobus 5: 14
diuraikan tugas seorang presbyter yaitu mengunjungi orang sakit, berdoa bersama
juga memperdulikan, mengindahkan atau memelihara (Kis 20:28). Sifat jabatan
ditentukan oleh pola hidup Yesus, yaitu melayani, sama seperti Yesus telah
datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan memberikan jiwanya (Mark
10:45). Menjadi penatua gereja artinya dipanggil untuk melayani dan itulah
sebabnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh Jemaat disebut ”pelayanan” tidak
berdasar atas kebaikan atau prestasi diri mereka yang memangkunya. Hal ini juga
disampaikan oleh Abineno bahwa jabatan dalam gereja berbeda dengan jabatan
dalam negara: ”jabatan dalam gereja lain sekali artinya daripada jabatan
negara. Ia bukan derajat dan bukan pangkat. Ia adalah nama yang kita pakai
untuk menyebut anggota-anggota jemaat yang mendapat tugas untuk melayani di
dalam jemaat. Sebab itu kata ”jabatan” lebih tepat dengan kata ”pelayaan”
Pada hakikatnya Nomensen mengangkat
penatua adalah untuk membantu pelaksanaan pelayanan Pekabaran Injil
melaksanakan perkunjungan dan melakukan perawatan kepada orang sakit. Di dalam
pelayanan gereja setiap hari Minggu tugas parhalado membantu terlaksananya
kebaktian yang tenang jauh dari gangguan atau keributan. Demikian juga
mengupayakan pelayanan yang berorientasi berbasis jemaat melalui perkunjungan
menasihati, menegor dan meneguhkan iman warga jemaat wilayah bila ada perbuatan
yang menyimpang dari nilai kehidupan sebagai orang kristen dan bila ada
kesusahan warga jemaat.
: Dikutip dari Catt CPdt AP Siahaan & Charles MP Sitompul dan Berbagai Sumber dan Referensi Lainya