Friday, 8 November 2013

MAKNA PESTA GOTILON


Gotilon

Oleh : Pdt Henri Butarbutar

SILUA

"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi"
(Mazmur  50:14)
Apa sih Pesta Gotilon? Pertanyaan yang sederhana namun cukup sulit untuk memahaminya. Menurut Kamus Batak Toba Indonesia, gotilon berarti musim menuai atau masa panen. Gotilon diadopsi dari tradisi Jahudi akan Pesta Hari Raya Pondok Daun atau Pesta hari pengumpulan hasil panen (bnd. Keluaran 23 : 16 – 17; Imamat 23 : 33 – 36; Ulangan 16 : 13 - 15 ). Pesta ini dimaknai sebagai ungkapan syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan yang senantiasa memelihara kehidupan umat-Nya. Pada acara ini salah satu unsur yang penting untuk dilaksanakan adalah dengan membawa Persembahan (Silua) berupa hasil panen pertama (buah sulung) dari hasil pekerjaan yang dilakukan. Persembahan itu dibawa ke dalam pelataran Bait Allah sebagai pertanda kehadiran Allah di dunia. Persembahan yang dikumpulkan akan dipergunakan bagi suku Lewi sebagai suku yang dikhususkan untuk melayani Tuhan, dan juga dipergunakan untuk pelayanan kepada orang-orang marjinal (miskin) seperti : budak, para janda/duda serta yatim piatu.
Dasar teologis membawa persembahan (silua) kehadapan Allah adalah mengingat Umat Israel yang berada di situasi yang penuh penderitaan dan kelaparan karena diperbudak di Mesir. Akhirnya Allah bertindak untuk menyelamatkan mereka dan membawa ke tanah perjanjian yang penuh dengan susu, madu, tanah yang subur. “Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan diam di sana. Maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh Tuhan Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih Tuhan Allahmu untuk membuat namaNya diam di sana”. (Ulangan 26 : 1 – 2).
Tradisi pesta Gotilon Huria yang dilaksanakan oleh Gereja HKBP adalah kesadaran akan berbagai pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna semata-mata bersumber dari Tuhan. Tuhan  memberkati manusia senantiasa walaupun pemberontakkan terus ada di dalam hidup kita. Tuhan tidak pernah menghambati akan berkat yang dicurahkan bagi manusia, cahaya sinar pagi di ufuk timur, hujan dan panas yang silih berganti dan banyak lagi. Dengan dasar itulah kita disadarkan untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan. Di dalam iman Kristen, persembahan tidak harus dimaknai sebuah kewajiban, sebab berkonotasi tuntutan legal. Artinya bila dilakukan atau tidak dilakukan akan berdampak yang baik dan yang tidak baik. Justru Sebaliknya, persembahan lebih merupakan wujud/ekspresi dari hati yang bersyukur atas kasih Allah yang melimpah. Dengan kata lain, kita memberi karena Allah sudah terlebih dahulu memberi kepada kita. Segala yang kita miliki menjadi cerminan untuk memberi ; baik nafas hidup, kesehatan dan rejeki.
Adapun yang kita bawa kepada Tuhan sebagai persembahan (Silua) tidak lagi melulu hasil panen dari tanah  sebagai mana persembahan jaman dahulu yang hidup sebagai masyarakat agraris (pertanian). Di masa kini telah terjadi pergeseran demografi (tempat) dan wilayah pekerjaan, dari desa menjadi semi kota dan dari semi kota menjadi kota besar (modern). Mereka tidak lagi bersandar pada pertanian atau perkebunan melainkan bergeser pada dunia jasa dan industri. Itu sebabnya persembahan (Silua) tidak lagi berfokuskan hasil pertanian dan perkebunan tapi telah berubah dengan mempersembahkan benda/barang (parsel) atau uang. Umumnya masyarakat di perkotaan mempersembahkan uang sebagai Silua Pada puncak acara gotilon uang itu dibawa di atas piring atau dilekatkan di bambu- bambu layaknya seperti pohon yang berdaun uang.  
            Pesta Gotilon merupakan kesempatan yang baik bagi setiap warga jemaat untuk menyatakan rasa syukur atas berkat yang diterima dari Tuhan.  Dalam tradisi Batak, Silua atau persembahan dilakukan dengan menganut falsafah hidup “Lebih baik memberi daripada menerima”. Itu sebabnya di orang Batak dulu sangat terpelihara budaya “Marsiadap ari” saling membantu tanpa harus menerima imbalan atau upah. Tuhan telah memberikan hari (waktu), matahari, hujan dan segalanya untuk menjadikan segala sesuatu sesuai dengan kehendakNya. Tuhan juga memberikan kemampuan/talenta bagi manusia untuk memenuhi segala kehidupannya walaupun pada akhirnya Tuhan-lah yang menjadikanNya sesuai dengan Nyanyian BE.No.373 : 1 “Mangula hita jolma”
Mangula hita jolma, manabur boni i, alai anggo jadina di Debata do i
Dilehon las ni ari, nang nambur udan pe, tongtong di panumpakna marguru sasude
Nasa uli basa ro sian Debata, ipe Ibana puji ma, huhut haposi da.
            Marilah kita berlomba-lomba untuk melakukan yang baik dengan memberikan Silua/persembahan tanpa dengan sungut-sungut namun dengan penuh sukacita sebagai tanda syukur kita kepada Tuhan. Dan berikanlah yang terbaik serta yang paling berharga kepada Tuhan seperti nyanyian terakhir ibadah minggu : Tuhan karuniaMu, Roh dan Jiwaku semua; Nyawa juga hidupku, harta milikku semua; kuserahkan padaMu, untuk selama-lamanya. Amen                                                                                                   
           

No comments:

Post a Comment