Oleh : Budianto Sianturi
GURU ; Garam Untuk Rakyat Umum
Arti penting dan Mulianya
pendidikan, harus memperkuat akses layanan pendidikan untuk tahun 2045 .
Merekalah yang akan memmpin bangsa ini, Memberikan Pelayanan pendidikan sedini
mungkin . Demikian kata sambutan Menteri Pendidikan yang dibacakan Kepala
Sekolah SD HKBP Maranatha Wahidin Baru Rusmina Sagala S.Pd Hari Guru yang
diperingati setiap tahun pada tanggal 25 November mempunyai dua makna. Pertama
merupakan pengakuan terhadap profesionalisme guru. Kedua merupakan refleksi
terhadap apa yang telah dicapai oleh organisasi guru dan individu guru dalam
menjalankan tugasnya, sekaligus merupakan “antisipasi” terhadap langkah yang
harus diambil bagi guru dan organisasi guru untuk menegaskan prefisionalisme
guru ke depan.. Guru Harus mampu mengembangkan Motivasi, inovatif dan kode etik
yang harus di junjung tinggi.
Dalam perspektif pedagogis guru
merupakan suatu konsep yang menggambarkan sosok pribadi mulia yang menjalankan
peran mengajar. Dalam tulisan ini mengajar mempunyai dua arti yaitu
transferring dan transforming. Mengajar dalam arti transferring yaitu
“memindahkan” informasi yang disebut ilmu pengetahuan kepada para siswa yang diajarnya,
sedangkan mengajar dalam arti transforming yaitu menamkan nilai budaya positif
kepada para siswa yang diajarnya. Dalam menjalankan peran kedua, guru tidak
hanya mengajarkan tetapi sekaligus menjadi suri tauladan bagi siswanya. Kedua
peran ini diekspresikan secara puitik dalam lirik Hymne Guru sebagai berikut:
“Engkau
sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan”
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan”
Tentunya saja kita tidak bisa,
atau bahkan tidak berhak, menilai bahwa peran transfering lebih penting
daripada peran transforming, atau sebaliknya peran transforming lebih
penting daripada peran trasnfering. Keduanya mempunyai peran yang setara karena
membentuk keseimbangan antara kompetensi nalar dan kompetensi kepribadian bagi
para siswa. Keduanya terangkum dalam hasil pendidikan yang sekarang ini menjadi
topik pembicaraan yaitu siswa berkarakter.
Dalam konotasi guru seperti yang
diketengahkan di atas, maka sosok guru tidak hanya berarti figur yang berdiri
di depan ruang kelas dalam suatau lembaga yang disebut dengan sekolah, tetapi
juga mereka yang melakukan fungsi mengajar meskipun tidak berada di dalam
gedung sekolah. Mereka adalah tutor yang bertugas mengajar anak-anak yang
terdaftar pada Kelompok Belajar (Kejar) Paket A dan B. Mereka yang mengajar
anak-anak jalanan juga berhak mendapat predikat sebagai guru meskipun mereka
melaksanakan tugas mengajarnya di bawah kolong jembatan. Predikat guru juga
berhak disandang oleh mereka yang mengajar anak-anak dengan berkebutuhan
khusus.
Perbedaan konteks tempat
mengajar tidak membedakan predikat mereka sebagai guru. Hal ini lain menjadikan
mereka sama-sama berhak menyandang predikat sebagai guru karena dua faktor
yaitu dedikasi dan profesionalisme. Dedikasi tidak hanya diukur dengan waktu
yang dicurahkan untuk mengajar, tetapi pada kesetiaan mereka untuk melakukan
peran mengajar.
Profesionalisme secara
epistimologis berarti melakukan pekerjaan sesuai dengan kriteria professi.
Profesionalisme guru adalah kompentensi untuk melakukan tugas mengajar secara
efektif. Dalam melakukan tugasnya guru tidak boleh membedakan siswa berdasarkan
agama, suku bangsa, dan latar belakang ekonomi orangtua. Namun demikian
membedakan berdasarkan minat dan bakat siswa merupakan keniscayaan bagi seorang
guru untuk melakukan tugas mengajarnya. Membedakan berdasarkan minat dan
bakat tidak dianggap sebagai tindakan diskrimantif.
Profesionalisme jabatan guru
tidak bersifat statis, tetapi dinamis. Implikasi dari hal ini adalah guru perlu
senantiasa meningkatkan kompetensinya. Untuk menjaga profesonalisme,
setiap guru harus selalu mengembangkan kompetensinya. Kapan harus berhenti
meningkatkan kompetensinya?. Pada saat tidak lagi menjadi guru. Pada dasarnya
peningkatan kompetensi tidak ada batasnya, sepanjang masih menjadi guru, selama
itu kompetensi perlu terus ditingkatkan.
Jika kita menyimak media massa,
terutama media cetak banyak sekali kritik dilontarkan kepada guru. Dari sudut
pandang positive thinking, lontaran kritik tersebut bukan bersifat
pribadi dan bukan ungkapan rasa benci, tetapi sebaliknya justru karena
penghargaan terhadap profesi guru. Anggota masyarakat justru merasa bahwa peran
guru yang sangat startegis untuk menghantarkan generasi sekarang ke masa depan
bangsa yang lebih cermerlang.
Tahun 2045 merupakan tonggak
sejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tahun itu, bangsa Indonesia tidak hanya
merayakan 100 tahun terbebas dari penjajahan, tetapi Bangsa Indonesia juga
dengan lantang menyatakan kemandiriannya baik secara ekonomi maupun politik.
Generasi yang sekarang, terutama yang berada pada jenjang pendidikan dasar,
akan menjadi generasi yang memimpin pada tahun 2045. Mereka menanti uluran
tangan guru profesional untuk berdiri tegak sejajar dengan bangsa lain.
GURU
; Gagasan, Usaha, Rasa dan Usaha
Peringatan
hari guru yang jatuh pada tanggal 25 Nopember bisa dijadikan memontum untuk
merefleksi apa yang telah dilakukan para guru ataupun para calon guru selama
ini. Guru yang dalam bahasa jawa bisa difilosofiskan sebagai seorang yang bisa
digugu dan ditiru yang maksudnya dipercaya, dianut dan ditauladani. Maka timbul
pertanyaan sudahkah sebagai seorang guru ataupun calon guru saat ini tutur kata
atau sikap sudah bisa dipercaya, dianut dan ditauladani?
Ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani yang artinya di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat,
di belakang memberi dorongan adalah sebuah kalimat yang dicetuskan Ki Hajar
Dewantara bapak pendidikan Indonesia. Kalimat tersebut memang seharusnya
menjiwai semangat mengajar dan mendidik para guru pada era sekarang.
GURU
itu sendiri yaitu gagasan, usaha, rasa dan utama. Sebagai sorang guru harus
dipenuhi dengan gagasan atau ide kreatif untuk menjadikan peserta didiknya
lebih berkembang. Ide tersebut harus disertai dengan usaha yang maksimum untuk
mewujudkannya. Ide dan usaha tersebut harus dilandasi dengan rasa atau empati
sehingga ilmu yang dimiliki akan mengarah ke jalan yang positif. Kalau
ketiganya sudah berjalan dengan baik maka keutamaan yang akan didapat.
Terimakasih
Untuk Para Ibu Guru ku yang telah mengajar kami, DI Sekolah , Di Gereja
Puisi ; Oh Guruku
Guruku……..
Sosokmu begitu bijaksana bagiku Kesederhanaanmu membuatku mengerti Dedikasimu
begitu tinggi Rasa kasih sayangmu begitu besar Oh guruku……………………
Sikapmu………………………………. Ucapanmu…………………………………… Sapamu………………………………………………… Canda
tawamu……………………………………… Senyumanmu………………………………………… Selalu menjadikan aku semangat
untuk maju Terima kasih wahai engkau guruku Engkau tlah relakan waktu dan
tenagamu untukku Engkau mengajari ku dengan ikhlas Terima kasih
…………………………………………………… Sujudku mohon maaf dan do’amu
Terimakasih
Untuk Guru guruku : Dari SD –SMP-SMA-PERGURUAN TINGGI
HIMNE GURU
Terpujilah wahai Ibu
Bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
S'bagai prasasti terimakasihku 'ntuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
S'bagai prasasti terimakasihku 'ntuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa
No comments:
Post a Comment