Thursday 30 January 2014

Khotbah Minggu IV Setelah Ephipanias , Mika 6:1-8, 2 Februari 2014

Renungan Minggu IV Dung Ephipanias: Ev. Mikha 6:1-8
Oleh : Sabar Siahaan





Nas ini adalah gambaran pengadilan Tuhan terhadap umat-Nya. Dimulai dengan seruan Tuhan pada orang-orang untuk mendengar perkataan-Nya serta mempersiapkan pembelaan mereka terhadap tuduhan yang akan disampaikan (ayat 1-2). Mikha menggambarkan gunung-gunung Israel, saksi-saksi abadi sejarah penebusan umat Tuhan, sebagai hakim-hakim yang akan mendengarkan pengaduan Tuhan melawan Israel. Tuhan mengingatkan mereka betapa Ia telah membela, menolong, dan melindungi umat-Nya. Ia tidak pernah membebani atau melakukan kejahatan kepada orang Israel. Pertanyaan Tuhan kepada umat-Nya dapat diungkapkan bahwaTuhan akan mengangkat seluruh beban umat-Nya, sebab Ia yang membebaskan, membimbing, melindungi, dan mengajar umat-Nya. Itulah yang dilakukan Tuhan terhadap Israel. Tuhan telah menebus Israel dari tanah perbudakan. Ia telah memberikan kepada mereka pemimpin besar seperti Musa, Harun, dan Miryam. Ia juga telah melindungi mereka dari serangan musuh-musuhnya dan menuntun mereka melewati padang belantara menuju tanah perjanjian (ayat 3-5).
Tidak dapatkah mereka belajar dari pengalaman itu tentang keadilan Tuhan! Jalan manusia bisa saja bengkok, namun dalam sejarah manusia, TUHAN menunjukkan kesetiaan perjanjian-Nya dalam jalan-Nya yang "lurus". Karya itu disebut "adil" oleh karena dilakukan Tuhan berdasarkan perjanjian dengan umat-Nya. Perjanjian itu sendiri berdasarkan prakarsa Tuhan sendiri, sehingga perbuatan “keadilan" itu merupakan kasih karunia belaka.

Apa yang Tuhan tuntut dari umat-Nya! Mikha berperan sebagai Israel, menggunakan sebuah sindiran untuk menyimpulkan apa yang Israel rela lakukan bagi-Nya yaitu korban bakaran, ribuan domba jantan, bahkan seperti pengikut agama-agama kafir mereka rela mempersembahkan anak-anak sulung mereka. Mereka menawarkan persembahan korban sebagai keinginan untuk berdamai dengan Tuhan (ayat 6-7), yaitu sebagai pengganti dosa mereka.

Bangsa Israel meresponi kasih Tuhan dengan melakukan agama lahiriah dan ritual agama yang kosong. Tetapi, Mikha menjawab mereka bahwa Tuhan tidak menuntut anak-anak mereka untuk dipersembahkan. Tuhan sudah memberitahukan kepada umat-Nya apa yang baik yang Ia kehendaki, yaitu berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan -Nya (ayat 8). Kebajikan itu bukan suatu pandangan hidup belaka, namun merupakan nilai-nilai moral yang praktis. Sebab Tuhan menginginkan kita bertidak, yaitu dengan berlaku adil; mengasihi, yaitu mencintai kesetiaan; dan kerja sama, yaitu hidup dengan rendah hati di hadapan Tuhan.

Sangat kontras bila dibandingkan dengan berhala-berhala yang disembah orang Israel, yang menuntut korban persembahan yang sangat mahal, yaitu anak-anak mereka. Tetapi yang Tuhan minta adalah ketaatan dan kerendahan hati dihadapanNya. Sesuatu yang memberikan dampak yang baik bagi hidup bangsa Israel sendiri, tetapi yang malah tidak mereka lakukan.
Kita sama seperti umat Israel, yang tidak mampu untuk memilih ketaatan dan kebenaran, yaitu dengan berlaku adil, setia dan rendah hati, sekalipun kita telah menerima berkat Tuhan sedemikian banyak. Kenapa? Karena kita semua sudah jatuh ke dalam dosa. Dosa identik dengan kematian (Rm 6:23). Orang mati tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Jadi, harus Tuhan sendiri yang datang menyelamatkan, barulah kita bisa memiliki kemampuan untuk taat kepada-Nya.

Sama seperti bagi orang Israel, akan datang waktunya bagi kita untuk duduk di kursi pengadilan Tuhan dan mendengarkan dakwaan atas dosa yang telah kita lakukan. Kabar baiknya adalah Yesus sudah datang sebagai Pembela. Ia menanggung hukuman atas dosa kita. Karena, kematian Yesus di kayu salib telah menghapus kewajiban mempersembahkan korban sembelihan.

Kita beriman kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dengan menghadiri kebaktian di gereja dengan setia, memberi persembahan, membaca Alkitab, dan berdoa. Tetapi kita juga harus waspada agar kegiatan yang baik ini tidak merosot menjadi kebiasaan belaka, namun kegiatan beragama itu harus disertai dengan cara hidup yang ditandai dengan keadilan, kesetiaan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan.

Tuhan menginginkan kita meresponi-Nya dengan melakukan tiga kebajikan, yaitu :
1. Berlaku adil meliputi keadilan dalam berhubungan dengan sesama. Ada sesuatu dalam diri kita yang merindukan keadilan bagi orang lain serta bagi diri kita sendiri. Namun hanya ada satu aspek keadilan yang sepenuhnya berada di bawah kendali kita, yakni perlakuan kita terhadap orang lain. Sehingga, sebagai orang Kristen, kita mempunyai slogan hidup , yaitu “biarlah keadilan kutegakkan” dan bukannya menuntut “tegakkan keadilan bagiku”.
2. Mencintai kesetiaan adalah mengasihi dan memotivasi seseorang untuk memperhatikan kebutuhan orang lain dan menolongnya, sebab orang-orang yang berjalan di jalan Tuhan, tidak menutup mata akan kebutuhan orang lain.
3. Kerendahan hati di hadapan-Nya berarti senantiasa menyerahkan kehendaknya dengan sukacita dibawah kehendak Tuhan. Kita harus menjadi orang yang hidup dengan rendah hati di hadapan Tuhan, yang rindu menunjukkan kesetiaan, dan menegakkan keadilan demi Tuhan. Sebab, ada orang mencoba menjadi baik tanpa mengenal Tuhan. Tetapi juga tidak benar bila kita berkata bahwa kita mengenal Tuhan, padahal kita tidak berbuat baik. Jadi, kita bebuat baik, karena kita sudah menerima kebaikan Tuhan.

No comments:

Post a Comment