Tuesday, 20 May 2014

RENUNGAN JANGAN LAH KAMU TAKUT 1 PETRUS 3:13-22



JANGAN TAKUT

1 Petrus 3:13-22
NAS
3:13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?
3:14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.
3:15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,
3:16 dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
3:17 Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.
3:18 Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,
3:19 dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara,
3:20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.
3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah -- oleh kebangkitan Yesus Kristus,
3:22 yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya. AMIN
Berjuang dengan iman membutuhkan ketekunan dan ketaatan. Namun haruslah kita sadar bahwa hidup itu sarat dengan tantangan, pergumulan dan penderitaan. Portibion gok hasusan nang parungkiolon. Mengikut Yesus berarti harus siap menerima kenyataan ditolak, dihina, diludahi, difitnah dan dikhianati, sebagaimana yang Yesus telah mengalaminya. Konsep menderita karena kebenaran berita injil Kristus adalah landasan untuk menikmati kebahagiaan yang sejati. Yesus Kristus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada seorang pun yang sampai kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Yesus adalah kebenaran dan hidup tapi sungguh ironis harus mengalami penderitaan; lahir dikandang yang hina, ditolak dalam pergaulam masyarakat Nazaret, dijual dan dikhianati oleh muridNya, diperlakukan secara tidak adil oleh Pilatus dan klimaksnya harus disalib diantara para penjahat. Sungguh tragis dan menyedihkan perlakuan yang tidak pantas harus diterima dan dialami oleh Yesus. Dan tanpa sadar kadang kala kita mulai menerima perlakuan yang tidak wajar dan tidak pantas oleh sesama manusia; baik dalam hubungan dengan keluarga, jemaat dan masyarakat. Demonstrasi yang sering terjadi dimana-mana adalah bentuk pengungkapan jeritan hati yang menderita karena berbagai hal yang terjadi.
Saudara, jika kita mau jujur, bahwa pada umumnya tidak ada seorang pun yang mau menderita. Yang dicari tentu saja yang sebaliknya, yaitu “kebahagiaan”! Itu dapat kita maklumi. Kenapa? Karena bukankan yang namanya “penderitaan” dianggap membawa sengsara? Karenanya, setidaktidaknya  orang pasti akan menghindarinya. Ise hita naolo marsitaonon, ise na olo marungkil pasti alusna dang adong, alai ingkon ro doi ai jambar ni namangoludoi. Kehadirannya memang tidak diharapkan. Bukankah dalam doa-doa kita juga sering terdengar agar Allah menjauhkan kita dari yang namanya penderitaan? Agar terhindar dari sakit, marabahaya, kesulitan, dst...?!

Penderitaan, bukanlah sesuatu yang nyaman. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Terhadapnya, komentar kita pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Karena orang selalu berusaha menghindarinya. Ketika sakit misalnya, orang pasti berusaha untuk mengatasinya berapa pun biayanya. Agaknya dalam pandangan umum, penderitaan adalah musuh kehidupan. Orang menderita dipandang tertimpa nasib sial, atau tertimpa hukuman, atau karena dosa.
Bila saat ini kita sedang mengalami proses dari Tuhan jangan sekali-kali mengeluh dan kecewa kepada Tuhan, karena Dia tahu mana yang terbaik bagi kita, Tuhan Yesus berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Inilah maksud Tuhan membersihkan kita supaya kehidupan kita menjadi indah dan menghasilkan buah lebih banyak lagi. Bersyukurlah bila Tuhan masih memproses kita karena berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menerima berkat-berkatNya yang baru. Ada tertulis: "Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu,sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula." (Markus 2:22).
Rasul Petrus melalui nas minggu ini menekankan kembali kerelaan Kristus untuk menderita bagi kita yang berdosa, dan kemenangan-Nya itu menjadi dasar dan kekuatan bagi orang Kristen yang menderita bagi-Nya. Kita diselamatkan untuk menerima panggilan tugas dengan meninggalkan semua keinginan nafsu jahat dan melakukan perbuatan baik. Ada banyak dasar membuat manusia berdosa, akan tetapi penderitaan karena Kristus dan kebenaran-Nya itu sangat menyenangkan bagi Allah terlebih melalui hati nurani yang murni. Melalui nas minggu ini kita juga diberikan pengajaran tentang kesiapan kita dalam memberi pertanggungjawaban baik kepada Allah maupun sesama manusia, melalui beberapa pokok pemikiran dan teladan sebagai berikut.
Menderita karena kebenaran (ayat 12-15a) Marsitaonon ala ni hasintongan
Ada peribahasa Indonesia yang cukup dikenal mengatakan, “Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.” Makna dari peribahasa ini adalah: nasib buruk tidak dapat dihindarkan, akan tetapi nasib baik juga tak dapat dicari-cari. Kehidupan yang ada di depan kita semua adalah rahasia Tuhan; kemalangan atau keuntungan bisa datang secara tidak terduga tanpa disangka-sangka. Istilah kemalangan dan penderitaan bisa sama, tetapi juga bisa berbeda, yakni kemalangan sering diasosiasikan dengan penderitaan yang tidak seharusnya dia tanggung. Kita tahu bahwa penderitaan dalam hal ini bisa berasal dari tiga sumber: Pertama, memang itu sudah menjadi bagian dari kemanusiaan kita (human nature), bahwa kita bisa lelah, ngantuk, lapar dan haus, sakit bahkan renta karena faktor usia. Kedua, penderitaan oleh karena perbuatan atau ulah kita sendiri. Seseorang yang boros, keuangan lebih besar pasak dari tiang, maka suatu saat ia pasti menderita karena hutang. Seseorang yang tidak banyak beraktifitas fisik atau berolah-raga tetapi makan banyak dengan cara tidak sehat, maka janganlah heran suatu saat ia akan sakit jantung atau stroke. Semua itu ada sebab akibat, ada causalitasnya, bahkan kadang muncul casus belli atau pemicu sehingga proses penderitaan itu terjadi lebih cepat.
Orang percaya diminta berbuat kebaikan dan jangan dianggap sebagai beban. Nas minggu ini mengatakan kalau kita berbuat baik maka sangat jauh kemungkinan ada yang mau berbuat jahat kepada kita. Kebaikan biasanya berbuah kebaikan. Pohon yang baik juga akan berbuah yang baik. Tetapi faktor ketiga yang menjadi kemungkinan lain dari dua hal di atas, bisa saja penderitaan itu datang karena niat baik yang dijalankan secara salah, timbul salah pengertian, akibatnya muncul pertentangan dan bahkan kekerasan yang berakhir dengan penderitaan. Dari tiga hal di atas, dapat dikatakan bahwa penyebab semua itu adalah manusia itu sendiri, bukan karena kehendak Allah. Adapun faktor keempat yang dinyatakan dalam nas ini adalah ketika kita menjalankan perintah Kristus dalam kehidupan kekristenan kita, dan ternyata datang penderitaan, maka itu adalah kehendak Allah (1Pet 2:19,20; 4:16). Hal yang demikian bisa datang ketika kita memberitakan Injil dengan cara yang bijak, atau mempertahankan iman dan prinsip kebenaran kita sehingga mendapat pengucilan karena tidak mau berkomplot berbuat kejahatan, atau adanya kejadian yang tidak terduga tanpa sebab-musabab yang jelas timbul penderitaan, maka itu semua terjadi adalah misteri dan hikmat Allah. Allah berkehendak. Firman dalam nas ini mengatakan, yang penting janganlah kita menjadi takut dan gentar akan hal itu, sebab semua itu ada dalam kendali Allah dan Ia tidak akan membiarkan kita menjalaninya sendirian dan berputus asa. Kita ingat saja akan perkataan Kristus, "Janganlah kamu khawatir akan apa yang harus kamu katakan, tetapi katakanlah apa yang dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga, sebab bukan kamu yang berkata-kata melainkan Roh Kudus" (Mrk. 13:11). Oleh karena itu, dalam menghadapi penderitaan itu, tetaplah bersandar pada-Nya.
Hal yang utama ditekankan adalah kita harus tetap menguduskan diri dalam pengertian berusaha hidup dalam kebenaran dan jauh dari niat dan perbuatan jahat. Pengudusan itu dimulai dari hati sebab dari hatilah semua bermula. Dengan hidup kudus maka kita memberi apresiasi dan sikap hormat pada Kristus Yesus sebagai Tuhan, “yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” (Tit 2:14). Kita menjaga kehadiran Roh Kudus dalam hati, menjaga hati tidak tercemar. Banyak orang Kristen berpendapat bahwa iman adalah hal personal dan merupakan urusan pribadi masing-masing. Kenyataannya tidak seperti itu. Kita dipanggil untuk memberitakan iman dan pengharapan kita dalam hidup ini. Pertanyaannya: apakah orang lain dapat melihat pengharapan kita dalam Kristus? Bagaimana kita memperlihatkan iman, kasih dan pengharapan itu? Apakah kita siap dalam menceritakan tentang apa yang dilakukan oleh Kristus dalam kehidupan kita? Kita adalah saksi sebenarnya bagi Kristus dan yang menuntun orang lain kepada-Nya. Orang lain menaruh pengharapan pada kita, melihat diri kita sebagai cermin atau Alkitab yang terbuka bagi mereka.
Karya dan teladan Kristus (ayat 15b-18a) Tatiru ma Tuhantai
Sebagai duta Kristus dan buku yang terbuka, kita harus siap sedia pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kita tentang pengharapan pada Kristus. Semua itu dalam sikap kita atas anugerah yang telah diberikan dan panggilan yang dipercayakan pada kita untuk memberitakan Injil dan memuliakan nama-Nya (2Ti 4:17). Memang benar bahwa dalam membagikan iman dan kasih, kita tidak perlu secara heboh bombastis pencitraan atau ingin dipuji, atau bahkan dengan cara menjengkelkan, atau bersikap sombong. Akan tetapi kita harus selalu siap dalam memberi jawaban dengan lembut dan penuh kasih, ketika orang lain melihat dan bertanya tentang iman kita, pengharapan dan kehidupan kita, atau visi kehidupan kristiani kita. Jadi, pertanggungjawaban dalam hal ini bukan hanya kepada Allah saja, tetapi juga kepada sesama kita di dunia, sehingga jangan sampai apa yang kita imani dan katakan ternyata tidak sama dengan sikap dan perbuatan kita (band. Kol 4:6). Artinya, kita NATO (No Action Talk Only), tidak memiliki integritas, yakni satunya perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu yang harus kita perlihatkan adalah sikap hormat dengan hati yang tulus murni. Sikap itu membuat orang lebih mudah percaya akan Kristus. Jangan sampai orang mencemoh apalagi membenci kita yang seharusnya menjadi teladan bagi mereka.
Tentu, dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin tidak dapat menghindari ketika orang lain memfitnah diri kita. Akan tetapi setidaknya kita dapat menghentikan memberi orang lain kesempatan dan amunisi-amunisi peluru untuk menyerang diri kita, melalui tindakan kita yang konyol dan tidak layak. Kita harus memegang prinsip, sepanjang kita melakukan hal dan cara yang benar, tuduhan-tuduhan mereka akan kosong tidak berguna. Kita ingat ketika Tuhan Yesus melalui hidupnya yang saleh, tetap mendapatkan penderitaan. Akan tetapi semua itu akhirnya mempermalukan diri mereka sendiri sebagaimana nas minggu ini menjelaskan. Oleh karena itulah, jauhkan diri kita dari sikap yang mengundang dikritik atau dicela. Kalau pun kita menderita karena Kristus dan kebenaran, penderitaan itu pasti atas seizin Allah untuk maksud dan rencana yang baik, dan itu lebih baik, sebab bukan karena buah perbuatan jahat atau tindakan yang memalukan Kristus dalam hidup kita.
Dengan mengikut teladan Kristus, menjadikan Dia sebagai idola (role model), maka kita memberi kita jalan masuk kepada Allah Bapa dengan tidak rasa takut. Kita nyatakan dengan perbuatan bahwa Ia telah menebus kita dengan tersalib di Golgota dan itu menjadi pengganti diri kita yang layak mati karena dosa dan kejahatan kita. Kita juga dapat melihat bagaimana Kristus yang memperoleh anugerah dari Allah Bapa dengan dibangkitkan, oleh kuasa Roh Kudus, sebab Allah Bapa menjanjikan kemenangan pada Kristus sama seperti janji-Nya kepada kita bahwa kita akan menang kalau setia mengikut Dia. Kita lihat bagaimana Stafanus yang mati dilempari batu oleh orang-orang yang membenci Kristus, akan tetapi ketika ia hendak mati, rohnya melihat Anak Manusia, Yesus Kristus, berdiri di sebelah kanan Allah Bapa menyambutnya, dan itu sungguh merupakan kebanggan bagi kita orang percaya agar bisa sama dengan Stefanus (Kis 7:54-60). Stefanus membuat Tuhan Yesus sebagai teladan dan sumber kekuatannya. Ia sadar dan ingat Yesus telah menderita baginya. Dalam kerangka itulah, penderitaan yang demikian bukanlah hukuman dari Allah, melainkan sebuah kesempatan pengorbanan yang diperkenankan oleh Allah untuk memurnikan iman umat yang dikasihi-Nya (band. 1Pet 1:7-9; Kis 23:1).
Ketiga: Pemberitaan Injil ke dunia orang mati (ayat 18b-20)
Kita tahu bahwa Yesus mati dibunuh dan dibangkitkan pada hari yang ketiga. Akan tetapi ayat 19 pada nas ini yang menyebutkan, Yesus "di dalam Roh Ia memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara", sungguh merupakan kalimat yang susah dipahami. Ahli-ahli teologi sendiri memiliki pendapat yang beragam tentang hal ini. Penafsiran tradisional mengatakan pemberitaan Injil itu dilakukan Yesus sesudah mati disalibkan, yakni masa antara tiga hari sebelum kebangkitan-Nya, Ia turun ke dunia orang mati dan memberitakan kasih karunia kepada roh-roh yang dipenjara di dunia orang mati itu. Hal ini dimungkinkan sebab meski tubuh-Nya mati, Roh Kristus itu tetap hidup dan berkuasa dalam melakukan pemberitaan penebusan bagi mereka yang terlebih dahulu mati (band. Mat 27:52, Ibr 11:39 dst; Ibr 12:23). Ini sejalan juga dengan 1Pet 4:6 yang menyatakan Injil diberitakan kepada orang-orang mati. Memang dalam hal ini ada beberapa pertanyaan tentang kepada siapa Kristus memberitakan keselamatan di dunia orang mati itu: apakah mereka yang belum selamat dan mendapatkan kasih anugerah Allah; atau kepada mereka yang setia pada Allah yang mati pada zaman perjanjian lama dengan hukum Taurat, yakni orang-orang benar yang menanti-nantikan keselamatan melalui Mesias yaitu Yesus sendiri.
Penafsiran lain khususnya ayat 20 mengatakan bahwa Roh Yesus khusus pergi memberitakan kepada mereka yang tertawan dalam dosa (atau ada di neraka) pada zaman Nuh, yakni yang pada saat itu diselamatkan hanya delapan orang saja (Kej 8:1-dab), dan untuk itu Allah tetap menanti dengan sabar. Tafsiran lainnya ialah bahwa Kristus oleh Roh Kudus memberitakan suatu peringatan melalui mulut Nuh (bd. 2Pet 2:5) kepada angkatan Nuh yang tidak taat, dan kini berada di Hades menantikan penghakiman terakhir. Penafsiran ini lebih sesuai dengan pernyataan Rasul Petrus bahwa Roh Kristus berbicara di masa lalu melalui para nabi termasuk Nuh (2Pet 1:20-21). Sementara yang lain mengatakan bahwa Kristus pergi ke dunia alam maut (Hades) secara umum untuk menyatakan kemenangan-Nya sebagai sebuah proklamasi, pemberitaan dan pengumuman umum, dan menyatakan penghukuman final kepada para malaikat-malaikat yang jatuh yang dihukum sejak masa Nuh (2Pet 2:4). Jadi bisa dikatakan semua pemberitaan itu merupakan kesempatan kedua yang belum sempat mendengar penebusan Kristus sebagai anugerah khusus Allah, yang sekaligus Yesus memberitakan kepada mereka kemenangan-Nya atas kematian dan Iblis (ayat 1Pet 3:22). Namun, beberapa penafsir mengatakan bahwa nas ini lebih baik ditafsirkan sesuai dengan konteks kebenaran yang ada pada seluruh Alkitab saja.
Mengingat rumitnya penafsiran itu dan sesuai anjuran terakhir, ada baiknya nas ini ditafsirkan sebagai bukti yang memperlihatkan bahwa Kabar Baik keselamatan dan kemenangan dari Kristus itu tidak terbatas. Kabar baik itu melampaui dunia orang hidup dan dunia orang mati. Melalui nas ini kita menemukan poin penting, yakni:
(1) Allah berbicara. Kita tidak perlu berteka-teki atas apa, di mana, dan bagaimana, namun kita dapat melihat bahwa Allah berbicara kepada dunia orang hidup dan dunia orang mati (band. 1Pet 4:6).
(2) Allah menang. Kemenangan Kristus diwartakan, memperlihatkan kuasa-Nya, pengendalian-Nya, dan penguasaan-Nya atas seluruh ciptaan.
(3) Allah menyelamatkan. Allah berusaha untuk menyelamatkan mereka yang berharap pada-Nya.
Misteri firman ini menceritakan kepada kita, dan itu lebih dari cukup sebagai bagian dari keyakinan (syahadat) iman kita, yang menjadi isi pengakuan iman Rasuli dengan kalimat, "yang turun ke dalam kerajaan maut", dan saat ini duduk di sebelah kanan Allah Bapa (1Pe 3:22) untuk menantikan penghakiman bagi orang yang hidup dan yang mati ( 1Pe 4:5; Ibr 9:27).
Keempat: Diselamatkan oleh hati nurani yang baik (ayat 21-22)
Rasul Petrus berkata bahwa Nuh diselamatkan oleh air (bah) adalah simbol baptisan. Maka bagi kita orang percaya, baptisan air menyelamatkan itu pengertiannya melalui baptisan kita ungkapan pertobatan dan komitmen hidup baru, sekaligus iman kita bersandar kepada Kristus yang kita jadikan sebagai Juruselamat dan gembala hidup kita. Baptisan sebagai kiasan atau simbol, di dalamnya kita mengidentifikasi Yesus Kristus yang menarik kita dari kondisi sesat dan terhilang dan memberi kita hidup dan hubungan yang baru. Kesaksian iman pada saat kita dibaptis itulah yang mendatangkan keselamatan dari Kristus, jadi bukan ritualnya atau airnya yang menyelamatkan. Kehadiran air sesungguhnya hanya simbol dari iman kita bahwa Kristus telah mati dan bangkit dan akan sama dengan kita: dicelupkan dan diangkat. Dengan demikian, baptisan adalah sebagai simbol pembersihan hati orang-orang percaya dan jelas bukan pembersihan tubuh jasmani (Rm 6:3-5; Gal 3:27; Kol 2:12).
Melalui pengakuan dan baptisan, kita juga memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah, yang secara pribadi kita sudah ditahirkan oleh kebangkitan Yesus Kristus (zaman dahulu baptisan sering dilayankan pada masa Paskah), untuk menyerahkan hidup kita seluruhnya dalam kendali-Nya. Penyerahan diri dalam hal ini adalah kerjasama ikhlas sukarela satu sama lain: pertama, kasih dan rasa hormat bagi Allah; dan kedua, kasih dan rasa hormat kepada sesama. Penyerahan diri atau rasa takluk dalam hal ini memiliki empat dimensi: (1). Bersifat fungsional, yakni membedakan peran dan panggilan tugas kita. (2). Bersifat hubungan, yakni pengakuan kasih terhadap yang lain sebagai pribadi (3). Bersifat timbal balik, yakni memperlihatkan saling menguntungkan dan kerjasama dengan kerendahan hati satu sama lain. (4). Bersifat universal, yakni pengakuan oleh gereja atas ketuhanan dari Yesus Kristus. Inilah hal utama yang membawa orang percaya kepada Kristus, dan karena itu pula penyerahan diri bagi orang yang tidak percaya menjadi hal yang sulit.
Dalam hal penyerahan diri itulah kita tidak dipanggil untuk mengkompromikan hubungan dengan orang yang tidak percaya, yang membuat kita berkompromi atas hubungan kita dengan Kristus. Melalui kebangkitan-Nya yang saat ini duduk bertakhta di sebelah kanan Allah Bapa, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan-Nya (Mat 28:18; Mrk 16:19), Ia melewati kemenangan atas penderitaan dan kematian, dan itu merupakan sumber kekuatan bagi keselamatan kita, sekaligus menjadi teladan yang harus kita ikuti. Oleh karena itu, kita perlu membuka segala kesempatan untuk melayani-Nya dengan rendah hati atas pertolongan kuasa Roh Kudus. Kerelaan berkorban bagi orang-orang yang tidak benar, meski harus menerima penderitaan, itu adalah sikap yang menyenangkan Allah. Kesediaan berkorban dan menderita adalah ciri dan karakteristik orang percaya. Kita tidak perlu takut sebab tidak ada yang bisa merubah kemenangan dan memisahkan kita dari Kristus (Rm 8:38-39). Dengan mengidentifikasikan diri kita dengan Kristus (termasuk melalui baptisan), ini menjaga diri kita dari pencobaan untuk meninggalkan iman, dan kita yang menerima firman Allah melalui surat Rasul Petrus, semakin dikuatkan dan tidak murtad meski dalam tekanan penderitaan. Inilah tujuan yang semuanya berdasar dari hati nurani yang baik.
Penutup
Melalui bacaan minggu ini kembali kita sebagai orang percaya ditegaskan bahwa ada kalanya kita menderita karena kebenaran Kristus, meski kita juga harus waspada atas penderitaan yang disebabkan oleh kebodohan kita sendiri. Prinsip utamanya, berkelakuan baik akan berbuah baik dan jangan menganggap itu sebagai beban. Untuk itu kita harus melihat dan bersandar pada karya dan teladan Kristus yang bersedia mati untuk membela orang-orang yang tidak benar. Penderitaan demi kebenaran Kristus adalah jalan kemenangan. Yesus dengan segala kuasa-Nya terbukti mengasihi semua orang, baik yang hidup dan yang mati. Pada saat kematian-Nya, Ia turun ke dalam kerajaan maut untuk memberitaan Injil ke dunia orang mati agar tidak seorang pun yang binasa. Inilah gunanya kita memandang kepada Kristus. Dengan baptisan sebagai peneguhan dan komitmen, kita diselamatkan oleh hati nurani yang baik dari Yesus Kristus melalui Roh Kudus, untuk siap setiap saat mempertanggungjawabkan iman kita kepada-Nya.

Menderita karena berbuat kebenaran, apa sih enaknya? Ah, itu terang bagai siang! Karena pada umumnya orang mau hidup dalam kebenaran dan kebahagiaan. Bukan memilih penderitaan. Karenanya orang mau berbuat apa saja asal mendapatkan kebahagiaan. Hanya sayang, yang dicari hanyalah kebahagiaan yang sementara sifatnya. Kebanyakan kebahagiaan secara keinginan daging semata. Bukan kebahagiaan yang abadi dan sempurna. Tapi kenapa kepada kita selaku orang percaya atau gereja dinasihatkan Rasul Petrus melalui nas ini, supaya kita berbuat kebenaran walau penderitaan resikonya? Di sinilah intinya. Ini penting dan sangat menentukan! Pasalnya? Karena di sinilah kita menjumpai kedalaman hakikat kekristenan kita, standar kenormalan hidup kekristenan kita (bdk.Matius 20:26-27; bdk. Markus 10:43-44).


Kerelaan menderita demi kebenaran yang dinyatakan di situlah titik berangkat peran keterpanggilan dan pengabdian kita yang sesungguhnya. Bahwa hakikat kekristenan kita adalah pengabdian dan pelayanan bagi kemanusiaan. Hadir dan berjuang untuk kehi¬dupan yang lebih manusiawi. Hadir di tengah-tengah pergumulan manusia nyata. Bagi pembebasan kemanusiaan dari kepekatan dosa. Dari segala ma¬cam penderitaan, ketidakadilan, maupun dari berbagai bentuk pelecehan kemanusiaan. Itu antinya, kebenaran yang dinyatakan adalah bobot, nilai dan isi dari kekristenan kita. Di situlah dijumpai kebahagiaan kita yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bahwa segala bentuk kehormatan dan kemuliaan itu baru me¬miliki nilai apabila kita tempatkan pada aras yang setara dengan pengabdian, dalam pelayanan, kerja dan karsa yang dilandasi kerendahan hati, ketulusan dan ketaatan. Toh pun resiko harus menderita. Bukan penderitaan karena kekonyolan tentu saja. Atau penderitaan yang tak bersangkut-paut dengan iman
Penderitaan dan kesulitan hidup lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia. Kehidupan tanpa kesulitan sangat tidak mungkin kita temui di dunia ini. Yang bisa kita ubah adalah sikap kita, saat penderitaan atau kesulitan hidup mendera kita; Sikap yang membuat kita tetap bisa menjalankan fungsi kita sebagaimana Tuhan inginkan pada saat Ia menciptakan kita. Tuhan menginginkan kita tetap dapat terus melakukan pekerjaan baik dengan melakukan perintah-perintah-Nya, meskipun penderitaan sedang kita alami.
( Disarikan : Dari berbagai sumber Renungan Kristen )

No comments:

Post a Comment