JANGAN TAKUT
1 Petrus 3:13-22
NAS
3:13
Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat
baik?
3:14
Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan
berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan
janganlah gentar.
3:15
Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah
pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang
meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu,
tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,
3:16
dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena
hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
3:17
Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah,
dari pada menderita karena berbuat jahat.
3:18
Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar
untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia,
yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah
dibangkitkan menurut Roh,
3:19
dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di
dalam penjara,
3:20
yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah,
ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan
bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh
air bah itu.
3:21
Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya
bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati
nurani yang baik kepada Allah -- oleh kebangkitan Yesus Kristus,
3:22
yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala
malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya. AMIN
Berjuang dengan
iman membutuhkan ketekunan dan ketaatan. Namun haruslah kita sadar bahwa hidup
itu sarat dengan tantangan, pergumulan dan penderitaan. Portibion gok hasusan
nang parungkiolon. Mengikut Yesus berarti harus siap menerima kenyataan ditolak,
dihina, diludahi, difitnah dan dikhianati, sebagaimana yang Yesus telah
mengalaminya. Konsep menderita karena kebenaran berita injil Kristus adalah
landasan untuk menikmati kebahagiaan yang sejati. Yesus Kristus berkata,
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada seorang pun yang sampai kepada
Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Yesus adalah kebenaran dan hidup
tapi sungguh ironis harus mengalami penderitaan; lahir dikandang yang hina,
ditolak dalam pergaulam masyarakat Nazaret, dijual dan dikhianati oleh
muridNya, diperlakukan secara tidak adil oleh Pilatus dan klimaksnya harus
disalib diantara para penjahat. Sungguh tragis dan menyedihkan perlakuan yang
tidak pantas harus diterima dan dialami oleh Yesus. Dan tanpa sadar kadang kala
kita mulai menerima perlakuan yang tidak wajar dan tidak pantas oleh sesama
manusia; baik dalam hubungan dengan keluarga, jemaat dan masyarakat.
Demonstrasi yang sering terjadi dimana-mana adalah bentuk pengungkapan jeritan
hati yang menderita karena berbagai hal yang terjadi.
Saudara, jika kita
mau jujur, bahwa pada umumnya tidak ada seorang pun yang mau menderita. Yang
dicari tentu saja yang sebaliknya, yaitu “kebahagiaan”! Itu dapat kita maklumi. Kenapa? Karena bukankan yang
namanya “penderitaan” dianggap membawa sengsara? Karenanya, setidaktidaknya orang pasti akan menghindarinya. Ise hita
naolo marsitaonon, ise na olo marungkil pasti alusna dang adong, alai ingkon ro
doi ai jambar ni namangoludoi. Kehadirannya memang tidak diharapkan. Bukankah
dalam doa-doa kita juga sering terdengar agar Allah menjauhkan kita dari yang
namanya penderitaan? Agar terhindar dari sakit, marabahaya, kesulitan, dst...?!
Penderitaan, bukanlah sesuatu yang nyaman. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Terhadapnya, komentar kita pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Karena orang selalu berusaha menghindarinya. Ketika sakit misalnya, orang pasti berusaha untuk mengatasinya berapa pun biayanya. Agaknya dalam pandangan umum, penderitaan adalah musuh kehidupan. Orang menderita dipandang tertimpa nasib sial, atau tertimpa hukuman, atau karena dosa.
Penderitaan, bukanlah sesuatu yang nyaman. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Terhadapnya, komentar kita pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Karena orang selalu berusaha menghindarinya. Ketika sakit misalnya, orang pasti berusaha untuk mengatasinya berapa pun biayanya. Agaknya dalam pandangan umum, penderitaan adalah musuh kehidupan. Orang menderita dipandang tertimpa nasib sial, atau tertimpa hukuman, atau karena dosa.
Bila saat ini kita
sedang mengalami proses dari Tuhan jangan sekali-kali mengeluh dan kecewa
kepada Tuhan, karena Dia tahu mana yang terbaik bagi kita, Tuhan Yesus berkata,
"Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap
ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah."
(Yohanes 15:2). Inilah maksud Tuhan membersihkan kita supaya kehidupan kita
menjadi indah dan menghasilkan buah lebih banyak lagi. Bersyukurlah bila Tuhan
masih memproses kita karena berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk
menerima berkat-berkatNya yang baru. Ada tertulis: "Demikian juga tidak
seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena
jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu,sehingga anggur itu dan
kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan
dalam kantong yang baru pula." (Markus 2:22).
Rasul Petrus melalui nas minggu ini menekankan kembali
kerelaan Kristus untuk menderita bagi kita yang berdosa, dan kemenangan-Nya itu
menjadi dasar dan kekuatan bagi orang Kristen yang menderita bagi-Nya. Kita
diselamatkan untuk menerima panggilan tugas dengan meninggalkan semua keinginan
nafsu jahat dan melakukan perbuatan baik. Ada banyak dasar membuat manusia
berdosa, akan tetapi penderitaan karena Kristus dan kebenaran-Nya itu sangat
menyenangkan bagi Allah terlebih melalui hati nurani yang murni. Melalui nas
minggu ini kita juga diberikan pengajaran tentang kesiapan kita dalam memberi
pertanggungjawaban baik kepada Allah maupun sesama manusia, melalui beberapa
pokok pemikiran dan teladan sebagai berikut.
Menderita karena kebenaran (ayat 12-15a) Marsitaonon ala
ni hasintongan
Ada peribahasa Indonesia yang cukup dikenal
mengatakan, “Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.” Makna dari
peribahasa ini adalah: nasib buruk tidak dapat dihindarkan, akan tetapi nasib
baik juga tak dapat dicari-cari. Kehidupan yang ada di depan kita semua adalah
rahasia Tuhan; kemalangan atau keuntungan bisa datang secara tidak terduga
tanpa disangka-sangka. Istilah kemalangan dan penderitaan bisa sama, tetapi
juga bisa berbeda, yakni kemalangan sering diasosiasikan dengan penderitaan
yang tidak seharusnya dia tanggung. Kita tahu bahwa penderitaan dalam hal ini
bisa berasal dari tiga sumber: Pertama, memang itu sudah menjadi bagian dari
kemanusiaan kita (human nature), bahwa kita bisa lelah, ngantuk, lapar
dan haus, sakit bahkan renta karena faktor usia. Kedua, penderitaan oleh karena
perbuatan atau ulah kita sendiri. Seseorang yang boros, keuangan lebih besar
pasak dari tiang, maka suatu saat ia pasti menderita karena hutang. Seseorang
yang tidak banyak beraktifitas fisik atau berolah-raga tetapi makan banyak
dengan cara tidak sehat, maka janganlah heran suatu saat ia akan sakit jantung
atau stroke. Semua itu ada sebab akibat, ada causalitasnya, bahkan kadang
muncul casus belli atau pemicu sehingga proses penderitaan itu terjadi
lebih cepat.
Orang percaya diminta berbuat kebaikan dan jangan
dianggap sebagai beban. Nas minggu ini mengatakan kalau kita berbuat baik maka
sangat jauh kemungkinan ada yang mau berbuat jahat kepada kita. Kebaikan
biasanya berbuah kebaikan. Pohon yang baik juga akan berbuah yang baik. Tetapi
faktor ketiga yang menjadi kemungkinan lain dari dua hal di atas, bisa saja
penderitaan itu datang karena niat baik yang dijalankan secara salah, timbul
salah pengertian, akibatnya muncul pertentangan dan bahkan kekerasan yang
berakhir dengan penderitaan. Dari tiga hal di atas, dapat dikatakan bahwa
penyebab semua itu adalah manusia itu sendiri, bukan karena kehendak Allah.
Adapun faktor keempat yang dinyatakan dalam nas ini adalah ketika kita
menjalankan perintah Kristus dalam kehidupan kekristenan kita, dan ternyata
datang penderitaan, maka itu adalah kehendak Allah (1Pet 2:19,20; 4:16). Hal
yang demikian bisa datang ketika kita memberitakan Injil dengan cara yang
bijak, atau mempertahankan iman dan prinsip kebenaran kita sehingga mendapat
pengucilan karena tidak mau berkomplot berbuat kejahatan, atau adanya kejadian
yang tidak terduga tanpa sebab-musabab yang jelas timbul penderitaan, maka itu
semua terjadi adalah misteri dan hikmat Allah. Allah berkehendak. Firman dalam nas
ini mengatakan, yang penting janganlah kita menjadi takut dan gentar akan hal
itu, sebab semua itu ada dalam kendali Allah dan Ia tidak akan membiarkan kita
menjalaninya sendirian dan berputus asa. Kita ingat saja akan perkataan
Kristus, "Janganlah kamu khawatir akan apa yang harus kamu katakan, tetapi
katakanlah apa yang dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga, sebab bukan kamu
yang berkata-kata melainkan Roh Kudus" (Mrk. 13:11). Oleh
karena itu, dalam menghadapi penderitaan itu, tetaplah bersandar pada-Nya.
Hal yang utama ditekankan adalah kita harus tetap
menguduskan diri dalam pengertian berusaha hidup dalam kebenaran dan jauh dari
niat dan perbuatan jahat. Pengudusan itu dimulai dari hati sebab dari hatilah
semua bermula. Dengan hidup kudus maka kita memberi apresiasi dan sikap hormat
pada Kristus Yesus sebagai Tuhan, “yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita
untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi
diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” (Tit
2:14). Kita menjaga kehadiran Roh Kudus dalam hati, menjaga hati tidak
tercemar. Banyak orang Kristen berpendapat bahwa iman adalah hal personal dan
merupakan urusan pribadi masing-masing. Kenyataannya tidak seperti itu. Kita
dipanggil untuk memberitakan iman dan pengharapan kita dalam hidup ini.
Pertanyaannya: apakah orang lain dapat melihat pengharapan kita dalam Kristus?
Bagaimana kita memperlihatkan iman, kasih dan pengharapan itu? Apakah kita siap
dalam menceritakan tentang apa yang dilakukan oleh Kristus dalam kehidupan
kita? Kita adalah saksi sebenarnya bagi Kristus dan yang menuntun orang lain
kepada-Nya. Orang lain menaruh pengharapan pada kita, melihat diri kita sebagai
cermin atau Alkitab yang terbuka bagi mereka.
Karya dan teladan Kristus (ayat 15b-18a) Tatiru ma
Tuhantai
Sebagai duta Kristus dan buku yang terbuka, kita harus
siap sedia pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap
orang yang meminta pertanggungan jawab dari kita tentang pengharapan pada
Kristus. Semua itu dalam sikap kita atas anugerah yang telah diberikan dan
panggilan yang dipercayakan pada kita untuk memberitakan Injil dan memuliakan
nama-Nya (2Ti 4:17). Memang benar bahwa dalam membagikan iman dan kasih, kita
tidak perlu secara heboh bombastis pencitraan atau ingin dipuji, atau bahkan
dengan cara menjengkelkan, atau bersikap sombong. Akan tetapi kita harus selalu
siap dalam memberi jawaban dengan lembut dan penuh kasih, ketika orang lain
melihat dan bertanya tentang iman kita, pengharapan dan kehidupan kita, atau visi
kehidupan kristiani kita. Jadi, pertanggungjawaban dalam hal ini bukan hanya
kepada Allah saja, tetapi juga kepada sesama kita di dunia, sehingga jangan
sampai apa yang kita imani dan katakan ternyata tidak sama dengan sikap dan
perbuatan kita (band. Kol 4:6). Artinya, kita NATO (No Action Talk Only),
tidak memiliki integritas, yakni satunya perkataan dan perbuatan. Oleh karena
itu yang harus kita perlihatkan adalah sikap hormat dengan hati yang tulus
murni. Sikap itu membuat orang lebih mudah percaya akan Kristus. Jangan sampai
orang mencemoh apalagi membenci kita yang seharusnya menjadi teladan bagi
mereka.
Tentu, dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin tidak
dapat menghindari ketika orang lain memfitnah diri kita. Akan tetapi setidaknya
kita dapat menghentikan memberi orang lain kesempatan dan amunisi-amunisi
peluru untuk menyerang diri kita, melalui tindakan kita yang konyol dan tidak
layak. Kita harus memegang prinsip, sepanjang kita melakukan hal dan cara yang
benar, tuduhan-tuduhan mereka akan kosong tidak berguna. Kita ingat ketika
Tuhan Yesus melalui hidupnya yang saleh, tetap mendapatkan penderitaan. Akan
tetapi semua itu akhirnya mempermalukan diri mereka sendiri sebagaimana nas
minggu ini menjelaskan. Oleh karena itulah, jauhkan diri kita dari sikap yang
mengundang dikritik atau dicela. Kalau pun kita menderita karena Kristus dan
kebenaran, penderitaan itu pasti atas seizin Allah untuk maksud dan rencana
yang baik, dan itu lebih baik, sebab bukan karena buah perbuatan jahat atau
tindakan yang memalukan Kristus dalam hidup kita.
Dengan mengikut teladan Kristus, menjadikan Dia
sebagai idola (role model), maka kita memberi kita jalan masuk kepada
Allah Bapa dengan tidak rasa takut. Kita nyatakan dengan perbuatan bahwa Ia
telah menebus kita dengan tersalib di Golgota dan itu menjadi pengganti diri
kita yang layak mati karena dosa dan kejahatan kita. Kita juga dapat melihat
bagaimana Kristus yang memperoleh anugerah dari Allah Bapa dengan dibangkitkan,
oleh kuasa Roh Kudus, sebab Allah Bapa menjanjikan kemenangan pada Kristus sama
seperti janji-Nya kepada kita bahwa kita akan menang kalau setia mengikut Dia.
Kita lihat bagaimana Stafanus yang mati dilempari batu oleh orang-orang yang
membenci Kristus, akan tetapi ketika ia hendak mati, rohnya melihat Anak
Manusia, Yesus Kristus, berdiri di sebelah kanan Allah Bapa menyambutnya, dan
itu sungguh merupakan kebanggan bagi kita orang percaya agar bisa sama dengan
Stefanus (Kis 7:54-60). Stefanus membuat Tuhan Yesus sebagai teladan dan sumber
kekuatannya. Ia sadar dan ingat Yesus telah menderita baginya. Dalam kerangka
itulah, penderitaan yang demikian bukanlah hukuman dari Allah,
melainkan sebuah kesempatan pengorbanan yang diperkenankan oleh Allah untuk
memurnikan iman umat yang dikasihi-Nya (band. 1Pet 1:7-9; Kis 23:1).
Ketiga: Pemberitaan Injil ke dunia orang mati (ayat
18b-20)
Kita tahu bahwa Yesus mati dibunuh dan dibangkitkan
pada hari yang ketiga. Akan tetapi ayat 19 pada nas ini yang menyebutkan, Yesus
"di dalam Roh Ia memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam
penjara", sungguh merupakan kalimat yang susah dipahami. Ahli-ahli teologi
sendiri memiliki pendapat yang beragam tentang hal ini. Penafsiran tradisional
mengatakan pemberitaan Injil itu dilakukan Yesus sesudah mati disalibkan, yakni
masa antara tiga hari sebelum kebangkitan-Nya, Ia turun ke dunia orang mati dan
memberitakan kasih karunia kepada roh-roh yang dipenjara di dunia orang mati
itu. Hal ini dimungkinkan sebab meski tubuh-Nya mati, Roh Kristus itu tetap
hidup dan berkuasa dalam melakukan pemberitaan penebusan bagi mereka yang
terlebih dahulu mati (band. Mat 27:52, Ibr 11:39 dst; Ibr 12:23). Ini sejalan
juga dengan 1Pet 4:6 yang menyatakan Injil diberitakan kepada orang-orang mati.
Memang dalam hal ini ada beberapa pertanyaan tentang kepada siapa Kristus
memberitakan keselamatan di dunia orang mati itu: apakah mereka yang belum
selamat dan mendapatkan kasih anugerah Allah; atau kepada mereka yang setia
pada Allah yang mati pada zaman perjanjian lama dengan hukum Taurat, yakni orang-orang
benar yang menanti-nantikan keselamatan melalui Mesias yaitu Yesus sendiri.
Penafsiran lain khususnya ayat 20 mengatakan bahwa Roh
Yesus khusus pergi memberitakan kepada mereka yang tertawan dalam dosa (atau
ada di neraka) pada zaman Nuh, yakni yang pada saat itu diselamatkan hanya
delapan orang saja (Kej 8:1-dab), dan untuk itu Allah tetap menanti dengan
sabar. Tafsiran lainnya ialah bahwa Kristus oleh Roh Kudus memberitakan suatu
peringatan melalui mulut Nuh (bd. 2Pet 2:5) kepada angkatan Nuh yang tidak
taat, dan kini berada di Hades menantikan penghakiman terakhir. Penafsiran ini
lebih sesuai dengan pernyataan Rasul Petrus bahwa Roh Kristus berbicara di masa
lalu melalui para nabi termasuk Nuh (2Pet 1:20-21). Sementara yang lain
mengatakan bahwa Kristus pergi ke dunia alam maut (Hades) secara umum
untuk menyatakan kemenangan-Nya sebagai sebuah proklamasi, pemberitaan dan
pengumuman umum, dan menyatakan penghukuman final kepada para malaikat-malaikat
yang jatuh yang dihukum sejak masa Nuh (2Pet 2:4). Jadi bisa dikatakan semua
pemberitaan itu merupakan kesempatan kedua yang belum sempat mendengar
penebusan Kristus sebagai anugerah khusus Allah, yang sekaligus Yesus
memberitakan kepada mereka kemenangan-Nya atas kematian dan Iblis (ayat 1Pet
3:22). Namun, beberapa penafsir mengatakan bahwa nas ini lebih baik ditafsirkan
sesuai dengan konteks kebenaran yang ada pada seluruh Alkitab saja.
Mengingat rumitnya penafsiran itu dan sesuai anjuran
terakhir, ada baiknya nas ini ditafsirkan sebagai bukti yang memperlihatkan
bahwa Kabar Baik keselamatan dan kemenangan dari Kristus itu tidak terbatas.
Kabar baik itu melampaui dunia orang hidup dan dunia orang mati. Melalui nas
ini kita menemukan poin penting, yakni:
(1) Allah berbicara. Kita tidak
perlu berteka-teki atas apa, di mana,
dan bagaimana, namun kita dapat melihat bahwa Allah
berbicara kepada dunia orang hidup dan dunia orang mati (band. 1Pet 4:6).
(2) Allah menang. Kemenangan Kristus diwartakan,
memperlihatkan kuasa-Nya, pengendalian-Nya, dan penguasaan-Nya atas
seluruh ciptaan.
(3) Allah menyelamatkan. Allah berusaha untuk
menyelamatkan mereka yang berharap pada-Nya.
Misteri firman ini menceritakan kepada kita, dan itu
lebih dari cukup sebagai bagian dari keyakinan (syahadat) iman kita, yang
menjadi isi pengakuan iman Rasuli dengan kalimat, "yang turun ke dalam
kerajaan maut", dan saat ini duduk di sebelah kanan Allah Bapa (1Pe 3:22)
untuk menantikan penghakiman bagi orang yang hidup dan yang mati ( 1Pe 4:5; Ibr
9:27).
Keempat: Diselamatkan oleh hati nurani yang baik (ayat
21-22)
Rasul Petrus berkata bahwa Nuh diselamatkan oleh air
(bah) adalah simbol baptisan. Maka bagi kita orang percaya, baptisan air
menyelamatkan itu pengertiannya melalui baptisan kita ungkapan pertobatan dan komitmen
hidup baru, sekaligus iman kita bersandar kepada Kristus yang kita jadikan
sebagai Juruselamat dan gembala hidup kita. Baptisan sebagai kiasan atau
simbol, di dalamnya kita mengidentifikasi Yesus Kristus yang menarik kita dari
kondisi sesat dan terhilang dan memberi kita hidup dan hubungan yang baru.
Kesaksian iman pada saat kita dibaptis itulah yang mendatangkan keselamatan
dari Kristus, jadi bukan ritualnya atau airnya yang menyelamatkan. Kehadiran
air sesungguhnya hanya simbol dari iman kita bahwa Kristus telah mati dan
bangkit dan akan sama dengan kita: dicelupkan dan diangkat. Dengan demikian,
baptisan adalah sebagai simbol pembersihan hati orang-orang percaya dan jelas
bukan pembersihan tubuh jasmani (Rm 6:3-5; Gal 3:27; Kol 2:12).
Melalui pengakuan dan baptisan, kita juga memohonkan
hati nurani yang baik kepada Allah, yang secara pribadi kita sudah ditahirkan
oleh kebangkitan Yesus Kristus (zaman dahulu baptisan sering dilayankan pada
masa Paskah), untuk menyerahkan hidup kita seluruhnya dalam kendali-Nya.
Penyerahan diri dalam hal ini adalah kerjasama ikhlas sukarela satu sama lain:
pertama, kasih dan rasa hormat bagi Allah; dan kedua, kasih dan rasa hormat
kepada sesama. Penyerahan diri atau rasa takluk dalam hal ini memiliki empat
dimensi: (1). Bersifat fungsional, yakni membedakan peran dan panggilan tugas
kita. (2). Bersifat hubungan, yakni pengakuan kasih terhadap yang lain sebagai
pribadi (3). Bersifat timbal balik, yakni memperlihatkan saling menguntungkan
dan kerjasama dengan kerendahan hati satu sama lain. (4). Bersifat universal,
yakni pengakuan oleh gereja atas ketuhanan dari Yesus
Kristus. Inilah hal utama yang membawa orang percaya kepada Kristus, dan karena
itu pula penyerahan diri bagi orang yang tidak percaya menjadi hal yang sulit.
Dalam hal penyerahan diri itulah kita tidak dipanggil
untuk mengkompromikan hubungan dengan orang yang tidak percaya, yang membuat
kita berkompromi atas hubungan kita dengan Kristus. Melalui kebangkitan-Nya
yang saat ini duduk bertakhta di sebelah kanan Allah Bapa, setelah Ia naik ke
sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan-Nya (Mat 28:18;
Mrk 16:19), Ia melewati kemenangan atas penderitaan dan kematian, dan itu
merupakan sumber kekuatan bagi keselamatan kita, sekaligus menjadi teladan yang
harus kita ikuti. Oleh karena itu, kita perlu membuka segala kesempatan untuk
melayani-Nya dengan rendah hati atas pertolongan kuasa Roh Kudus. Kerelaan
berkorban bagi orang-orang yang tidak benar, meski harus menerima penderitaan,
itu adalah sikap yang menyenangkan Allah. Kesediaan berkorban dan menderita
adalah ciri dan karakteristik orang percaya. Kita tidak perlu takut sebab tidak
ada yang bisa merubah kemenangan dan memisahkan kita dari Kristus (Rm 8:38-39).
Dengan mengidentifikasikan diri kita dengan Kristus (termasuk melalui
baptisan), ini menjaga diri kita dari pencobaan untuk meninggalkan iman, dan
kita yang menerima firman Allah melalui surat Rasul Petrus, semakin dikuatkan
dan tidak murtad meski dalam tekanan penderitaan. Inilah tujuan yang semuanya
berdasar dari hati nurani yang baik.
Penutup
Melalui bacaan minggu ini kembali kita sebagai orang
percaya ditegaskan bahwa ada kalanya kita menderita karena kebenaran Kristus,
meski kita juga harus waspada atas penderitaan yang disebabkan oleh kebodohan
kita sendiri. Prinsip utamanya, berkelakuan baik akan berbuah baik dan jangan
menganggap itu sebagai beban. Untuk itu kita harus melihat dan bersandar pada
karya dan teladan Kristus yang bersedia mati untuk membela orang-orang yang
tidak benar. Penderitaan demi kebenaran Kristus adalah jalan kemenangan. Yesus
dengan segala kuasa-Nya terbukti mengasihi semua orang, baik yang hidup dan
yang mati. Pada saat kematian-Nya, Ia turun ke dalam kerajaan maut untuk
memberitaan Injil ke dunia orang mati agar tidak seorang pun yang binasa.
Inilah gunanya kita memandang kepada Kristus. Dengan baptisan sebagai peneguhan
dan komitmen, kita diselamatkan oleh hati nurani yang baik dari Yesus Kristus
melalui Roh Kudus, untuk siap setiap saat mempertanggungjawabkan iman kita
kepada-Nya.
Menderita
karena berbuat kebenaran, apa sih enaknya? Ah, itu terang bagai siang! Karena
pada umumnya orang mau hidup dalam kebenaran dan kebahagiaan. Bukan memilih
penderitaan. Karenanya orang mau berbuat apa saja asal mendapatkan kebahagiaan.
Hanya sayang, yang dicari hanyalah kebahagiaan yang sementara sifatnya.
Kebanyakan kebahagiaan secara keinginan daging semata. Bukan kebahagiaan yang abadi
dan sempurna. Tapi kenapa kepada kita selaku orang percaya atau gereja
dinasihatkan Rasul Petrus melalui nas ini, supaya kita berbuat kebenaran walau
penderitaan resikonya? Di sinilah intinya. Ini penting dan sangat menentukan!
Pasalnya? Karena di sinilah kita menjumpai kedalaman hakikat kekristenan kita,
standar kenormalan hidup kekristenan kita (bdk.Matius 20:26-27; bdk. Markus
10:43-44).
Kerelaan menderita demi kebenaran yang dinyatakan di situlah titik berangkat peran keterpanggilan dan pengabdian kita yang sesungguhnya. Bahwa hakikat kekristenan kita adalah pengabdian dan pelayanan bagi kemanusiaan. Hadir dan berjuang untuk kehi¬dupan yang lebih manusiawi. Hadir di tengah-tengah pergumulan manusia nyata. Bagi pembebasan kemanusiaan dari kepekatan dosa. Dari segala ma¬cam penderitaan, ketidakadilan, maupun dari berbagai bentuk pelecehan kemanusiaan. Itu antinya, kebenaran yang dinyatakan adalah bobot, nilai dan isi dari kekristenan kita. Di situlah dijumpai kebahagiaan kita yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bahwa segala bentuk kehormatan dan kemuliaan itu baru me¬miliki nilai apabila kita tempatkan pada aras yang setara dengan pengabdian, dalam pelayanan, kerja dan karsa yang dilandasi kerendahan hati, ketulusan dan ketaatan. Toh pun resiko harus menderita. Bukan penderitaan karena kekonyolan tentu saja. Atau penderitaan yang tak bersangkut-paut dengan iman
Penderitaan dan
kesulitan hidup lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia.
Kehidupan tanpa kesulitan sangat tidak mungkin kita temui di dunia ini. Yang
bisa kita ubah adalah sikap kita, saat penderitaan atau kesulitan hidup mendera
kita; Sikap yang membuat kita tetap bisa menjalankan fungsi kita sebagaimana
Tuhan inginkan pada saat Ia menciptakan kita. Tuhan menginginkan kita tetap
dapat terus melakukan pekerjaan baik dengan melakukan perintah-perintah-Nya,
meskipun penderitaan sedang kita alami.
( Disarikan : Dari berbagai sumber Renungan Kristen )
No comments:
Post a Comment