Persembahan Menurut Imamat 22:17-25 Dan Relevansinya Dengan Gereja Masa Kini”
Oleh : Sekolah Pendeta HKBP Seminarium Sipoholon .uc Simanungkalit Goklas
Di tengah – tengah
gereja (Khusus) HKBP perihal memberi persembahan, sering kurang mendapat
perhatian yang serius bahkan sering dilupakan tentang arti dan makna yang
terkandung di dalamnya. Mengapa ? karena bagi kebanyakan orang (Kristen), belum
benar- benar mengenal dan mensyukuri segala berkat yang dia peroleh. Lebih
tragis lagi, pada saat menyerahkan persembahan kepada Tuhan pada kebaktian
minggu, ada saja lembaran uang koyak atau tidak layak pakai. Berangkat dari
syair nyanyian pada saat menyerahkan persembahan dalam buku ende nomor 204: 2[1],
kita mengatakan ‘Tuhan karuniaMu Roh dan
jiwaku semua , nyawa juga hidupku harta milikMu semua. Ku serahkan padaMu,
untuk selama-lamanya. Dari syair nyanyian ini dapat kita petik suatu pemahaman,
adanya suatu pengakuan bahwa apa yang kita miliki, baik jiwa, nyawa dan harta
bersumber dari Allah (Bdk.Ams.10:22),
dan kita serahkan menjadi persembahan kepadaNya.
Kita
tentu mengerti bahwa arti persembahan adalah, menyerahkan sesuatu, baik berupa
benda maupun uang, kepada seseorang yang derajatnya jauh lebih tinggi daripada
yang mempersembahkan. Persembahan itu diberikan oleh warga jemaat ketika suatu
kebaktian dilaksanakan di tengah-tengah gereja maupun pada kebaktian keluarga
(wilayah).
Namun,
ketika warga jemaat memberikan persembahannya, ada saja sikap yang kurang jujur
dari para Majelis Gereja (Parhalado) dalam hal pengalokasiannya terlebih dalam
hal persembahan kedua. Lebih menyedihkan lagi para pelayan Full Time (Pendeta,
Guru Jemaat, Bibelvrow dan Diakones), sepertinya tidak berani atau kurang
kemampuan untuk menghempangnya. Atau dengan kata lain, kurang tegas memberi
pengertian yang signifikan perihal persembahan tersebut dan menjalankan sesuai
dengan ketentuan yang datangnya dari pusat. Di sana sini ada pemotongan
(penyunatan) dan bila ditanyakan mengapa demikian, dengan nada yang sinis
majelis akan menjawab ”Aha bahenon
balanjomuna”. Apakah memang hanya dengan cara demikian yang dapat ditempuh
agar biaya perbelanjaan pelayan Full Time bisa terpenuhi atau masih ada cara
yang lain?
Hal
berikut yang menjadi sorotan penulis dalam memilih judul ini adalah, bahwa para
pelayan Full Time atau Hamba Tuhan yang melayani di tengah-tengah gereja, terpanggil
untuk turut memberikan persembahan yang terbaik kepada Tuhan. Artinya tidak hanya menganjurkan warga jemaat
dalam hal penyerahannya, namun pelayan juga terpanggil untuk memberikan yang
terbaik sebagai persembahannya kepada Tuhan. Fakta yang kelihatan atau
pengamatan penulis, bahwa ada banyak pelayan kurang memberi perhatian akan hal
ini. Sibuk menganjurkan bahkan membuat sangsi kepada warga jemaat apabila tidak
menyerahkan tanggung jawabnya, padahal ia sendiri tidak menjalankannya.
Berbicara
tentang persembahan dapat kita fahami
bahwa di dalamnya terkandung suatu makna, memberikan sesuatu kepada Allah. Di
samping mempersembahkan uang atau materi yang dimiliki, pengertian persembahan
yang lebih dalam juga mencakup kesediaan mempersembahkan diri atau hidup kepada
Allah. Ia harus berani tampil beda dari dunia atau orang-orang yang tidak
mengenal Allah. Bila kita membaca Mat.5:13-14
dikatakan” Kamu adalah garam dan Terang
dunia”. Ungkaban ini mengandung arti bahwa selaku orang yang telah menerima
bagian keselamatan dari karya Yesus Kristus terpanggil untuk mengaktualisasikan
imannya di tengah-tengah dunia ini.
Hal senada juga
dikatakan oleh Bapak Pdt. Ladestam Sinaga[2] mengatakan,
ada dua istilah yang digunakan untuk menekankan tentang hidup yang menjadi
persembahan bagi Allah. Istilah yang pertama adalah “Agathos” Kedua, “Kalos”. “Agathos”
berarti bagian inti dari sesuatu itu berguna, hakekatnya bermutu tinggi dan
bernas. Kandungan dalamnya benar-benar baik. Agathos berguna membangun dan membarui. Selanjutnya kita membahas
istilah kalos. Kalos berarti sisi luar sesuatu itu menarik, cantik dan menawan. Kalos juga mengandung arti, sedap
dipandang mata, memikat dan penuh daya tarik, hanya dengan melihatnya seseorang
berkeinginan memilikinya. Demikianlah kiranya hidup orang Kristen, harus
benar-benar memiliki jati diri yang patut ditiru atau diteladani oleh
orang-orang di sekitar kita.
Selain apa yang saya
sebutkan di atas, alasan penulis dalam memilih judul ini adalah, para hamba
Tuhan yang melayani di tengah-tengah jemaat terpanggil untuk memberi pemahaman,
pengertian sekaligus memotivasi warga
jemaat agar mereka terdorong dan terpanggil untuk memberikan yang terbaik
sebagai persembahannya kepada Tuhan sebagaimana hal itu dimulai sejak PL (baca Kej.4:3-4:
Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain
mempersembahkan sebagian dari hasil taah itu kepada Tuhan sebagai korban
persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung
kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka Tuhan mengindahkan Habel dan
korban persembahannya itu).
Pembahasan dalam
tulisan ini dilakukan melalui penelitian literatur dan pendapat para ahli,
termasuk pengalaman, pengamatan dan perenungan penulis selama melayani di
tengah-tengah jemaat, sebagai Guru Huria. Penulis sudah mencoba mengkaji serta
mendalami tulisan yang didapat dari beberapa sumber, dan mencoba menuliskannya
dengan bahasa yang sangat sederhana dan mudah difahami.
Untuk membahas “Persembahan Menurut Imamat 22:17-25 Dan
Relevansinya Dengan Gereja Masa Kini” bukan hanya merupakan pekerjaan yang
sulit, namun juga memakan waktu yang cukup lama yang berawal dari koreksi dan
masukan dari Dosen pembimbing juga disertai keterbatasan penulis dalam hal
menyajikannya. Maka dalam tulisan ini perhatian penulis lebih terfokus kepada
judul di atas dan disejajarkan dengan kondisi atau pelaksanaannya di
tengah-tengah gereja kita saat ini.
Dalam membahas
sajian ini maka dibuat sistimatika sebagai berikut :
BAB
I Bab
ini merupakan pendahuluan dari Karya Tulis Akhir ini, yang di dalamnya terdiri
dari alasan pemilihan judul yang menggambarkan bagaimana pemahaman umat Israel
selaku umat yang dikasihi Allah perihal
persembahan. Di dalam bab ini dibahas juga tentang, tujuan penulisan yang
menekankan perlunya memberikan persembahan yang terbaik bagi Allah. Melalui penulisan dan pemilihan judul
ini, para pembaca (umat Kristen) terpanggil dan termotivasi untuk memberikan
persembahan yang terbaik bagi Allah sebagai jawaban atau resfon atas berkat
Allah yang ia terima. Persembahan yang dipersembahkan kepada Allah bukan hanya
persembahan berupa korban bakaran atau uang, namun yang terbesar adalah
mempersembahkan hidup kepada Allah berarti hidup atau kepribadiannya, tidak
sama dengan dunia (Bdk. Mat.5:13-14).
Bab II Bab
dua ini berisi tentang Etimologi
Persembahan, Theologia Persembahan,
dan bagaimana pengertian persembahan itu dilihat dari segi umum dan khusus.
Bab III Dalam bab tiga penulis menyajikan ‘Tafsiran Imamat 22:17-25” yang di
dalamnya penulis juga menuliskan informasi sekitar kitab Imamat yang mencakup latar
belakang surat, penulis kitab, maksud dan tujuan penulisan kitab Imamat serta
apa dan bagaimana makna kitab itu bagi kehidupan orang Kristen saat ini. Di samping itu dalam bab dua ini penulis juga
menyajikan tentang “skopus’ persembahan.
Bab IV Dalam bab ini penulis menyajikan
tentang “Persembahan dan Relevansinya
masa kini’. Bab empat ini juga
berisi tentang Gereja HKBP diperhadapkan dengan persembahan dan pendeta yang
memiliki tugas memotivasi jemaat dalam hal menyerahkan persembahan sekaligus
turut berpartisipasi di dalamnya.
Bab
V Bab
ini merupakan rangkuman atau kesimpulan dari seluruh pembahasan mulai dari bab
I sampai Bab IV, juga memuat saran atau masukan sehubungan dengan karya tulis
ini. Saran dan masukan ini berangkat dari perenungan penulis sehubungan dengan
apa yang tersaji dalam karya tulis akhir ini.
Untuk lebih
mudah dalam mengerti dan memahami tentang pokok bahasan ini, ada baiknya penulis
memaparkan tentang asal mula kata
persembahan dan bagaimana pengertiannya ditinjau dari segi umum dan khusus.
“Persembahan”
berasal dari kata “sembah” yang
berarti pernyataan hormat dan khidmat.[3] Sementara pengertian persembahan adalah suatu
pemberian kepada orang yang terhormat. Kata persembahan juga dapat diartikan
dengan pembaktian diri, penyerahan diri, penghormatan, pengabdian atau minta
perlindungan dari seseorang yang dianggap lebih kuat dari dirinya sendiri.
Bahkan jauh sebelum lahirnya gereja, praktek persembahan juga telah dilakukan
pada masa Abraham. Upacara persembahan kurban, merupakan praktek kuno, guna
menjalin hubungan dengan Allah lewat persembahan yang disampaikan melalui Imam,
lalu dilembagakan ke dalam ketentuan Hukum Taurat serta dikaitkan dengan Rumah
Tuhan dan jabatan ke-Imaman (Kel. 29; Bil. 18;Ibr 8:1-4). Pada dasarnya,
persembahan kurban merupakan usaha untuk menjalin kembali hubungan dengan Tuhan
sebagai “persembahan yang harum” dan “pengakuan dosa serta menyenangkan hati Allah” (Kel. 29:25).
Pada
sisi yang lain, persembahan melambangkan jawaban orang percaya terhadap injil
Kristus, yang bergerak dari manusia kepada Allah. Pendapat ini mengandung arti
bahwa, persembahan merupakan sikap atau tindakan sebagai jawaban manusia terhadap
pelayanan Kristus.
Di dalam persembahan terkandung
juga pengertian “ucapan syukur” (Yun Eucharistia) atau pujian kepada
Allah, atas pelayanan Kristus. Turut ambil bagian dalam pengembangan kerajaan
Allah, mengembangkan atau memakai talenta yang ia terima dari Allah. Pemazmur
juga mengajak umat yang menerima berkat Allah benar-benar melaksanakan hal ini (Bdk. Maz. 50: 14 ”Persembahkanlah syukur sebagai korban
kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada yang mahatinggi).”
Pengertian persembahan secara umum dapat dikatakan, merupakan
jawaban atau resfons umat terhadap keselamatan yang dianugerahkan kepada
orang-orang percaya (Kel. 13:14,16). Arti dan Makna pemberian persembahan, juga
mengandung arti, mencerminkan penghayatan atas persekutuan umat di hadapan
Tuhan. Hal ini identik dengan pemahaman
HKBP yang tertuang dalam A & P pasal 15, tentang kewajiban warga HKBP.[4]
Lalu muncul sebuah pertanyaan yang perlu direnungkan “Siapakah yang menjadi
alamat dari persembahan yang disampaikan oleh warga jemaat? Untuk menjawab
pertanyaan ini, ada baiknya kita membaca Gal. 6:6,
dimana Rasul Paulus mengatakan “Dan
baiklah dia yang menerima pengajaran dari Firman, membagi segala sesuatu yang
ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu”. Jadi alamat dari persembahan itu, berangkat dari
pengertian Lewi, dapat kita implementasikan dengan Pendeta (Pelayan Full
Timer), gereja, sekolah Teologi, Lembaga Alkitab, Yayasan Penginjilan, anak
yatim dan para janda.[5] Satu
hal yang perlu diingat pada saat
memberikan persembahan, janganlah dengan hati terpaksa namun didorong oleh
kerelaan dan sukacita (Bdk. 2 Korint. 9:7).
Seperti
yang telah saya uraikan di atas, Persembahan merupakan implementasi dari hak
dan tanggung-jawab umat dalam segala aspek kehidupan, persekutuan,pelayanan dan
kesaksian jemaat. Pelayanan yang dilakukan oleh manusia dan ditujukan kepada
Allah. Artinya, suatu tindakan konkrit yang dilakukan manusia, terhadap
pelayanan Kristus. Persembahan Kristen juga mengandung makna, keikut-sertaan
dalam pelayanan Kristus dan mengaktualisasikan imannya dalam kehidupan
sehari-hari (Yak. 2:17).[6]
Ketika seseorang menyerahkan persembahan, di dalamnya terkandung suatu
pengakuan bahwa Tuhan Yesus telah memelihara kita dengan setia dan sempurna.
Persembahan yang benar seharusnya diawali dengan kesediaan mempersembahkan diri
dan hidup sepenuhnya kepada Tuhan, itulah persembahan yang hidup dan
kudus. Seiring dengan hal itu, ketika
orang Kristen hadir atau mengikuti ibadah di tengah-tengah gereja, di samping
menyediakan hati dan pikiran untuk bersekutu dengan Tuhan, umat juga harus
mempersiapkan persembahan yang akan diserahkan kepada Tuhan. Hal ini juga
ditekankan dalam Ulangan psl 16;16-17
dimana dikatakan “Tuhan mengundang umat
untuk menghadap hadirat Tuhan, tetapi
jangan dengan tangan hampa”. Demikian
juga dengan apa yang tertulis dalam Mazmur
96:7-8 “Kepada Tuhan, hai suku-suku
bangsa, kepada Tuhan sajalah kemuliaan dan kekuatan! Berilah kepada Tuhan
kemuliaan namaNya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataranNya.
Persembahan yang dimaksud adalah persembahan yang telah dipersiapkan atau
dikhususkan.[7]
Menurut pemahaman HKBP
seperti tertuang dalam Agenda [8]dikatakan
bahwa Allah adalah sumber dari segala berkat dan karunia dan sebagian karunia
itu diserahkan sebagai persembahan bagi Tuhan. Selanjutnya dikatakan, ajarlah
kami untuk mengenal segala berkat yang tercurah dalam kehidupan kami, agar kami
senantiasa bersyukur kepadaMu di dalam Nama AnakMu Yesus Kristus Tuhan kami. Doa
ini menekankan bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh orang Kristen bersumber
dari Allah dan hendaknya kita dipakai untuk mendukung penyebaran Injil di
tengah-tengah dunia ini.
Selanjutnya menurut Pdt.
Dr. Ulrich Beyer[9]
dasar theologia persembahan adalah surat Rasul Paulus yang tertulis dalam 2 Kor. 9:6-10 dimana di katakan”Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit,
akan menuai sedikit juga dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak
juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan sedih
hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan
sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu,
supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah
berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Seperti ada tertulis ”Ia
membagibagikan Ia memberikan kepada
orang miskin, kebenaranNya tetap untuk selama-lamanya. Ia menyediakan benih
bagi penabur dan roti untuk dimakan. Ia juga akan menyediakan benih bagi kamu
dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah- buah kebenaranmu”. Ayat ini
menekankan bahwa, seseorang yang terlalu sibuk menghitung-hitung bahkan menukarkan
apa yang ia miliki dengan bilangan yang terkecil sebagai persembahannya, maka
ia juga akan menuai sedikit dari berkat yang disediakan Allah.
Sejarah
munculnya istilah “Persembahan”
dimulai ketika “Kain dan Habil” mempersembahkan persembahannya kepada Allah
(Kej. 4:1-16). Kedua kakak beradik ini, melakukan pekerjaan yang berbeda, Kain
menjadi petani dimana ia mengerjakan tanah, sedangkan Habil jadi gembala. Pada
suatu peristiwa, keduanya membawa hasil dari pekerjaannya masing-masing untuk
dipersembahkan sebagai persembahan kepada Allah. Kain membawa hasil
pekerjaannya yakni hasil bumi, sedangkan Habil mempersembahkan anak sulung
kambing dombanya. Allah tidak berkenan akan Kain dan persembahannya, tetapi
Habil persembahannya dikenan Allah. Sebenarnya letak persoalannya bukan antara
hasil tanah dan domba, namun pada keadaan batin mereka yang menyerahkannya.
Habil mempersembahkan hasil ternaknya dengan penuh iman, sedangkan Kain tidak.
Selanjutnya bila kita membaca Ibrani 11:4 jelas dikatakan” Karena iman Habil telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih
baik daripada persembahan Kain.
Adapun pertanda yang dapat kita fahami bahwa persembahan Habil diterima
sedangkan persembahan Kain tidak adalah korban Habil asapnya membubung ke atas
sedangkan persembahan Kain asapnya tidak naik (Bdk.Ibr 11:4). Karena
persembahan Kain tidak berkenan kepada Allah, iapun menjadi iri dan membenci
adiknya Habil sampai-sampai dengan tega membunuh adiknya itu. Sebagai akibat atau hukuman Allah atas
kejahatan Kain, iapun diusir dari hadapan Tuhan. Diusir dari daerah pertanian
dan subur kepada kehidupan sebagai pengembara dan pelarian di Bumi.[10]
KitabPerjanjian
Baru memberi pemahaman bahwa korban-korban yang dipersembahkan di dalam
Perjanjian Lama adalah sebagai lambang
yang menunjuk pada karya penebusan Yesus dari Nazaret sebagai Mesias. Yohanes
pembabtis mengenali dan menyatakan bahwa Yesus sebagai Anak Allah yang menghapus
dosa dunia (Yoh.1:29-34). Ketika Yohanes membabtis Yesus di Sungai Yordan,
Yohanes memperkenalkan Dia sebagai Anak Domba yang menghapus dosa dunia (Bdk.Yoh.
1:29).[11]
Demikian juga, ketika Yesus mengatakan bahwa Anak Manusia juga datang bukan
untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan nyawanya bagi banyak
orang (Mark. 10:45). Yesus sendiri memahami peranNya sebagai gembala yang baik
yang mengorbankan nyawa untuk domba-dombaNya (Yoh. 10:10,12).[12] Pada bagian lain, para penulis Perjanjian Baru
menafsirkan penyaliban Yesus Kristus,sebagai korban sekali untuk
selama-lamanya,[13] (Baca. Rom 5:6-11; Ibr. 10:10,12).
Jadi penderitaan
Yesus sebagai korban menunjuk, kepada apa yang tertulis dalam Yesaya 53; 7[14]
dimana , termuat suatu gagasan menghapus dosa seperti “Anak Domba’ yang dipersembahkan pada saat hari pendamaian.[15]
Sebelum memasuki
tafsiran ini, ada baiknya penulis memberi informasi atau Sejarah Kitab Imamat
menyangkut pengarang, waktu penulisan dan tujuan kitab Imamat.
Siapa
pengarang kitab Imamat ini? Dan siapa pengarang Pentahteuh? Tidak mungkin
membicarakan pertanyaan yang pertama jika yang kedua dilupakan. Sebab sama
seperti yang dikatakan di atas, Kitab Imamat[16]
berhubungan erat dengan kitab-kitab Pentahteuh yang lain, bahkan meneruskan
riwayat dalam Kitab Keluaran.
Satu kesimpulan
yang sering diterima oleh para ahli-ahli Perjanjian Lama ialah, Pentahteuh
bukan ditulis seorang pribadi, tetapi disusun dari beberapa sumber. Pasal 25-31
dan 35-40 memberi informasi sekitar latar-belakang tentang Kitab Imamat.
Sulit
untuk menentukan waktu penulisan kitab Imamat ini, namun didalam buku tafsiran
kitab Imamat disebutkan, bahwa besar kemungkinan dokumen-dokumen yang terdapat
dalam Kitab Imamat, kebanyakan disususn dalam tahun-tahun terakhir sebelum
kerajaan Yehuda dikalahkan oleh tentera Babel dan para penduduk yang terkemuka
dibuang oleh tentera Babel. Kemungkinan dokumen- dokumen yang terdapat dalam
Kitab Imamat kebanyakan disusun dalam tahun atau selama pembuangan itu.
Berbicara
mengenai maksud dan tujuan penulisan kitab Imamat, Robert.M.Paterson[17]
mengatakan bahwa maksud dan tujuan penulisan kitab Imamat adalah,
memperlihatkan kepada umat Israel bagaimana cara mereka hidup sebagai umat yang
kudus dimana Tuhan masuk hubungan perjanjian dengan umat serta dipanggil dan dipilih untuk melayani
Dia. Hukum-hukum azasi yang terdapat dalam kitab ini, mencakup ibadah, kekudusan,
kenajisan dan kelakuan etis dalam kehidupan sehari-hari. Hukum-hukum itu
dikumpulkan supaya umat Israel tetap berhubungan baik dengan Tuhan dan
mengadakan pendamaian jika mereka bersalah. Memang tujuan Kitab Imamat itu
hanya merupakan sebagaian dari tujuan sumber P, bahkan sebagian dari tujuan
Pentahteuh sebagai keseluruhan. Adapun tujuan kitab itu secara rinci sebagai
berikut :
(1) Meskipun
hukum-hukum disisipkan dalam riwayat tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lampau, tetapi perhatian penyusun sumber P tertarik pada masa
sekarang dan masa depan.
(2) Penyusunan
sumber P bermaksud memperlihatkan bahwa Tuhan, Allah orang Israel, tidak kalah
ketika Yerusalem dibinasakan oleh tentera Babel pada Tahun 587. Sebaliknya
umatNya dipanggil untuk hidup menurut kehendakNya dan tidak mengabaikan dasar
iman yang telah disampaikan kepada mereka.
Jadi dapat kita fahami bahwa maksud
dan tujuan dari Kitab Imamat ialah, memperlihatkan kepada umat Israel tentang cara
bagaimana seharusnya mereka hidup sebagai umat yang kudus[18].
Atau dengan kata lain sebagai umat yang dengannya Tuhan masuk hubungan
perjanjian serta dipanggil untuk melayani Dia. Hukum-hukum asasi yang terdapat
dalam kitab ini mencakup ibadah,kekudusan, kenajisan, perbedaan yang haram dan
yang halal, dan kelakuan etis dalam kehidupan sehari-hari. Hukum – hukum itu
dikumpulkan supaya umat Israel tetap berhubungan baik dengan Tuhan dan
mengadakan pendamaian jika mereka bersalah. Pendamaian ini dipakai dengan
mempersembahkan korban persembahan kepada Allah.
Mengenai
korban-korban persembahan ini yang diuraikan dalam Kitab Imamat, yang dibagi
dalam dua kategori :
a) Korban
yang dipersembahkan secara spontan pada Allah dalam pujian dan ucapan syukur
atas berbagai berkat dan kebaikan yang diperoleh misalnya tepung atau bulir
gandum dan tiga jenis korban pendamaian
(Im.2:1-16;3:1-17).
b) Korban-korban
yang dituntut oleh Jahwe pada saat ada dosa dalam masyarakat Israel misalnya
korban bakaran,korban penghapus dosa, korban penebus salah (Im. 1:3-17;
4:1-5:13; 5:14 – 6:7). Korban sajian dan korban pendamaian adalah tanggapan
ucapan syukur atas kebaikan Allah. Sementara korban-korban jenis lain sangat
diperlukan untuk menebus atau menutupi dosa yang dilakukan, untuk melaksanakan
pendamaian dengan Jahwe dan mengembalikan orang berdosa yang sudah bertobat
kepada persekutuan dengan orang-orang lain dan dengan Allah.
Hukum-hukum
dalam kitab Imamat tidak bisa dianggap sebagai jalan keselamatan, seakan-akan
apabila taat kepada semua seluk beluk hukum-hukum itu menyanggupkan orang masuk
hubungan yang benar dengan Allah dan mendapat hidup yang sungguh dan kekal.
Kita mempercayai bahwa keselamatan hanya kita peroleh melalui Yesus Kristus (Bdk.Yoh.14:6).
Jadi peraturan-peraturan yang terdapat dalam kitab Imamat mempunyai applikasi
yang otomatis kepada kehidupan orang Kristen saat ini.[19]
Kalimat
yang ada dalam ayat ini diambil dari Alkitab (LAI)
“Tuhan
berfirman kepada Musa : Berbicaralah kepada Harun serta anak-anaknya dan kepada
semua orang Israel dari umat Israel dan katakan kepada mereka” Siapapun dari
umat Israel dan orang asing diantara orang Israel yang mempersembahkan
persembahannya, baik berupa sesuatu persembahan nazar, maupun persembahan sukarela
yang hendak dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban bakaran, maka supaya
Tuhan berkenan akan kamu, haruslah persembahan itu tidak bercela dari lembu
jantan, domba atau kambing. Segala yang bercacat badannya janganlah kamu
persembahkan, karena dengan itu Tuhan tidak berkenan akan kamu. Juga apabila
seseorang mempersembahkan kepada Tuhan korban keselamatan sebagai pembayar
nazar khusus atau sebagai korban sukarela dari lembu atau kambing domba, maka
korban itu haruslah yang tidak bercela, supaya Tuhan berkenan akan dia,
janganlah badannya bercacat sedikitpun. Binatang yang buta atau patah tulang,
yang luka atau yang berbisul, yang berkedal atau yang berkurap, semuanya itu
janganlah kamu persembahkan kepada Tuhan dan binatang yang demikian janganlah kamu
taruh sebagai korban api-apian bagi Tuhan ke atas mezbah. Tetapi seekor lembu
atau domba yang terlalu panjang atau yang terlalu pendek anggotanya bolehlah
kaupersembahkan sebagai korban sukarela tetapi sebagai korban nazar Tuhan tidak
akan berkenan akan binatang itu. Tetapi binatang yang buah pelirnya terjepit,
ditumbuk, direnggut atau dikarat, janganlah kamu persembahkan kepada Tuhan;
janganlah kamu berbuat demikian di negerimu. Juga dari tangan orang asing
janganlah kamu persembahkan sesuatu dari semuanya itu sebagai santapan Allahmu,
karena semuanya itu telah rusak dan bercacat badannya Tuhan tidak akan berkenan
akan kamu karena persembahan-persembahan itu”.
Agar
lebih mudah dalam menfsirkan nas tafsiran ini, ada baiknya penulis mendaftarkan
nama dan kata-kata kunci, yang dapat dikembangkan atau jabarkan. Kata-kata
kunci yang dimaksud antara lain :
-
Ayat 17 ,
Musa
-
Ayat 18 Harun, persembahan nazar, persembahan
sukarela, korban bakaran.
-
Ayat 19 , tidak bercela
-
Ayat 21, korban keselamatan, korban
sukarela, badannya jangan bercacat.
-
Ayat 22, Binatang yang buta, patah
tulang, luka atau berbisul, berkedal yang berkurap.
-
Ayat 24, Binatang yang buah pelirnya
terjepit, ditumbuk atau direnggut atau dikerat.
Untuk
mengawali tafsiran ini, penulis akan mulai dari beberapa nama yang pertama
sekali menerima firman Tuhan, sehubungan dengan hal- hal yang harus
diperhatikan dalam menyerahkan persembahan kepadaNya.
1)
Musa
(ay 17)
Di
dalam Kel.2:10[20],
Musa disebut dengan “Mosyeh’, artinya
sebab katanya, karena Aku telah menariknya (mesyitihu)
dari air[21].
Mosyeh berasal dari bahasa Mesir dan sangat mungkin artinya ialah”anak” atau yang dilahirkan. Dengan membaca Kel. 6:16 diperoleh informasi bahwa
Musa berasal dari suku Lewi atau keluarga Amram. Ia dibesarkan di Mesir,
walaupun Alkitab tidak menceritakannya secara rinci (Bdk.Kel.2:1-10).
Prof.S.Wismoady Wahono[22]
mengatakan bahwa cerita tentang bayi Musa telah dibubuhi legenda. Namun nama Musa
atan Moses itu sendiri, ternyata sangat kena-mengena dengan keadaan dan
kebiasan Mesir kuno. Memang dalam
Alkitab ditemukan informasi bahwa nama Musa, dihubungkan dengan kata Ibrani ‘MASHA’ yang artinya’menarik atau mengangkat’.
Pada sisi yang lain, nama Musa juga kemungkinan besar,ada hubungannya dengan akar kata yang berarti ‘lahir”. Di negeri Mesir, Musa mendapat pendidikan , termasuk dalam
segala hikmat Mesir”. Pengetahuan modern mengenai Mesir kuno memberikan
latar-belakang yang lengkap bagi
kehidupan Musa. Ia sangat prihatin dengan nasib saudara-saudaranya sebangsa
yang kerja paksa (Bdk. Kis 7:24). Karena keprihatinannya, ia membunuh seorang
mandor Mesir (Kel 2:11-12). Tindakannya itu sampai kepada Firaun dan akhirnya
iapun lari ke arah Timur menyeberangi perbatasan Midian (Baca.Kel.2:15). Sebagai pemimpin, Musa tidak hanya diperlengkapi secara teknis
dengan pertumbuhannya dan pendidikannya di Mesir (Kis 7:22).[23] Ia juga dibina menjadi pemimpin ulung berkat
kesetiaannya mengikuti Allah. (Baca Ibr. 11:23-29). Orang seperti itulah yang
dibangkitkan Allah untuk memimpin umatNya dari perhambaan menuju kelepasan,
termasuk dalam hal mempersembahkan korban persembahan kepadaNya.
2)
Harun
(ay 18)
Di dalam nas ini
dikatakan bahwa yang menjadi alamat pesan Allah adalah Musa dan diteruskan
kepada Harun. Di dalam buku Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, diperoleh
informasi bahwa Harun adalah putra sulung Amran dan Yokhebed, tiga tahun lebih
tua dari Musa saudaranya (Kel 6:20; 7:7). Selanjutnya di dalam Kel. 6:16-20 dan 1 Taw
6:1-3 dikatakan bahwa Harun adalah keturunan ketiga dari Lewi. Ia mempunyai dua
orang anak yakni, Nadab dan Abihu. Watak Harun tidak setegar watak Musa. Hal
ini terlihat dalam nas ini , ketika Musa berada di Gunung Sinai, Ia menyerah
lalu memenuhi desakan Israel untuk membuat ilah bagi mereka (Bd.Kel 32:5).[24]
Harun agaknya tampil sebagai tokoh kelas dua, hidup dalam bayangan tokoh yang
lebih besar yakni Musa. Ia tidak mampu
memberi pemahaman atau menolak permintaan Bangsa Israel untuk membentuk “Lembu Emas”[25]
sebagai ilah bagi mereka.
Pertama kali nama
Harun muncul bertalian dengan panggilan Musa untuk pergi ke Mesir. Musa
mengeluh karena ia tidak pandai berbicara (Baca.Kel. 4:10), dan Harun
diperkenalkan sebagai orang yang pandai berbicara (Kej. 4:14). Maka Harun bertugas sebagai nabi atau juru
bicara dan melalui dia, Musa akan berbicara kepada Firaun (Bdk.Kej 7:1).
Untuk
lebih mudah dalam mengerti sebutan ini, penulis terlebih dahulu menyuguhkan
arti dari istilah “nazar”. Nazar
(euche) berarti cetusan hati yang tulus dan sungguh dari seorang nazir. Nazar bisa juga difahami, berupa kemauan
melakukan suatu tindakan atau menjauhkan diri dari suatu perbuatan yang tidak
berkenan pada Allah. Mengenai korban nazar ini, hal ini sudah pernah disinggung
di dalam Im. 7:16.[26]
Di dalam nas tafsiran ini, dikatakan
bahwa persembahan yang akan dipersembahkan kepada Allah, berawal dari nazar. Bernazar
atau tidak bukanlah dosa. Itu sebabnya, ketika seseorang hendak bernazar,
haruslah dengan matang dan sungguh-sungguh memikirkannya (Bdk. Ams 20:25)[27]
sebab, orang yang bernazar akan merasa bahagia bila dia dapat mewujudkan isi
nazarnya. Sebaliknya, seseorang akan merasa berhutang bila ia tidak dapat
dengan setia melaksanakan nazar yang telah diucapkannya (Bdk. Ayb. 22:27).[28] Artinya
Allah akan menuntut supaya nazar yang diucapkan oleh orang tersebut untuk
memenuhinya (Ul.23;21-23). Nazar tersebut tidak boleh ditebus dengan uang, yang
diperoleh dengan jalan yang tidak halal, dan juga orang tidak boleh melepaskan
diri dari nazarnya dengan mempersembahkan kepada Tuhan sesuatu yang bercacat (Bdk.Mal.1:14).
Jika seseorang telah dinazarkan kepada
Tuhan, maka ia harus ditebus (Im.27). Di antara semua nazar, maka nazirlah yang
mempunyai tempat khusus (Bdk.Bil 6:1-21). Perkataan nazir berarti mengasingkan
diri untuk Tuhan. Siapa yang telah mengadakan nazar, harus membatasi dirinya dari
hal- hal sebagai berikut: ia tidak boleh minum anggur atau minuman keras, tidak
boleh makan buah anggur, tidak boleh pisau cukur lalu di atas kepalanya; tidak
boleh dekat-dekat kepada orang mati, sekalipun mendekati mayat orang tuanya.
Jika ia berdekatakan dengan seseorang yang telah meninggal dunia, maka ia harus
mempersembahkan korban baru dan harus memulai kembali nazarnya yang telah batal
itu. Arti semuanya ialah, bahwa orang nazir itu harus dipenuhi oleh Roh Allah
saja, dan ia tidak boleh kena kepada yang nazis, dan perbuatan untuk tidak
mencukur rambutnya itu adalah untuk menunjukkan pengkhususan hidupnya
seluruhnya untuk Allah. Setelah hari nazirnya telah genap, lalu ia
mempersembahkan korban sambil mencukur rambutnya dan membakarnya di atas
mezbah.[29]
Melalui ayat delapan
belas ini, kita juga disuguhkan suatu pemahaman, bahwa mempersembahkan ternak
yang cacat menggantikan ternak yang sudah dinazarkan adalah perbuatan dosa dan
mendatangkan kutuk Allah (Bdk.Mal.1:14).
Menurut “Philip J.King dan Lawrence E. Stager[30] persembahan nazar juga dikenal sebagai ex voto yang mengandung makna harapan,
permintaan mereka dikabulkan. Arca-arca atau patung nazar, yang terbuat dari
logam, batu atau tanah liat, telah ditemukan dalam jumlah ratusan dan hampir
dari semua periode arkheologis. Arca-arca nazar mungkin berbentuk manusia dan
binatang. Banyak diantaranya yang disimpan di dalam sebuah lubang yang khusus (favissa), karena sifat keramat mereka
membuatnya tidak boleh dibuang begitu saja.
Istilah
berikut yang perlu dibahas dalam tafsiran ini adalah “ Persembahan sukarela”. Persembahan sukarela berarti dipersembahkan
dengan hati yang tulus, mempersembahkan sesuatu yang terbaik dari kehidupannya.
Di dalam hal ini tidak ada unsur paksaan
namun dari hati yang benar-benar bersih. Persembahan sukarela diserahkan
sebagai korban bakaran kepada Allah. Istilah yang digunakan untuk korban bakaran
ini adalah ”Olah”. Akar kata ini
berhubungan dengan kata kerja naik. Jadi dari istilah tadi dapat difahami bahwa
persembahan itu naik melalui asap kepada Allah. Bila kita membaca Kej. 8:20-21[31],
kalimat menyerahkan persembahan bakaran secara harafiah, mengandung arti
membuat persembahan bakaran itu naik dan dihirup oleh Allah.
Adapun jenis
atau bahan yang digunakan adalah, lembu jantan, domba atau kambing. Kambing
domba diperlukan hanya untuk korban bakaran, dan beberapa jenis lagi dipakai untuk
menghapus dosa dan kesalahan (bdk. Kej. 4:3,14,23;5:15). Di dalam Yer. 46:20[32] kita
menemukan informasi bahwa domba adalah binatang
yang mempunyai bentuk tubuh yang elok
yang dikiaskan kepada Mesir.
Selanjutnya
korban yang dipersembahkan dalam nas tafsiran ini adalah korban keselamatan. Istilah
yang digunakan untuk menyebut korban keselamatan ini dalam bahasa Ibrani
disebut ”Zebakh syelamin”.[33] Kata zebakh berarti”apa yang disembelih”. Di samping korban, kata itu bisa dipakai
tentang penyembelihan ternak untuk makanan (Bdk. 1Sam.28:24) atau penyembelihan
yang tidak bertanggung-jawab (Bdk.Yeh.34:3). Memang pada mulanya di antara
orang-orang Israel semua penyembelihan adalah untuk korban, karena dilaksanakan
di atas mezbah dan darahnya dipersembahkan kepada Allah. Kemudian pada waktu
reformasi Raja Yosia dalam tahun 622, semua korban harus dipersembahkan di Bait
Suci di Yerusalem, dan penyembelihan untuk makanan biasa, harus dibedakan
dengan penyembelihan untuk korban.
Perlu ditambahkan
bahwa istilah “Syelamin” adalah
bentuk jamak dari suatu kata bahasa Ibrani yang berasal dari akar kata yang
sama dengan “syalom” yang menunjuk kepada suatu keaadaan, kelompok ide,
termasuk kesempurnaan, kesehatan, kesejahteraan, damai, kedamaian dan
persetujuan dua pihak.
Di dalam istilah syalom, terkandung
juga suatu pengertian jauh dari suasana kacau atau keributan bahkan pertentangan
(Bdk.1 Kor.14:33).[34]
Jenis
korban keempat dalam nas tafsiran ini adalah “Korban sukarela”. Korban
sukarela identik dengan korban nazar. Jenis
korban sukarela, dipersembahkan berawal dari, pengenalan dan mengingat kebaikan
Tuhan. Di dalam hal mengingat kebaikan itu, umat diminta untuk memperlihatkan
pengorbanan yang harus dilakukan dengan mempersembahkan beberapa bentuk
pengorbanan.
Menurut
“Philip J. King dan Lawrence E. Stager”[35]
ada ada tiga bentuk pengorbanan yang berfungsi sebagai persembahan kepada
Allah.
Ø Buah Sulung
Persembahan buah
sulung adalah sebuah bentuk pengorbanan atau persembahan yang kuno dan umum. Istilah
yang dipakai untuk buah sulung adalah “bikurim
re,sit”. Buah sulung dari ternak ataupun dari tanaman. Buah sulung itu
biasanya dipersembahkan dalam peristiwa perayaan mingguan (sabu,ot) dan perayaan panen. Di dalam Ulangan 26:8-10,[36]
tertuang sebuah pengakuan iman yang diungkapkan oleh orang Israel ketika
mempersembahkan buah sulung dari panen di Bait Suci. Tujuannya adalah untuk
menyatakan, bahwa tanah dan apa yang dihasilkannya adalah milik Allah sebagai
pencipta. Buah sulung dianggap hasil terbaik dari panen. Persembahan seperti itu merupakan simbol rasa
syukur dan ketergantungan si pemberi kepada Yahwe dan pada saat yang sama, buah
sulung itu dianggap sebagai jaminan hasil panen di masa yang akan datang.
Sebagian dari buah sulung itu diberikan kepada Imam untuk menghidupi mereka.
Ø Anak Sulung
Anak sulung, buah
sulung dan anak sulung hewan ternak, semuanya adalah milik Allah. Selanjutnya di dalam “Kel.22:29 “[37]
Istilah yang digunakan untuk menyebutkan “ Yang
sulung “ adalah “bekor”. Tidak
disebutkan di sini tentang penebusan anak sulung dengan seekor domba atau
sarana-sarana lainnya. Kaum Lewi merupakan
suatu kelompok, yang menggantikan anak sulung dan terbebaskan dari kewajiban
mereka kepada Jahwe. “Martin North” mengatakan Jahwe menerima kaum Lewi sebagai
kompensasi hak-Nya atas anak sulung. Tuhan berfirman kepada Musa ”Sesungguhnya, Aku mengambil orang Lewi dari
antara orang Israel ganti semua anak sulung mereka,yang terdahulu lahir dari
kandungan, supaya orang Lewi menjadi kepanyaanKu, sebab Akulah yang empunya
semua anak sulung. Pada waktu Aku membunuh semua anak sulung di tanah Mesir,
maka Aku menguduskan bagiMu semua anak sulung yang ada pada orang Israel, baik
dari manusia maupun dari hewan; semuanya itu kepunyaanKu:”Akulah Tuhan”
(Bil.3:11-13;8:15-16).
“Philip
J. King dan Lawrence E. Stager[38]
mengatakan, boleh jadi bahwa anak sulung aslinya tidak dimaksudkan untuk
dikorbankan, tetapi untuk melayani dalam peran sebagai peran para imam sebelum
keimaaman ditetapkan.
Ø Pengorbanan Manusia
Agar lebih mudah
mengerti dan memahami istilah pengorbanan manusia ini, ada baiknya diawali dari pendapat seorang ahli
yakni Roland de Vaux,[39] ia meragukan pembacaan harafiah dari teks
Alkitab dan berfikir bahwa anak sulung pastilah ditebus. Ia bertanya apakah
memang pengorbanan anak sulung dipraktikkan secara teratur? Selanjutnya Roland
menambahkan, Alkitab mencatat bahwa dua raja Yehuda yakni, Ahas (2 Raj 16:3)[40]
dan Manasye (2 Raj. 21:6)[41]
mempersembahkan anak laki-laki dan perempuan mereka sebagai korban manusia di “Tofet”[42] Mereka mendirikan bukit-bukit pengorbanan
untuk baal di lembah “Ben Himon”,
untuk mempersembahkan anak laki-laki dan anak perempuan kepada Molokh sebagai
korban dalam api (mulk).
Melalui kalimat
yang tertulis dalam nas tafsiran ini, kita dapat memahami bahwa ada suatu syarat
atau sistim persembahan yang akan disampaikan Allah. Untuk memahami hal ini,
penulis mengutip pendapat dari beberapa ahli.
TH.C.Vriezen
dalam bukunya “Agama Israel Kuno”
mengatakan bahwa , ada beberapa istilah dan jenis persembahan yang dapat
dipersembahkan kepada Allah. Istilah yang umum yang dipakai untuk persembahan
ialah “ minkhah”. Istilah ini
mengandung arti hadiah atau pemberian dan mencakup persembahan yang berdarah
maupun tidak. Hal ini menekankan bahwa ada Pengorbanan. Sehubungan dengan istilah pengorbanan, Ronald de Vaux dalam buku Philip J.King dan
Lawrence E.Stager”[43]
mengatakan bahwa pengorbanan merupakan suatu tindakan dengan banyak aspek. Pengorbanan mempunyai banyak makna pada
banyak tahapan, termasuk pemberian,komuni, dan pendamaian. Para nabi khususnya
Amos,Yesaya dan Yeremia mengecam dengan keras peribadatan persembahan religius
Israel sebagai pengganti tanggung – jawab komunitas :” Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada
perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepadaKu
korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu (“minkhotekem”), Aku tidak
suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak
pandang. Tetapi biarlah keadilan
bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir
(Am.5:21-22,24; Yes 1:10-17;Yer 7:21-23).
“Philip J.King dan Lawrence E.Stage”[44]
mengatakan mengenai sistim pengorbanan yang bermuara pada persembahan, dapat
kita baca di dalam Imamat 1-7. Beliau
menambahkan bahwa istilah yang dipakai untuk persembahan adalah “genus”, sedangkan untuk korban adalah “species”. Persembahan yang akan dipersembahkan oleh
bangsa Israel kepada Allah diserahkan sebagai korban bakaran. Istilah yang
dipakai untuk menyebut korban bakaran adalah “Zebakh”. Persembahan ini, dibakar sebagian atau seluruhnya di atas
altar (mezbah).
Di
samping itu ada beberapa sebutan yang dipakai untuk menyebutkan korban bakaran
ini antara lain “ola,selamin,hatta,t dan asam”.
“Ola” adalah turunan dari kata
Ibrani”lh” yang artinya “membubung”. Digunakan dengan kata
membubung, karena asapnya (baunya) yang membubung kepada yang ilahi yang
menghirupnya. Adapun jenis persembahan
atau korban bakaran ini, bahannya adalah seekor burung jantan yang tidak bercela,
lalu dibakar seluruhnya di atas altar, dipersembahkan dua kali sehari,pagi dan
petang.
“TH. C.Vriezen” menambahkan bahwa istilah
korban “syelamin atau zebakh syelamin”,
mengandung arti persembahan damai, korban keselamatan (Bdk.1 Sam.11:15).[45] Persembahan ini terdiri dari binatang korban
di mana hanya sebagian yang dibakar di atas altar, sisanya dimakan oleh
pendonor dan keluarga pada sebuah pesta makan. (Baca.1 Sam 6:17). Persembahan-persembahan yang demikian
merupakan kesempatan untuk mengadakan perjamuan. antara Yahwe dan para imamNya.
Para Imam mendapat bagian daging tertentu, sedangkan para penyembah (pembawa
korban) menghabiskan sisanya dalam suatu perjamuan hikmat. Dengan demikian,
ikatan antara Yahwe dengan penyembah diperkuat. Jelaslah bahwa persembahan
semacam ini sesuai dengan upacara penobatan raja.[46] (Bdk.
1 Raj.1:25).
Dapat
dibayangkan bahwa korban-korban semacam ini, juga berlangsung pada masa-masa
raya yang lain lagi. Dalam bagian awal kitab Samuel (ps.1-3) tertulis tentang
perjalanan tahunan ke Bait (Rumah Tuhan) di Silo. Dari hal ini dapat dipetik
sebuah pengertian, ternyata korban dan
doa memainkan peranan penting pada masa raya di Silo itu. Sukar dipastikan, mana di antara ketiga masa
raya resmi itu yang dimaksud; tetapi mungkin sekali masa raya musim gugur.
Selain pesta di Silo itu, hanya disebut beberapa perayaan yang bersifat
kekeluargaan, misalnya korban yang dipersembahkan oleh keluarga Daud di
Betlehem menjelang bulan sabit (Baca.1 Sam.20:5 dyb).
‘Persembahan tidak bercacat’ ( ay 19-24)
Di dalam nas
tafsiran ini, Allah mengingatkan bangsa Israel agar persembahan yang akan
mereka tujukan kepada Allah janganlah bercacat. Adapun bentuk cacat yang
dimaksud adalah antara lain: buta, patah
tulang, luka,berbisul,berkedal atau yang berkurap (22). Khusus untuk penyakit jenis’bisul” dalam bahasa Ibrani disebut “yabbelet”. Tradisi Yahudi menggunakan
kata ini untuk hewan yang mempunyai kutil.[47]
Selanjutnya dikatakan
bahwa domba yang terlalu panjang atau terlalu pendek boleh dipakai hanya untuk
“persembahan sukarela” sebagai korban
nazar tidak (23). Kata “terlalu panjang” kita temukan juga dalam
Im.21:18.[48]
Dari hal ini dapat dimengerti bahwa ada ukuran yang telah ditentukan sebagai
persembahan yang berkenan kepadaNya.
Selanjutnya
dikatakan persembahan yang dipersembahkan itu janganlah “Buah pelirnya terjepit” (Bdk. 21:20).[49]
Cacat demikian pada seekor hewan bahkan manusia, dianggap sangat parah, karena
tidak dapat membuahkan anak.[50]
Dari syarat yang
diberikan Allah dalam ayat ini dapat difahami, bahwa Allah tidak berkenan kepada
persembahan yang cacat namun Ia menyukai persembahan yang terbaik (Bdk. Mal.
1:14).[51]
Pada sisi yang lain dapat difahami bahwa, ketika seseorang benar-benar mau atau
bersedia memberikan persembahan yang terbaik kepada Allah, maka tingkap-tingkap
langit akan dibukakan kepadanya (Bdk. Kej. 7:11; 2 Raja 7:2).
Di
dalam buku” Sejarah Kerajaan Allah”[52]
dikatakan, korban berarti persembahan. Manusia mempersembahkan sesuatu
persembahan kepada Allah dengan maksud untuk memperoleh kemurahan hati Allah. Hal
Ini dicapainya dengan membakar persembahannya di atas mezbah selaku lambang
penyerahan yang sungguh-sungguh kepada Allah. Persembahan semacam ini terdapat
pada semua bangsa dalam semua agama.
Korban ini dapat dibagi dua bagian
yakni :
Pertama : korban
pendamaian
Kedua : Korban
pemujaan.
Golongan korban
pertama terbagi lagi dalam korban penghapus dosa dan korban penebus salah.
Golongan kedua dapat dibagi dalam korban bakaran, korban keselamatan dan korban
sajian. Korban keselamatan terbagi lagi dalam tiga bagian yakni korban
pujipujian, korban nazar dan korban sukarela. Korban pendamaian diberikan untuk
meminta pendamaian bagi dosa. Dalam hal ini dimaksud dengan dosa-dosa tidak
disengaja. Sedangkan untuk dosa-dosa yang disengaja, ketika korban itu diserahkan
maka orang berdosa tersebut mengangkat tangan (tangan diangkat). Hal ini
mengandung makna, bahwa di dalam pribadinya ada penyesalan dan pertobatan.[53] Korban penghapus dosa dan korban penebus salah
diserahkan dengan maksud, memperbaiki hubungan dengan Allah kembali dan untuk
menebus salah. Korban pengahapus dosa ini dipersembahkan pada hari pendamaian
besar untuk menebus dosa pada imam dan segenap Israel.
Hukum
tentang korban bakaran terdapat dalam Imamat
1. Waktu mempersembahkan korban ini, orang yang berkorban harus meletakkan
tangannya di atas kepala binatang korban sebagai tanda bahwa ia menyerahkan
diri sepenuhnya kepada Allah, dan sebagai gantinya binatang tersebut dibakar.
Kemudian ia memotongnya dan menyiramkan darah binatang itu pada sekeliling
mezbah. Tiap pagi dan tiap malam korban
bakaran semacam itu diberikan. Seterusnya dalam Imamat fasal 3 dan
7:11-12,28-34 diuraikan tentang syarat-syarat korban keselamatan. Cara
mempersembahkan korban ini sama dengan korban bakaran, tetapi lemaknya yang
dibakar. Bagian dada dan bahu binatang korban itu adalah untuk imam.
Bagian-bagian ini ditunjukkan di hadapan hadirat Tuhan sebagai tanda, bahwa itu
dipersembahkan untuk Tuhan. Sisa daging yang lain dimakan oleh orang-orang yang
berkorban dan keluarganya dan kawan-kawannya pada suatu perjamuan sebagai lambang
persekutuan dengan Allah. Selanjutnya korban pujipujian, yang dipersembahkan
sebagai tanda terima-kasih atas karunia-karunia yang diterimanya dari Tuhan.
Korban sukarela dipersembahkan dengan sukarela, jadi tidak didorong oleh
sesuatu janji. Korban sajian terdiri dari tepung yang terbaik, dicampur dengan
minyak, berupa roti tak beragi. Biasanya ini dipersembahkan sebagai korban
tambahan pada korban bakaran dan korban sembelihan sebagai lambang persembahan
hasil buni negeri itu kepada Tuhan selaku pemujaan. Untuk memahami atau melihat
arti persembahan secara khusus, kita berangkat dari apa yang tertulis dalam Hosea 6:6 dimana dikatakan “Sebab
Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan dan menyukai pengenalan
akan Allah daripada korban-korban bakaran”.
Dr. A. de Kuiper
dalam bukunya “Tafsiran Alkitab, Kitab
Hosea” mengatakan dalam ayat ini terang terlihat bahwa Allah lebih menyukai
kasih setia (Ibr,Khesed) daripada
korban bakaran. Ia mau supaya Israel tetap setia dan tinggal dalam
perjanjianNya. Allah menyatakan apa yang Ia sukai atau berkenan kepadaNya (Bdk.
1 Sam 15:22).[54]
Seluruh
korban-korban ini adalah gambaran dari korban yang diberikan Kristus menebus
dosa.[55] Yesus
sendiri bukan menolak ibadah korban, tetapi merelatifkannya. Artinya
merealisasikannya kepada kehidupan sehari-hari dan kepada kesetiaan akan
perjanjian Tuhan. Yang ditolak adalah perasaan keamanan dan keyakinan palsu,
yang timbul di tempat di mana ibadah dimutlakkan sebagai jaminan keselamatan.
Seolah-olah kebaktian dapat mengerjakan perkenanan Allah. Padahal yang dituju
ialah pengakuan akan perbuatan-perbuatan Allah dalam sejarah dan penempatan
diri di atas dasar itu. Pertobatan yang sungguh-sungguh bukan penyesalan dari
mulut saja atau ketaatan lahiriah yang diminta Allah. Yang perlu ialah cinta
kasih dan pelaksanaan iman, yang operatif dalam praktek, mencegah malapetaka
politik, ibadah korban tidak mencukupi, kalau tidak didahului dan disertai
sikap berkorban. (Bdk.Mark.10:45). Korban
Kristus diterima sebagai korban penghapus dosa, yang berkenan kepada Allah.
Dalam Matius 9:13 dikatakan “Karena Aku datang bukan untuk memanggil
orang benar, melainkan orang berdosa”. Kematian dan pengorbananan Yesus
Kristus, sekali untuk selamnya.[56]
KematianNya telah dinubuatkan sejak PL (Bdk.Yes 53:7).[57] PengorbananNya adalah untuk penebusan manusia
(Baca.Luk 24:46). Di dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi,
mengatakan bahwa kematian Yesus menyatakan kerendahan hatiNya.[58]
Hal ini Yesus lakukan adalah sebagai wujud nyata dari kasihnya agar
manusia dilepaskan dari kuasa dosa dan maut (Rom. 6: 3-8; Gal 2:20).[59]
Oleh karena itu
selaku orang-orang yang telah ditebus dan menghidupi karya pengorbanan dari
Yesus, kita terpanggil untuk mempersembahkan seluruh totalitas kehidupan kita
untuk keagungan-Nya.
Kini
tiba saatnya bagi penulis untuk memaparkan atau menguraikan refleksi
persembahan di tengah-tengah masa kini. Gereja telah lama melaksanakan
persembahan di dalam ibadah atau kebaktian. Persembahan yang diberikan atau
diserahkan berbentuk uang atau natura. Sehubungan dengan hal itu dapat di
fahami, bahwa pelayanan di tengah-tengah gereja dapat berjalan dengan baik
apabila didukung dengan dana, yang datangnya dari warga jemaat. Namun apabila diamati
dengan teliti, ketika seseorang menyerahkan persembahannya untuk Tuhan, sering
terperangkap kepada suatu sikap untuk memilih atau memberikan persembahan yang
terkecil dari apa yang kita miliki. Bahkan lebih tragis lagi, seseorang bisa
saja tergoda untuk menukarkan dari apa yang ada padanya dengan bilangan atau
nilai yang terkecil sebelum mengikuti kebaktian di tengah-tengah gereja.
Berangkat dari
istilah “Mandurung” dalam gereja
HKBP, memang kadang kurang membuahkan dampak atau hasil yang positif, sebab
dalam istilah mandurung, di dalam kata itu terkandung pengertian bahwa semua
jenis persembahan (nilai besar atau kecil) boleh ikut di dalamnya.
Untuk menanggulangi
atau mengantisifasi hal ini, para hamba Tuhan (Pelayan Gereja) terpanggil untuk
memberikan pemahaman yang benar kepada jemaat. Perlu disampaikan bahkan
ditegaskan, bahwa istilah mandurung jangan dipakai lagi dalam hal pemberian
persembahan. Sebaiknya istilah yang kita gunakan adalah” Papungu atau pasahat pelean
atau menyerahkan persembahan”. Sebutan papungu pelean atau menyerahkan
persembahan mengandung arti dan makna yang dalam sebab di dalamnya terkandung
suatu pengertian, persembahan yang diberikan oleh warga jemaat, didorong atau
berangkat dari pegenalannya atas berkat yang ia terima dari Tuhan. Di samping
itu pada saat menyerahkan persembahan satu hal yang tak boleh dilupakan yakni
hendaknya dipersembahkan dengan sukarela serta di dalam kasih dan kemurahan
hati (Bdk. Im.22:19; Mat.5:23-24).
Di dalam gereja HKBP
ada beberapa istilah dan bentuk persembahan antara lain :
Persembahan ini
mengandung arti persembahan yang diberikan pada saat mengikuti ibadah atau
kebaktian di tengah – tengah gereja. Biasanya persembahan mingguan inilah yang
digunakan untuk biaya operasional gereja setempat.
-
Persembahan
bulanan.
Jenis
persembahan ini diberikan setiap bulannya oleh jemaat kepada gereja tujuannya
adalah agar jemaat tidak terbebani dalam pemberiannya.
-
Persembahan
tahunan (Pelean taon).
Didalam buku “
Lahir, berakar dan bertumbuh di dalam Kristus” diuraikan bahwa pada mulanya (1950-1960) iuran berbentuk
natura yaitu berupa beras atau padi. Kemudian
nilai beras merosot maka bentuknya diganti menjadi “uang”. Mengenai jumlah nominal yang dibayar warga jemaat kepada
gereja (Huria), biasanya disesuaikan dengan kemampuan atau keaadaan jemaat
tersebut.
-
Persembahan
pribadi sebagai ucapan syukur.
“Johanes Chrysostomus’[62]
mengatakan warga jemaat sepatutnya menyerahkan persembahan berawal dari pengenalan
akan kebaikan Tuhan yang dianugerahkan dalam kehidupannya. Persembahan ini
layak diberikan oleh si kaya atau si miskin, tuan atau hamba. Persembahan ini juga
berawal ketika seseorang benar-benar merasakan berkat Tuhan tercurah ke dalam
kehidupannya, misalnya ia sembuh dari sakit, ulang tahun, anak lahir dan masih
banyak motivasi yang lain.
-
Persembahan
kebaktian khusus
Hal ini dapat ditemukan
misalnya pada saat acara memasuki rumah baru, acara pelayanan Perjamuan Kudus
kepada jemaat sakit, acara kebaktian di wilayah atau sektor. Persembahan
kebaktian khusus juga termasuk ketika kebaktian pernikahan dilaksanakan,
Sakramen Perjamuan Kudus, kebaktian memasuki rumah baru, kebaktian perayaan
ulang tahun dan perayaan ulang tahun pernikahan.
-
Persembahan
Kategorial .
Persembahan
kategorial yakni, persembahan
kebaktian Sekolah Minggu, remaja, pemuda/i, kaum Bapak, lansia, dan kaum ibu.
Salah satu pesta
yang setiap tahun diadakan oleh jemaat HKBP adalah “Pesta Parolopolopon”. Pesta
ini dilaksanakan untuk memperingati ulang tahun kemadirian HKBP yang dirayakan
pada setiap minggu pertama bulan Juli. Semua hasil pesta dikirimkan ke kantor pusat
HKBP untuk digunakan sebagai pelayanan umum HKBP.
Pada tahun-tahun
belakangan ini, hasil pesta parolopolopon digunakan untuk pembangunan umum
HKBP, seperti gedung kantor pusat. Selain pesta peolopolopon ada juga
pesta-pesta khusus jemaat yang digunakan untuk mengumpulkan dana bagi
pembangunan jemaat setempat.
Berbicara
mengenai “Doa penyerahan persembahan”,
bahwa sejak PL yang menjadi alamat dari persembahan itu adalah Allah.[64]
Di dalam doa penyerahan persembahan tersebut di dalamnya harus disertai dengan
ucapan syukur, agar berkenan atau diterima Allah (Baca.Maz. 50:8,14).[65] Di
samping itu beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ketika menyerahkan
persembahan yakni, tidak bercela (Im. 22:19), terbaik (Mal. 1:14), dipersembahkan
dengan sukarela (Im. 22:19), dipersembahkan dengan benar (Mal. 3:3),
dipersembahkan dengan kasih dan kemurahan hati (Mat. 5:23-24), dan
dipersembahkan oleh iman (Ibr 5:1)[66]
Di dalam gereja
(khusus HKBP) pada saat kebaktian atau ibadah selesai, dan jemaat telah
menyerahkan persembahannya, maka di bacakanlah doa penutup[67].
Adapun isi doa tersebut sebagai berikut : “Bapa
kami yang di Sorga kami mengaku bahwa Engkau adalah sumber dari segala berkat
yang berlimpah dalam kehidupan kami masing-masing. Sebahagian dari karunia itu
kami serahkan sebagai persembahan kepadaMu. Ajarlah kami untuk senantiasa
mengucapkan terima-kasih kepadaMu di dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, Juru
Selamat kami.” Amin.
Penekanan doa
ini adalah, agar setiap orang Kristen (Jemaat HKBP) benar-benar mengenal,
menghitung dan mensyukuri segala berkat yang ia terima dari Allah dan
selanjutnya bersedia mempersembahkan yang terbaik bagiNya sebagai jawaban atau
resfon atas kasihNya. Di samping itu, musik juga memegang peran penting dalam
hal penyerahan persembahan ( HKBP). Namun di gereja lain ada kalanya tidak begitu
berperan. Dari fungsi musik seperti yang di sebutkan di atas, dapat difahami
bahwa persembahan merupakan pengucapan syukur. Dan pengucapan syukur itu tidak
terlepas dari pujipujian (nyanyian).[68]
Selanjutnya
dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang persembahan kedua. Persembahan
kedua ini biasanya disampaikan sesudah khotbah. Teknis pelaksanaannya, diserahkan
ke depan altar atau di tempat duduk. Persembahan pertama biasanya dipakai untuk
keperluan atau biaya operasional gereja, sedangkan persembahan sesudah khotbah
diperuntukkan sebagai setoran ke Pusat. Sejak Tahun 1970-1986, persembahan kedua ini diperuntukkan
sebagai setoran ke Pusat, yang menjadi sumber keuangan Pusat.
Sadar atau
tidak, dalam hal penyerahan atau penyetoran persembahan kedua ini, pada umumnya
gereja HKBP di berbagai tempat tidak jujur. Hal ini terlihat, ketika Majelis
Gereja membuat aturan bahkan kesepakatan seberapa besar (persen) yang akan
disetorkan ke Pusat dari persembahan kedua tersebut. Setelah majelis sepakat, lalu
ketetapan itu tidak dapat diganggu atau dirobah. Bagi jemaat tertentu, ada
kalanya persembahan kedua itu diserahkan 10%,15% ,20% atau 25%.[70] Melalui
hal dapat digarisbawahi, sebenarnya kejujuran jarang ditemukan dalam hidup berjemaat. Lebih menyedihkan lagi, ketika pelayan penuh
waktu mencoba menegor sikap tersebut, dengan suara lantang dan wajah sinis, majelis
akan berkata :”Aha huroha naung dibahen
Pusat tu huria on, sada alamanak pe manang kalender ndang hea dilean?” Pertanyaan inilah yang sering terdengar atau
diucapkan oleh kebanyakan majelis gereja.[71] Dan anehnya ketika pernyataan atau pertanyaan
semacam ini disampaikan, para pelayan penuh waktu sepertinya kurang keberanian
memberikan atau menyampaikan pemahaman yang sebenarnya tentang persembahan
tersebut.
Berangkat dari
isi doa ketika persembahan dipersembahkan kepada Tuhan, tentunya seluruh warga
jemaat akan termotivasi untuk memberikan yang terbaik sebagai persembahannya
kepada Tuhan. Selanjutnya para majelis tidak akan berani untuk mengutak-atik
persembahan tersebut.
Pelean
Na marboho adalah pengumpulan persembahan (kolecte)
yang dilaksanakan pada minggu-minggu tertentu. Persembahan yang terkumpul
dikhususkan untuk membantu unit-unit pelayanan di aras pusat HKBP. Jadwal
pengumpulan pelean na marboho ini ditetapkan di dalam Almanak HKBP, misalnya pada
setiap hari minggu peringatan turunnya RohKudus, persembahan kedua dikhususkan
untuk Departemen Zending atau na marboho, diperuntukkan misalnya ke Lembaga –
lembaga Sekolah Theologia, Dana Pensiun, dan lainnya.
Acara
pengumpulan persembahan na marboho ini dalam ibadah Minggu di adakan sesudah
khotbah dan biasanya jemaat memberikannya ke depan Altar (Pelean tu jolo). Tetapi
sejak tahun 1970-an, banyak jemaat yang mengumpulkan persembahan menjadi tiga
kali dalam ibadah minggu, meskipun hal itu tidak ada dalam aturan HKBP.
Pengumpulan tiga kali persembahan adalah kebijaksanaan majelis jemaat setempat.
Biasanya persembahan ketiga untuk pembangunan jemaat setempat, seperti
pembangunan gedung gereja, perumahan para pelayan gereja (Full Time) dan
lain-lain. Akibatnya persembahan pertama dan kedua dijalankan secara berturut
menjelang khotbah dan kini disebut persembahan I-A dan I-B sementara
persembahan sesudah khotbah disebut persembahan II.[73]
Di
samping bertugas sebagai pelayan Firman, seorang pendeta juga terpanggil ikut serta
memberikan persembahan kepada Tuhan. Persembahan ini dapat diberikan berbentuk,
kolekte atau janji iman.[74] Hal
ini sangat perlu mendapat perhatian yang serius dari seorang Pendeta. Seorang
hamba Tuhan jangan terlalu sibuk menganjurkan atau menyuruh warga jemaat agar menyerahkan
persembahannya, pada hal kita sediri lupa bahkan tidak pernah berperan serta di
dalamnya.
Untuk itu
seorang Pendeta (para pelayan Full Time) harus mau memberikan keteladanan di
tengah-tengah jemaat yang dilayaninya dalam hal pemberian persembahan. Ketika
jemaat melihat kita menghidupinya, tentunya mereka juga akan terpanggil untuk
memberikan seuatu yang terbaik bagi Tuhan.
Persembahan yang dimaksud dapat juga
diberikan ketika sebuah pesta diadakan di tengah-tengah gereja. Artinya para
pelayan penuh waktu, jangan menjadi penonton setia, atau mencari-cari kesibukan
yang lain agar tidak ikut di dalamnya. Berperan serta dalam memberi sumbangan
melalui lelang yang diadakan misalnya, sangat perlu mendapat perhatian yang
serius.
Sementara
itu, pandangan Paulus tentang persembahan ia kutip dari apa yang tertulis dalam
Roma 12 :1-2’[75]
Tubuh itu adalah bait Allah dan alat yang dipakai oleh RohKudus. Allah hidup
dan bekerja dalam tubuh manusia dan bekerja melalui tubuh tersebut. Untuk itu
panggilan Paulus dalam ayat ini memberi pengertian atau panggilan kepada orang
Kristen, untuk mengambil atau memakai tubuh tersebut untuk tugas-tugas atau
pekerjaan yang digeluti. Artinya tubuh ini dipakai untuk melayani atau
mengabdikan hidup seluruhnya kepada Allah. Hal itulah yang merupakan ibadah
yang sejati kepada Allah.[76]
Hal senada juga
dikatakan oleh “Dr.Th.Van den End” mengatakan,
ajakan dan ajaran Paulus yang ini
dibukanya dengan berkata “ Saudara-saudara…aku
menasihatkan kamu. Kata-kata
pembukaan yang sama kita temukan juga dalam “1 Kor 10; 2 Kor.10:1, Ef.4:1.
Sapaan saudara-saudara biasa dipakai Paulus bila mulai membicarakan perkara
yang dianggapnya penting. Kata kerja Yunani sehubungan dengan ajakan ini adalah
“parakalein” yang dapat diartikan
dengan, memohon (2 Kor.12:8), mendorong untuk bertobat (Kis.2:40), dan
menasihatkan (1 Kor.1:10). Seruan Paulus dilanjutkan dengan kalimat” supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
(Yun.“paristanai”) . Di sini pemakaiannya berkaitan dengan suasana
lingkungan istana: menyediakan, mengabdikan diri kepada Raja. Sebaliknya di
sini ‘paristanai, merupakan istilah
peribadatan yang dipakai dalam lingkungan bait Allah.
Namun perlu dicermati,
kalimat “mempersembahkan tubuh”,
kalimat ini bukan berarti mengorbankan diri (bunuh diri) bukan pula diserahkan
untuk dibunuh. Mempersembahkan tubuh menurut Paulus adalah, agar kehadiran orang
Kristen di tengah-tengah dunia ini, pikiran, perkataan dan perbuatannya
hendaknya menjadi kemuliaan bagiNya.
Pengertian “mempersembahkan” mengandung arti, penyerahan secara total, seperti dalam uraian
di atas jangan bercela. Oleh karena itu persembahan disebut juga sebagai
persembahan hidup. Perkataan hidup menurut ”Dr.Th.Van
Den end” harus benar-benar baru dan mau diperbaharui dan memperbaharui. [77]
Jadi persembahan
yang hidup adalah penyerahan diri kita untuk menempuh kehidupan baru, menjauhi
dosa dan menentang kuasa dosa itu dan berusaha hidup kudus. Istilah yang
dipakai oleh Paulus untuk hidup kudus adalah” hagiasmos” (dari kata hagios=
kudus) yang artinya pengudusan. Akhirnya Paulus menulis “itu adalah ibadahmu yang sejati”. Istilah yang digunakan untuk kata ibadah
dalam bahasa Yunani yakni “logike
latreia’ yang berarti “pengabdian”.
Di dalam bahasa Ibrani, pengudusan diterjemahkan dengan “latreia, yaitu “abodah” (yang serumpun dengan Arab/Indonesia =
ibadah).
“Dave Hagelberg”, mengatakan persembahan hidup bukanlah sesuatu
yang hanya sekali saja dilakukan dalam proses pendewasaan Kristen. Namun Orang Kristen harus hidup dalam ketaatan
karena iman yang bertumbuh. Sama seperti penyerahan yang diuraikan dalam Roma
6, dimana dikatakan anggota-anggota
tubuh kita harus menjadi “Alat-alat
kebenaran’. Di dalam Roma 12 :2 Paulus mengatakan, “ Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Ucapan
yang disampaikan oleh rasul Paulus, bukanlah suatu ajakan agar orang percaya
menjauhi dunia, dalam arti kenyataan jasmani. Yang dimaksud di sini bukan pula
anjuran untuk “beraskese”.[78] Secara positif, anjuran Paulus berbunyi berubahlah
oleh pembaharuan budimu. Kalimat ini mengandung makna, ada perubahan yang
diharapkan dari orang-orang Kristen yakni perubahan hati, yang terwujud dalam
seluruh sendi kehidupan. Perubahan itu
berlangsung oleh pembaharuan budi. Istilah dalam bahasa Yunani dipakai dengan
kata ”nous” yang diterjemahkan” budi”. Budi dipilih karena dalam hubungan ini memang
yang dimaksud adalah perubahan kelakuan manusia, bukan hanya perubahan
pikirannya saja. Pusat kemauan itu diperbaharui terlebih di dalam mengambil
keputusan-keputusan yang menentukan tindakan kita (Bdk.Ams. 4:23). Ketika hati
seseorang dibaharui, maka ia akan dapat membedakan manakah kehendak Allah. Kata
kerja Yunani sehubungan dengan hal ini adalah ”dokimazein “ yang berarti memeriksa, menguji. Jadi dalam semua hal diperlukan pertimbangan
yang matang sebelum membuat atau mengambil suatu keputusan. Paulus mengajak
agar apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna menjadi
prioritas kita. Yang baik itu bukanlah
suatu yang abstrak,tetapi yang baik itu menyatakan diri dalam pergaulan antara
seorang percaya dengan Allah. Hal ini merupakan bagian dari pengertian ucapan
Yesus dalam Mark.12:30.[79]
Yang baik dan yang berkenan itu bukanlah sesuatu yang dapat kita jangkau, yang
dapat kita anggap sebagai (sudah) terlaksana (Bdk. Mark. 10:20). Tetapi
kesempurnaanya merupakan tujuan yang selalu harus kita kejar. [80]
Setelah
menulis dan memahami uraian dari masing-masing pokok bahasan, mulai dari Bab I
sampai Bab IV, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Persembahan
merupakan jawaban atau tindakan yang dilakukan oleh orang-orang percaya sebagai
resfon manusia terhadap pelayanan kasih Allah. Memberi persembahan kepada Allah
berarti memberi sesuatu kepada Allah, baik berupa uang, harta, tubuh maupun
semua aspek kehidupan, sebagai penyataan penyembahan kepadaNya. Pemberian
persembahan tersebut mencerminkan penghayatan umat terhadap ibadah atau
penghayatan atas persekutuan umat di hadapan Allah. Persembahan pada hakekatnya
mengandung makna yakni untuk menyenangkan hati Allah. Persembahan Kristen juga
adalah partisipasi orang Kristen dalam pelayanan Kristus. Memberi persembahan
kepada Allah berarti memberi sesuatu kepada Allah, baik berupa uang,harta,
tubuh maupun semua aspek kehidupan, atas kehidupan,pemeliharaan atau kecukupan
yang diberikanNya kepada setiap orang (Baca.2 Kor.9:12a).
2.
Melalui nas tafsiran yang tertuang dalam
makalah ini, penulis memetik beberapa kesimpulan yang perlu mendapat perhatian
dari selaku orang Kristen yakni:
v Ada
beberapa jenis persembahan yang dipersembahkan kepada Allah, yakni persembahan
nazar,sukarela dan korban keselamatan. Satu hal yang perlu mendapat perhatian ketika
menyerahkan persembahan tersebut adalah tidak bercacat. Kalimat ini menandung
arti bahwa orang yang mempercayai Allah sebagai sumber segalaberkat dalam
kehidupannya harus berusaha memperikan yang terbaik dari miliknya.
v Paulus
menekankan bahwa persembahan yang benar adalah ketika orang-orang percaya hidup
sebagai orang-orang yang benar-benar mencerminkan hidup yang berkenan kepada
Allah. Orang Kristen harus berani tampil beda dalamkehidupannya dalam perkataan
maupun peruatannya.
v Persembahan
terbesar adalah disaat Yesus Kristus bersedia mengorbankan diriNya untuk
menebus umat manusia dari dosa. Ia rela mati untuk kelepasan kita (Yoh 3:16).Inilah
pengorbanan yang terbesar yang telah dinubuatkan sejak PL.
3. Bila
diperhadapkan dengan kehidupan kekristenan saat ini, melalui nas tafsiran di
atas, orang kristen diingatkan untuk memberikan atau mempersembahkan yang terbaik
kepada Allah sebagai resfon atas kasih yang dilimpahkanNya. Dalam hal persembahan
ini sangat diperlukan kejujuran. Kita diingatkan untuk mencoba menghitung
segala berkat yang dilimpahkan oleh Allah kepada kita dan meresfoninya dengan
cara memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki.
4.
Pendeta tidak terlepas dari hal
persembahan. Artinya seorang pendeta tidak hanya sibuk menganjurkan warganya
agar memberi persembahan kepada Tuhan, namun ia sendiri harus benar-benar
mengaktualisasikannya dalam kehidupan dan pelayanannya (Bdk.1 Kor.9:27).
5.
Berusaha hidup jujur dalam hal
pengelolaan keuangan (persembahan) jemaat, sangat perlu mendapat perhatian yang
serius dari para Majelis gereja. Artinya tidak mencoba untuk mengutak-atik
persembahan yang telah diberikan jemaat.
Berdasarkan
uraian-uraian di dalam tulisan ini, maka penulis mencoba memberikan saran-saran
sebagai berikut :
v Melalui
tulisan ini diharapkan warga jemaat dan seluruh pelayan benar-benar memahami
bahwa persembahan hendaknya benar-benar diaktualisasikan di tengah-tengah gereja.
Untuk itu setiap warga jemaat dan pelayan di tengah-tengah gereja, hendaknya
semakin serius menghidupinya. Seorang pendeta hendaknya tidak pernah ragu untuk
memberikan pemahaman yang sebenarnya tentang arti dan makna persembahan,
sehingga warga jemaat termotivasi memberikan yang terbaik dari apa yang
dimilikinya.
v Dalam
hal memotivasi atau memberikan pemahaman yang konkrit kepada warga jemaat
perihal persembahan, seorang hamba Tuhan hendaknya benar-benar dibekali dengan
Firman Tuhan. Tidak hanya itu, dari seorang pendeta juga harus mampu memberikan
keteladanan kepada jemaatnya.
v Khusus
kepada jemaat HKBP Buntu Raja dan HKBP Sitanggor, setelah melihat,mengamati dan
mendengar informasi dari Majelis Gereja, warga jemaat sangat perlu mendapat
pencerahan atau informasi perihal persembahan, agar warga jemaat benar-benar
mengenal dan mensyukuri segala berkat yang tercurah dalam kehidupannya.
[1] HKBP, Buku
Ende, (Jakarta: LAI, 2003)
[2] Ladestam Sinaga, Menjejeri Langkah Yesus, (Malang: Gandum
Mas 1995), hal. 34-36
[3] G.C van Niftrik, B.J
Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 243
[4] Warga jemaat berkewajiban
memikirkan segala kebutuhan di jemaat dengan mempersembahkan diri sesuai dengan
talenta yang diberikan Tuhan kepadanya maupun melalui penyampaian berbagai
persembahan dari hati yang tulus dan penuh sukacita”.
[5] J.R Hutauruk, Lahir, berakar dan bertumbuh di dalam
Kristus, (Pearaja: Kantor Pusat HKBP, 2011),
hal.75-76
[6] “Demikian juga halnya dengan
iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya
adalah mati”.
[7] Istilah dikhususkan dalam bahasa
Ibrani dipakai dengan istilah’ khe,rem. Kata ini bersifat teknis menunjuk
kepada apa yang harus diserahkan secara mutlak kepada Allah.
[8] HKBP, Agenda (Pearaja: Kantor Pusat HKBP, 2004 ), hal. 5
[9] Ulrich Beyer, Memberi Dengan Sukacita, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011), hal. 89-90
[10] C.Barth, Teologi
PL.I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), hal. 79.
[11] C. Barth, Teologi
PL 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988 ), hal. 424-425
[12] Pencuri datang hanya untuk
mencuri dan membunuh, membinasakan; Aku datng, supaya mereka mempunyai hidup,
dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Akulah gembala yang baik memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan
yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang,
meninggalkan domba-domba itu lalu lari; sehingga serigala itu menerkam
mencerai-beraikan domba-domba itu.
[14] Dia dianiaya, tetapi Dia
membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutNya seperti anak domba yang
dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu dan di depan orang- orang
yang menggunting bulunya ia tidak membuka mulutnya.
[15] Donald Guthri, Teologi PB 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), hal. 70-71
[16] Robert M.Paterson, Tafsiran
Kitab Imamat (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011), hal. 7-15
[17] Robert. hal 75
[18] Istilah yang dipakai untuk
“kudus” adalah qadesy (Ibrani), hagios (Yunani). Kedua istilah ini mengandung
arti, terpisah (dikhususkan).
[19] Robert, hal. 90
[20] “ Ketika anak itu telah besar,
dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan
menamainya Musa, sebab katanya :” Karena aku telah menariknya dari air”.
[21] J.D. Douglash, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini,
(Jakarta: YKBK, 1998), hal. 102
[22] Wahono Wismoady, Di sini
Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), hal. 102
[23] “ Dan Musa dididik dalam segala
hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya”.
[24] “ Ketika Harun melihat itu,
didirikannyalah mezbah di depan anak lembu itu. Berserulah Harun, katanya :”
Besok hari raya bagi Tuhan”.
[25] Di sebelah baratdaya Gosyen (
daerah Tumilat* Gosyen) di Propinsi ke – 10 Mesir Bawah, disebut “Lembu Hitam”.
Di Mesir, lembu jantan atau anak lembu menjadi lambing kesuburan di dalam alam
dan lambing kekuatan ragawi. Namun di Kanaan lembu jantan atau anak lembu
menjadi binatang Baal atau Hadad, dewa- dewa angin tofan, kesuburan serta
tumbuh-tumbuhan. Bagaimanapun juga, pemujaan
anak lembu itu berarti pengurangan hak daulat Allah Israel (Bdk.”Hari Raya bagi
Tuhan” (Kel 32:5).
[26] “ Jikalau korban sembelihan yang
dipersembahkan itu merupakan korban nazar atau korban sukarela, haruslah itu
dimakan pada hari mempersembahkannya dan yang selebihnya boleh juga dimakan
pada keesokan harinya”.
[27] Suatu jerat bagi manusia ialah
kalau ia tanpa berfikir mengatkan “ kudus” dan baru menimbang-nimbang sesudah
bernazar.
[28] Jikalau engkau berdoa kepadaNya,
Ia akan mengabulkan doamu, dan engkau akan membayar nazarmu”
[29] F.L.Baker, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: YKBK, 1999), hal. 233 - 234
[30] Philip J. King & Lawrence E.
Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2010), hal. 402
[31] Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi
Tuhan; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak
haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di
atas mezbah itu. Ketika Tuhan mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah
Tuhan dalam hatinya,” Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia,
sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat sejak kecilnya dan Aku takkan
membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah kulakukan”.
[32] “ Mesir dikiaskan pada lembu
muda yang elok”
[33] Robert, hal. 54
[34] “Sebab Allah tidak menghendaki
kekacauan, tetapi damai sejahtera”.
[35]
Philip, hal. 405
[36] “Lalu Tuhan membawa kami keluar
dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan
yang besar dan dengan tanda-tanda serta muzizat. Ia membawa kami ke tempat ini,
suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Oleh sebab itu, di sini
aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah kauberikan kepadaku ya Tuhan”.
[37] “ Janganlah lalai
mempersembahkan hasil gandummu dan hasil anggurmu. Yang sulung dari anakmu
laki-laki haruslah kau persembahkan kepada-Ku”.
[38] Wahono, hal. 96
[39] Roland de Vaux, Studies
in old Testamen Sacrifice, (Minneapolis: Publishing House), hal. 71
[40] “ Tetapi ia hidup menurut
kelakuan raja-raja Israel, bahkan dia mempersembahkan anaknya sebagai korban
dalam api, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau Tuhan
dari depan orang Israel.
[41] “ Bahkan, ia mempersembahkan
anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi
para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. Ia melakukan banyak yang
jahat di mata Tuhan”.
[42] “Tofet” adalah sebuah bukit
pengorbanan di lembah Himon, tidak jauh di luar kota Yerusalem; di situ
anak-anak dikorbankan kepada dewa Molkh. Yeremia menubuatkan bahwa tempat ini
akan dipakai untuk kuburan (Yer. 7:32). Tofet berasal dari bahasa “Aram’ dengan
akar kata”tpt” artinya tempat perapian. Hal ini cocok dengan kenyataan bahwa
korban-korban untuk Molokh dibakar di perapian ( Bdk. 2 Raj 23:10).
[43] Philip, hal. 111
[44] Ibid, hal. 234
[45] “ Lalu pergilah seluruh bangsa
itu ke Gilgal dan menjadikan Saul raja di sana di hadapan Tuhan di Gilgal, dan
mereka mempersembahkan di sana korban keselamatan di hadapan Tuhan, dan
bersukarialah di sana Saul dan semua orang Israel dengan sangat”.
[46] Raja dalam bahasa Ibrani,”melek
dan Yunani ‘basileus”. Basileus berarti penguasa pewaris pemerintah yang syah,
pembimbing kehidupan rakyatnya melalui keadilan atau ketidakadilan.
[47] Douglash, hal. 235
[48] “ Karena setiap orang yang
bercacat badannya tidak boleh datang mendekat; orang buta, orang timpang, orang
yang bercacat mukanya, orang yang terlalu panjang anggotanya”.
[49] “ Orang yang berbongkol atau
yang kerdil badannya atau yang bular matanya, orang yang berkedal atau berkurap
atau yang rusak buah pelirnya”.
[50] Robert, hal. 102
[51] “ Terkutuklah penipu, yang
mempunyai seekor binatang jantan di antara kawanan ternaknya, yang
dinazarkannya, tetapi ia mempersembahkan binatang yang cacat kepada Tuhan.
Sebab Aku ini raja yang besar firman Tuhan semesta alam, dan namaku ditakuti di
antara bangsa-bangsa”.
[52] Sejarah K.A Karangan
Dr.F.L.Baker hal 367-369
[53] “ Dalam PL. istilah yang
digunakan untuk pertobatan adalah “ syuv” (Ibrani) yang mengandung arti,
berputar, berbalik, kembali. Sedangkan dalam PB, istilah yang digunakan untuk
tobat adalah “ metanoia” yang berarti memperbaiki kesalahan”.
[54] “ Sesungguhnya mendengarkan
lebih baik daripada korban sembelihan.
[55] Yoh.3:16’ Karena begitu besar
kasih Allah akan dunia ini kemudian Ia mengaruniakan AnakNya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup
yang kekal.
[56] Echafacs artinya ketian sekali
untuk selamanya.
[57] ‘ Dia dianiaya, tetapi dia
membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang
dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang
menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.
[58] ‘ Ayat 7-8’ Melainkan telah
mengosongkan dirinya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”.
[59] “ Namun aku hidup, tetapi bukan
lagi aku sendiri yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan
hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam
Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku”.
[60] Hutauruk, hal. 224-225
[61] Ibid
[62] Bayer Ulrich, Memberi dengan Suka Cita, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008), hal. 109
[63] Hutauruk, hal, 225
[64] “ Setelah beberapa waktu
lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada Tuhan
sebagai korban persembahan. Habil juga mempersembahkan korban persembahan dari
anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya, maka Tuhan mengindahkan
Habil dan korban persembahannya itu
[65] “ Bukan karena korban
sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di
hadapanKu?. Perembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah
nazarmu kepada yang mahatinggi.
[66] ----------, Buku
Pedoman Pokok-pokok Isi Alkitab. (Jakarta: Yayasan Kalam Hidup), hal. 333.
[67] Agenda, hal. 5
[68] J.L.Ch.Abineno, Gereja
Dan Ibadah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal. 23-24.
[69] Hutauruk, hal. 224 - 229
[72]
Hutauruk, hal. 224-228.
[73] Hutauruk, hal. 224-228
[74] Ctt. Janji iman atau nazar sudah
dilaksanakan oleh beberapa anggota jemaat terlebih di kota – kota besar. Hal
ini bisa dalam bentuk kolecte atau perpuluhan.
[75] Karena itu saudara-saudara demi
kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah
ibadahmu yang sejati, Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah; apa yang baik yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
[76] William Barclay , Pemahaman Alkitab, Kitab Roma. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1990), hal.134
[77] Van den End, Taf.Alkitab
Surat Rom (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hal.362 – 369”
[78] Askese berasal dari bahasa Yunani : askeo (berusaha), askese (latihan). Pada mulanya istilah ini
dipergunakan dalam filsafat Stoa untuk menunjukkan praktek-praktek memerangi
kejahatan dan mengejar kebajikan.
[79] “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan
segenap hatimu, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
[80] Van den End, hal. 234-235”
No comments:
Post a Comment