KELUARGA KRISTEN YANG BERTANGGUNGJAWAB
Suatu tinjauan Etis Teologis dan Implikasinya bagi Gereja
Masa Kini
KARYA TULIS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi
Syarat-syarat untuk kelulusan Sekolah
Pendeta HKBP
Oleh
BUDIANTO SIANTURI
NIM : 129.06.2009
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing
II
(Pdt. M.S.P. Sitorus, M.Th) (Pdt.
Pahala J. Simanjuntak, M.Th)
Direktur
(Pdt. Pahala J. Simanjuntak, M.Th)
SEKOLAH PENDETA HKBP SEMINARIUM SIPOHOLON
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan
Memilih Judul
Judul Tulisan ini adalah:
KELUARGA KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB, SUATU TINJAUAN ETIS TEOLOGIS DAN IMPLIKASINYA BAGI GEREJA MASA KINI. Keluarga
adalah lembaga yang pertama yang ada di dunia ini. semua bermula dari keluarga,
baik itu pendidikan, ilmu atau iman. Keluarga Kristen adalah bagian integral dari
keluarga-keluarga dalam masyarakat yang plural. Dalam hal ini tentunya keluarga
Kristen juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam pembangunan masyarakat yang madani,
adil dan sejahtera. Tentunya hal ini harus senantiasa di bangun atas dasar
kesadaran dan apresiasinya akan eksistensinya sebagai ciptaan Allah yang
istimewa. Ada
tanggungjawab dalam setiap keluarga Kristen untuk memberi kontribusi positif
dalam pembentukan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera.
Alkitab (secara khusus kitab Kejadian) dengan tegas dan
lugas mendeskripsikan eksistensi manusia. Pendeskripsian ini dimulai dari
proses penciptaan hingga pada pengingkaran manusia kepada Allah (dosa). Dalam
proses penciptaan dinyatakan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang istimewa.
Keistimewaan ini terletak pada penciptaan manusia yang diciptakan segambar dan
serupa dengan Allah (Imago Dei) dan juga diciptakan dengan sikap
proaktif Allah. Keistimewaan manusia ini pada akhirnya menimbulkan suatu
tanggungjawab manusia kepada Allah. Pertanggungjawaban manusia kepada Allah
nyata dalam mandat Allah kepada manusia untuk menaklukkan dan menguasai segenap
ciptaan. Dengan kata lain, keutuhan dan bahkan kesejahteraan seluruh ciptaan
adalah tanggungjawab manusia. Manusia harus senantiasa proaktif untuk
mewujudkan dunia yang diwarnai dengan keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan
sebagai konsekwensi keistimewaan itu.
Paling tidak ada dua hal yang harus
diperlihatikan setiap keluarga Kristen dalam penyataan kontribusi positifnya
dalam pembentukan tatanan masyarakat yang teratur, damai dan sejahtera.
Pertama: Setiap keluarga Kristen harus senantiasa sadar akan keistimewaannya
sebagai ciptaan, yang pada akhirnya membawanya pada sikap yang sadar bahwa ia
bertanggungjawab atas keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat dimana
ia berada. Kesadaran ini di implementasikan dalam kepeduliaan terhadap sesama
dan lingkungan. Ada
peran yang senantiasa diperlihatkan keluarga Kristen dalam masyarakat dimana ia
berada. Jadi tanggungjawab tersebut tidaklah bersifat abstrak.
Kedua : Kesadaran akan hal di atas
kemudian dinyatakan terlebih dahulu secara internal melalui pola hidup pribadi
dan keluarga yang layak untuk diteladani oleh orang lain. Teladan yang dimaksud
di sini tentunya berpusat pada firman Allah yang senantiasa dijadikan sebagai
orientasi hidup. Artinya, keteladanan itu adalah buah dari kedekatan dan
ketaatannya kepada firman Allah. Dari kedua hal di atas kita melihat bahwa
setiap keluarga Kristen harus peka dan peduli pada realitas masyarakat dan ia
harus mampu menjadi teladan positif dalam masyarakat. Dan itu diekspresikan
pertama-tama dari pribadi, kemudian keluarga sebagai buah kedekatan dan
ketaatannya kepada Allah.
Keluarga Kristen dalam masyarakat dewasa ini diperhadapkan dengan multi
pergumulan. Dalam ranah sosial, realitas yang ada adalah kemiskinan dan
kelaparan; kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai bias budaya patriakhat;
tingginya angka kematian ibu dan anak sebagai buah dari rendahnya kesadaran
akan pola hidup sehat dalam masyarakat. Pemanasan global (global warming),
tingginya angka kriminalitas anak dan remaja, meningkatnya angka perceraian dan
keluarga yang tidak harmonis, dan ragam masalah sosial sebagai bias dari
kemajuan teknologi dan informasi yang merusak moral, spiritual dan tatanan
masyarakat. Dan dalam ranah kepercayaan/ iman, realitas yang terbentang juga
tak kalah ragamnya. Maraknya model dan corak kepercayaan yang berkembang tidak
jarang membuat keluarga dan masyarakat kehilangan iman, terjebak pada pola
keberimanan yang cenderung pragmatis, semu dan ekstrim. Dinginnya minat dan
kontribusi anggota keluarga dalam pelayanan, dan lain lain. Inilah ragam
tantangan yang harus dijawab setiap keluarga Kristen di tengah-tengah
masyarakat dewasa ini.
Keluarga Kristen yang adalah ciptaan yang istimewa dan
bertanggungjawab sudah selayaknya
menunjukkan sikap yang proaktif menanggapi semua realitas tersebut.
Bukanlah sikap yang bertanggungjawab jika dalam realitas yang ada kita masih
berpangku tangan, duduk diam menjadi penonton yang budiman. Sekaranglah saatnya
setiap keluarga Kristen menampilkan dirinya sebagai sosok teladan yang
senantiasa peduli dan bereaksi serta memberi kontribusi positif untuk
menanggapi segala persoalan yang ada. Keluarga Kristen diharapkan mampu
mempromosikan nilai-nilai positif ditengah-tengah masyarakat. Hal ini tentunya
dimulai dari pribadi dan keluarga yang layak untuk diteladani.
Keluarga adalah tempat yang
begitu indah untuk berbagi dan bertumbuh. Tanpa keluarga, kita tidak akan tetap
tegar dalam menjalani hari-hari kita. Saat kita susah, senang, gagal, ataupun
berhasil, keluargalah yang paling setia menemani dan menerima kita. Tidak ada
seorang pun yang ingin terpisah dari keluarga. Namun, ada kalanya kita harus
pergi meninggalkan keluarga karena studi atau pernikahan. Akan tetapi, hal ini
tidak berarti kita putus hubungan dengan keluarga. Allah menetapkan keluarga sebagai wadah untuk
menyatakan rencana-Nya bagi dunia. Allah sebagai pembentuk keluarga memiliki
misi agar keluarga menjadi komunitas yang memancarkan rencana dan kasih-Nya
bagi dunia. Dalam tujuan ini Allah membentuk keluarga serta mengikatnya oleh
persekutuan yang berbasis iman dan tentunya memiliki kasih dalam setiap relasi
yang dibangun.
Di dunia yang
kacau dan sedang tidak menentu ini, adalah lebih penting daripada sebelumnya
untuk menjadikan keluarga pusat dari
kehidupan kita dan prioritas tertinggi kita. Keluarga menjadi inti dalam
rencana Bapa Surgawi kita. Pernyataan dalam “Keluarga: Pernyataan kepada Dunia”
menegaskan tanggung jawab orang tua bagi keluarga mereka: Supaya anak-anak mereka
tidak Terjerat oleh kemajuan zaman yang menyuguhkan berbagai situasi yang cepat
menarik perhatian muda/i Kristen
sehingga mereka bisa terjebak pada hal-hal yang tidak di inginkan
semisal NAPZA, NARKOBA, SEKS BEBAS, PERGAULAN BEBAS dan lain sebagainya.
“Suami dan
istri memiliki tanggung jawab kudus untuk mengasihi dan memelihara satu sama
lain dan anak-anak mereka. ‘Anak-anak adalah milik pusaka daripada Tuhan’
(Mazmur 127:3). Orang tua memiliki kewajiban kudus untuk membesarkan anak-anak
mereka dalam kasih dan kebenaran, menyediakan kebutuhan fisik dan rohani
mereka, mengajar mereka untuk saling mengasihi dan melayani, untuk mematuhi
perintah-perintah Allah, mereka menjadi penduduk yang mematuhi hukum di mana
pun mereka tinggal. Para suami dan istri, para
ibu dan ayah akan bertanggung jawab di hadapan Allah untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban tersebut.”
Menurut
pengalaman dan penglihatan penulis banyak keluarga Kristen sekarang ini yang
mengalami kehancuran, akibat perceraian, perselingkuhan, kenakalan anak anak
bisa membawa pertikaian/permasalahan dalam keluarga. Banyak suami- suami yang
tidak memahami peranannya dalam keluarga, fungsi dan tugasnya, demikian
sebaliknya isteri tidak memahami hakekat dan makna, fungsi dan peranannya dalam
keluarga dan rumah tangga. Anak tidak patuh dan hormat lagi kepada orang tua
yang merawat dan membesarkannya.
Menurut
pengamatan penulis alangkah mudahnya seorang bapak (suami) yang nota bene
adalah kepala keluarga sering nongkrong di kedai (lapo) sampai larut malam,
duduk santai dan minum sampai mabuk mabukan, sangatlah janggal apabila seorang
ayah menyuruh anaknya pergi ke sekolah minggu, sedangkan dia tak pernah
sekalipun pergi ke Gereja kecuali pada waktu natalan atau tahun baruan,
pembabtisan dan sidi. sangatlah tidak
enak apabila seorang isteri tidak memenuhi tugasnya sebagai isteri semisal
terlalu banyak ngerumpi dengan teman-temannya tanpa memperdulikan bagaimana
anak-anaknya pergi dan pulang sekolah, makan atau tidak makan. Demikian juga
dengan anak yang sesukanya bolos dan tawuran padahal orang tuanya susah payah
mencari nafkah untuk kepentingan dan biaya sekolahnya.
Maka dari itu
penulis merasa perlu menuliskan dan menguraikan perlunya keluarga Kristen yang
bertanggung jawab, baik tanggung jawab sebagai orang tua, Isteri dan anak, dewasa
ini semakin diperlukan jiwa jiwa yang penuh tanggungjawab baik di masyarakyat,
sosial terlebih di dalam Gereja, maka dengan demikian akan membuat Iman semakin
dewasa dan makin bertanggung jawab di segala bidang. Dan dapat
mengimplementasikan Imannya dalam Gereja masa kini.
Pertanggungjawaban manusia sebagai ciptaan yang unik dan istimewa berpusat
kepada Allah. Dan yang menarik dalam hal ini adalah, kekuatan dan kesanggupan
manusia dalam pelaksanaan tanggungjawab tersebut juga tergantung kepada Allah
sebagai pemberi tanggungjawab. Dengan demikian perlu ada komunikasi dan
koordinasi yang kontiniu antara manusia dengan Allah dalam perwujudan dunia
yang diwarnai keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan itu. Manusia akan mampu
menata dunia dan seluruh ciptaan sesuai dengan kehendak Allah apabila dalam
diri manusia tersebut terkandung dimensi ketaatan kepada Allah. Inilah yang
menjadi faktor penentu kesuksesan manusia dalam pelaksanaan tanggungjawabnya
sebagai ciptaan yang istimewa di hadapan Allah
Dalam pembentukan keluarga Kristen, kesadaran akan tanggungjawab manusia
sebagai perpanjangan tangan Allah dalam pembentukan tatanan dunia yang teratur,
damai dan sejahtera menjadi variabel yang sangat menentukan. Bahkan itulah yang
seharusnya menjadi titik berangkat pembentukan keluarga Kristen. Setiap
keluarga Kristen dibangun dari pribadi yang bertanggungjawab kepada Allah
sebagai alat pembentukan tatanan dunia (keluarga) yang teratur, damai dan
sejahtera. Kesadaran yang demikian akan membentuk anggota keluarga yang juga
bertanggungjawab terhadap anggota keluarga lainnya sebagai bagian dari dunia
ciptaan Allah. Anggota keluarga yang memberi apresiasi terhadap pemahaman yang
demikian niscaya akan memandang setiap anggota keluarga sebagai pribadi yang
harus dihormati dan dibahagiakan. Dan itu dinyatakan atas kesadaran dan
tanggungjawabnya sebagai ciptaan Allah yang istimewa. Keluarga adalah lembaga
tertua didunia sejak Tuhan menciptakan langit dan bumi. Keluarga merupakan hal
yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena melalui keluargalah dapat
terbentuk suatu masyarakyat yang maju, Greja yang Misioner. Keluarga merupakan
jantung masyarakat dan didalamnya tercipta awal dari semua gagasan, sikap,
keyakinan dan kasih.[1].
1.2. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis memakai metode studi
literature, yaitu dengan memilih, membaca, dan mempelajari buku-buku yang
sesuai dengan judul, artikel, artikel atau tulisan yang berkaitan dengan judul
yang dapat mendukung penyelesaian tulisan ini.
1.3. Sistematika
Penulisan
Dalam karya
tulis ini, penulis membahas mengenai tanggungjawab keluarga Kristen dan dan
implementasinya dalam Gereja masa kini, penulis sadar bahwa topik ini amatlah
luas cakupannya. Dengan demikian supaya penulis lebih mudah mengetahui inti
pokok dari karya tulis ini, maka penulis membuat suatu batasan secara bab demi
bab
BAB I: Dalam bab ini penulis menguraikan :
Pendahuluan tentang permasalahan, alasan
memilih judul, metode penulisan, serta sistematika
penulisan.
BAB II: Dalam bab
ini penulis menguraikan: pengertian keluarga, tinjauan Budaya
Batak tentang keluarga, dan keluarga dalam Perjanjian Lama, dan Perjanjian Baru
BAB III: Dalam bab ini penulis menguraikan peranan
orang tua dalam keluarga, peranan ayah
sebagai imam dalam keluarga, tanggungjawab ibu dan anak dalam keluarga
BAB IV: Dalam bab ini
penulis menguraikan keluarga Kristen harus mampu sebagai Garam dan Terang dunia, tugas dan
tanggung jawab Kristen dan
implikasinya dalam Gereja masa kini
BAB V: Bab ini
merupakan kesimpulan dari seluruh pembahasan serta saran- saran
BAB
II
TINJAUAN
BUDAYA /ALKITAB MENGENAI KELUARGA
2.1.
Pengertian Keluarga
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Keluarga di artikan dengan[2] :
(1)Ibu, Bapak dengan anak-anaknya; seisi rumah, (2) Orang seisi rumah yang
menjadi tanggungan, (3) satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam
masyarakat. Dari pengertian tersebut muncullah istilah keluarga, keluarga besar yang berarti tidak hanya
terdiri atas suami, istri, dan anak tapi juga mencakup adik, kakak ipar,
keponakan dan sebagainya.
Kelurga : Berasal dari Bahasa
Sansekerta"kulawarga"; "ras" dan "warga" yang
berarti "anggota" adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang
masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari
sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan,
kewajiban, dan tanggung jawab
Selain itu juga muncul istilah berkeluarga
yang berarti berumah tangga; mempunyai Keluarga, bersanak keluarga, berkerabat
mempunyai istri dan suami, dalam banyak hal, keluarga merupakan organisasi yang
terpenting. Menurut James Starhan, keluarga adalah kelompok sosial yaitu suatu
hasil dari proses sosial Dalam masyarakat dan merupakan unsur terkecil dalam
pembentukan masyarakat.[3]
Keluarga adalalah: Yang terdiri dari
ayah, ibu yang dipersatukan seumur hidup dalam pernikahan yang monogamy,
sekelompok manusia yang mempunyai hubungan erat satu sama lain[4].
Keluarga adalah kelompok sosial
dari hasil proses sosial masyarakyat dan merupakan unsur terkecil dalam
pembentukan masyarakat. Keluarga secara umum dapt dibagi menjadi empat bagian
besar, yaitu.
- Keluarga Batih/inti (Nucleur Family) yaitu kelompok yang teridiri dari ayah, ibu dan anak-anak atau tanpa anak yang belum memisahkan diri dari keluarga.
- Keluarga Besar (Extention Family/Great Family) yaitu kelompok kekerabatan yang berdasarkan atas garis keturunan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, mertua, menantu, cucu, cicit dan sebagainya.
- Keluarga Jauh (College Family) yaitu “kolega”, guru, anak didik, organisasi dan sebaginya.
- Keluarga Orientasi (Orientasi Family) yaitu keluarga dimana individu-individu bergabung dalam satu keturunan, dalam arti keluarga yang terdiri dari segolongan yang hidup bersama.[5]
Hakekat Keluarga adalah
kesatuan dari semua anggota keluarga dimana ayah, ibu dan anak dipersatukan
disalam persekutuan sesungguhnya. Masing masing mereka mereka merasakan bahwa
mereka adalah bagian integral (utuh yang tidak dapat terpisahkan) satu dengan
yang lain. Keluarga merupakan tempat pembentukan pribadi seseorang. Akan tetapi
setiap orang yang telah dibentuk dalam keluarga juga dapat dipengaruhi oleh
lingkungan.
ML Thomson menyatakan suatu defenisi
tentang keluarga dalam kerangka iman, yakni “Sebagai saudara dalam keluarga
Allah, kita menerima setiap orang sebagai keluarga tanpa membeda-bedakan, baik
mereka yang dihubungkan dengan hasil perkawinan, adopsi, mereka yang memilih
hidup sendiri atau menjadi anggota keluarga di luar kelarga mereka sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan Keluarga merupakan pemberian Tuhan dan Dia
sendirilah sebagai pusta atau kepala keluarga melalui anakNya Yesus Kristus (Ef
5:23)[6]
Soemadi Tciptojoewono mengatakan tentang
pentingnya keluarga, setiap orang belajar dari lingkungan keluarga, dan
keluargalah yang perta sekali menikmati jika seseorang itu berhasil dalam hidupnya.
Demikian sebaliknya, bila ada yang gagal maka keluarga itulah yang palin
menderita, artinya di dalam keluarga ada hubungan timbal balik diantara sesama.[7]
Ny. Singgih D.Gunarsah
mendefenisikan Keluarga adalah bagian dariMasyarkat yang mempunyai hubungan
dalam perkembangan Zaman. Keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas
selaku penerus keturunan saja. Keluarga yang teridir dari Ayah, ibu, anak dan
sanak famili harus saling mengisi, dan memberi. Keluarga merupakan sumber dari
pendidikan utama, pengetahuan, kecerdasan anggotanya. Keluarga merupakan
produsen dan konsumen sekaligus, dan
harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti
sandang, pangan dan papan. Setiap anggota keluarga dibutuhkan dan saling
membutuhkan satu sama lain, supaya mereka dapat hidup lebih senang dan tenang.
Hasil kerja mereka harus dinikmati bersama.[8]
Keluarga adalah Unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan, saling berhubungan melalui pertalian darah yang mempunyai
kedekatan dan konsistensi hubungan yang erat
2.2
Pandangan Orang Batak terhadap Keluarga
Salah satu Falsafah Orang
Batak adalah 3 H, Hamoraon (Harta kekayaan), Hagabeon (anak dan keturunan) dan
hasangapon (Kedudukan dan kehormatan) hal ini masih berlaku hingga saat ini.
Keluarga dalam pandangan orang Batak mempunyai ruang lingkup yang cukup luas
yaitu mencakup ayah (Among), inong (Ibu) Anggi ( adik) Haha (abang) ito
(Saudara perempuan), parumaen (Menantu perempuan) Hela (menantu laki-laki),
Pahompu (Cucu) haha doli dan anggi boru, Tulang (Paman) saudara laki laki dar
ibu, Namboru (Bibi) saudara perempuan dari ayah , Lae, Tunggane (Saudara dari
isteri). Keluarga dalam masyarakat batak dikenal dengan istilah “Tutur
(Famili).[9]
Hagabeon (kesuburan,
memiliki banyak turunan) adalah satu dari antara tiga cita-cita atau filsafat hidup terpenting
Batak. Dua lagi adalah: hamoraon (memiliki banyak
harta) dan hasangapon (sangat dihormati). Ketiga hal itu,
sering disingkat 3 (tolu) H, dianggap sebagai “tiga serangkai” nilai yang
menjadi falsafah atau orientasi hidup masyarakat Batak. (dalam lagu Alusi ahu
ciptaan Nahum Situmorang ke tiga nilai itu sudah disebut sebagai cita-cita
banyak orang Batak). Namun menurut penulis, sadar atau tidak sadar, banyak rang
Batak sebenarnya menganggap hagabeon itulah yang paling penting atau bahkan
satu-satunya yang makna hidup di dunia ini[10].
Umpasa dibawah
ini adalah salah satu yang mengungkapkan
Bahwa Orang Batak rindu akan Keluarga
dan anak.
Bintang na rumiris ombun na sumorop
Anak pe riris boru pe torop.
Lili ma di ginjang hodong ma di
toru
Riris ma jolma di ginjang torop
ma pinahan di toru.
Andor halumpang togu-togu ni
lombu
Sai saur matua ma ho
paabing-abing pahompu.
Harangan ni Pansur batu
hatubuan ni singgolom
Maranak ma hamu sampulu pitu
marboru sampulu onom.
Sahat-sahat ni solu sai sahat
tu bontean
Leleng hita mangolu sai sahat
ma tu panggabean
Sai tubuan laklak ma tubuan
singkoru
Sai tubuan anak ma hamu tubuan
boru.
Tinampul bulung ni salak laos hona
bulung singkoru[11]
Dalam kebudayaan
Batak dikenal istilah Dalihan Natolu (tungku nan tiga), Dalihan natolu adalah
satu kerangka yang meliputi hubungan-hubungan perkawinan yang menghubungkan
sauatu kelompok kekerabatan yang terdiri daripara pria yang seketurunan dengan,
pada satu pihak pria yang seketurunan, yang telah mengawinkan anak wanita
mereka dengan pria kelompok kekerabatan pertama, Lebih dalam lagi mengaplikasikan
kawan satu marga adalah keluarga.
Marga adalah kelompok
orang-orang yang merupakan keturunan dari seorang kakek bersama) dan garis
keturunan diperhitungkan melalui bapak yang bersifat patrinileal. Dalihan
natolu mencakup Hula-hula (Pihak dari Isteri dan Ibu), Dongan tubu, pihak dari
laki-laki, Boru pihak dari saudari perempuan, juga disebut pihak keluarga.[12].
Dari situ dapat kita simpulkan bahwa pengertian keluarga bagi orang batak sudah
mencakup luas, bukan hanya sebatas antara hubungan anak, ayah, ibu lagi.
2.3
Keluarga dalam Perjanjian Lama
Dalam Alkitab, Teologi
Penciptaan (Kej 1-2) keluarga yang diawali dengan perkawinan disebut dengan
persekutuan yang dipersatukan oleh Allah. Apa yang telah dipersatukan oleh
Allah tidak dapat diceraikan dan dipisahkan oleh manusia kecuali oleh karena
kematian dan Zinah (band Mat 19:5-9) didalam Perjanjian Lama pengertian
keluarga dihubungkan dengan seluruh anggota keluarga, baik dari masa lalu
hingga masa kini, yang masih hidup dan yang sudah mati. Istilah yang sering
dipergunakan dalam menyebut keluarga adalah “syebet” artinya suku “mispakha”
artinya kaum dan bayi yang artinya keluarga.(Yos 7:16-18).
Keluarga dalam Perjanjian
Lama berada dalam kerangka dasar umat Allah, Kehidupan keluarga tidak terlepas
dari identitas bangsa Israel
sebagai umat pilihan Allah. Keluarga merupakan pusat perjanjian bangsa Israel
dengan Allah. Dengan menjadi anggota keluarga, yang lahir dan bertempat tinggal
di Israel,
maka orang tersebut sudah menjadi umat Allah. Di dalam Tradisi Israel
kuno, diyakini bahwa anak merupakan anugerah dari Tuhan yang mendatangkan
sukacita dalam keluarga. Dalam Keluarga Israel, kehadiran anak sangatlah
penting hal ini dikaitkan dengan pemeliharaan warisan lelhur. Ketika anak lahir
orangtuanya memberi nama, dan pemberian nama kepada anak menurut tradisi Israel
kuno berkaitan dengan otoritas yang di miliki orang tua. Dalam menjalin
hubungan, keluarga mendapat penekanan untuk saling berbagi diantara sesama
anggota keluarga: suami-isteri, orangtua-anak. Orang tua mempunyai peran
yuridis yang sangat besar.[13]
Manusia merupakan karya
ciptaan Allah yang terbesar, mahkota ciptaan, hanya manusialah yang dapat
memasuki hubungan persekutuan dengan Allah pencipta dan juga dengan ciptaan
lainnya. Manusia sebagai ciptaan Tuhan mempunyai kewajiban mematuhi segala
ketetapan Allah. Salah satu ketetapan itu adalah ketetapan di dalam keluarga,
sebagaimana manusia harus patuh kepada Allah demikian juga keluarga harus patuh
pada Tuhan, dengan demikian setiap anggota keluarga dsitekankan untuk hidup
persektuan yang harmonis dengan sesame anggota keluarga. Artinya harus ada
keseimbangan dalam hubungan dengan Allah dan juga dengan sesama manusia.[14]
Keluarga adalah lembaga yang
tertua di dunia sejak Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya
(Kej 2:24), dan sekaligus merupakan unit sosial terkecil dalam masyarkata.
Alkitab menyaksikan bahwa Allah sendirilah yang membentuk manusia menjadi satu
keluarga. Sehubungan dengan hal tersebut, Allah memberi peraturan dan ketentuan
yang harus di tata oleh setiap anggota
keluarga, sekaligus memperingatkan mereka untuk melanggar ketentuan
tersebut (bnd Ef 5:22-26;6:1-4).[15]
Deretan bentuk organisasi keluarga
terjadi dari Suku atau marga (bahasa Ibraninya: “Schebet” naskah iman menyebut
matte, batang/tongkat, golongan(clan), keluarga besar dan keluarga rumah
tangga(famili). Keluarga adalah pertalian darah yang didasarkan pada
persekutuan (Kel 1:9) dan “Persekutuan darah: (Im 17:10). Demikian juga dengan
ke 12 suku atau Marga Israel
disebut sebagai keluarga Israel[16]
Persekutuan atau pertemuan keluarga
terjadi dapat kita temui misalnya dalam keluarga Abraham dan Lot, di mana
Abraham berpisah dengan Lot sanak saudaranya itu (Kej 13:5,13), tetapi menjadi
tugas Abraham menjaga ersekutuan keluarga apabila Lot
diancam oleh musuhnya(Kej 14:12-16) segera ia dating menolong karena hukum
kekeluargaan.[17]
2.4
Keluarga dalam Perjanjian Baru
Didalam Perjanjian Lama
pengertian keluarga dihubungkan dengan seluruh anggota keluarga, baik dari masa
lalu hingga masa kini, yang masih hidup dan yang sudah mati. Dalam Perjanjian
Baru istilah yang dipakai adalah “narpia” yang menekankan asal-usul keluarga
yang menunjuk pada bapak leluhurnya (band Lukas 2:4; Kis 3:25). Istilah lain
yang digunakan adalah “oikos” yang artinya rumah tangga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak dan juga para hamba, budak, pelayan dan sesama (bnd Mat 21:33; Kis
10:7)[18].
Keluarga Sebagai anggota
Tubuh Kristus terbuka kepada keluarga lainnya dengan saling mengasihi dan
saling menghargai.1 Kor 10:16-17, Ef 5:10. Dalam Efesus fatsal yang ke 6 secara
sederhana pengertian keluarga dapat dirumuskan : Keluarga dimana ayah, ibu dan
anak-anaknya percaya kepada Yesus Tuhan sebagai Juruselamatnya, artinya seluruh
anggota keluarga mengikuti ajaran Kristus dan mngamalkannya dalam kehidupan seharihari.
Hal senada juga di ungkapkan Oleh Roy Lessin : Keluarga merupakan gagasan Allah
bukan gagasan manusia, tetapi Tuhanlah yang menentukanNya. Ia mempersatukan
laki-laki dan perempuan yang pertama dalam pernikahan. Bertitik tolak dari
pemahaman ini, Lessin membuat paradigma sebagai berikut :
Ayah- Iteri- Anak
Dari kiri ke kanan menunjukkan ketundukan
Dari kanan ke kiri menunjukkan pelayanan
Demikianlah hubungan antara anggota
kel;uarga diatur sehingga berjalan dengan harmonis[19].
Selanjutnya pemahaman yang serupa di nyatakan oleh Hadisubrata dengan
membentangkan 4 bagian besar yang disebut sebagai keluarga orang Kristen
Fondasi kehidupan keluarga Kristen dan
seluruh kerangka hidupnyaberoperasi dalam Kasih Kristus (Ef 5:22-6:9). Semua
anggota keluarga dalam posisi apapun harus saling mengasihi sebagai landasan
hidup harmonis, baik secara pribadi dan rumah tangga.
-
Suami
adalah kepala, ia harus berperan sebagai kepala rumah tangga, bukan pemerintah.
- Isteri adalah penolong/pendamping suami yang harus berperan sebagai penopang,
buka sebagai pengatur kebijakan rumah tangga.
-
Anak
adalah milik bersama, dan suami adalah penanggung jawab utama bersama isteri
dalam membina anak-anak agar hidup dalam Ketaatan kepada Allah dan orang tua
Dari penjelasan di atas maka
dapat kita ketahui bahwa keluarga Kristen adalah Keluarga yang menerima baptisan
dari Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh Kudus. Segala tindakan-tindakan dalam
keluarga Kristen berpatokan pada Pengajaran Tuhan Yesus.[20]
Kata “oikos” artinya “rumah”
banyak terdapat dalam masyarakat Yunani dan Romawi (Kurios atau despotes),
istri, anak dan hamba-hamba, tapi juga beberapa tanggungan seperti para
pelayan, pekerja dan bahkan budak-budak tebusan atauu teman-teman yang sukarela
menggabungkan diri dalam persekutuan yang timbal balik Mat 21:33. Jemaat
digambarkan sebagai satu keluarga Allah (Ef 2:19) atau keluarga iman (Gal 6:10)[21]
Dalam 1 Korintus 3:11
dikatakan “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari
pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus” Artinya Yasus kristuslah
yang menjadi dasar dan pemimpin setiap keluarga.
BAB III
PERANAN
ORANG TUA DALAM KELUARGA KRISTEN
3.1
Peranan orang Tua
Kata peranan tidak asing lagi
bagi kehidupan dan aktifitas manusia, setiap individu memiliki “peran” dan memiliki
“peranan” untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dikatakan bahwa: Peranan adalah seperangkat tingkat yang diharapkan,
dimilik oleh orang yang berkedudkan dalam masyarakat[22].
Arti peranan dalam hal ini
adalah merupakan tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan.
Poerwadarminta menjelaskan bahwa : Peranan berasal dari kata peran yang berarti
tokoh atau pelaku, oleh karena itu peranan merupakan salah satu bagian yang
terpenting[23]
Peranan orang tua sangat
penting dalam kehidupan rumah tangga, maju mundurnya keluarga terletak pada
orangtua dalam hal ini kita sebut ayah dan ibu. Anak anak dipandang sebagai anugerah
Tuhan yang dipercayakan pada orang tua. Pemberian kasih, disiplin dan latihan
diwujudkan dengan peranan orang tua, orang tua sebagai pelatih, penasehat dan
sebagai pendamping anak setiap hari, membri petunjuk, anjuran dan menegur. Sehingga anak-anaknya mampu bertumbuh dewasa
. Kemajuan anak- anak terletak pada peran orang tua[24]
Peranan orang tua di tinjau
dar berbagai segi
1. Segi Etika Kristen
Pandangan etis oleh seorang
ahli yang bernama Bienert yang adalah seorang Teolog yang kemudian dikutip oleh
J Verkuil dalam bukunya Etika Kristen mengatakan bahwa : Pekerjaan Allah adalah
sumber pekerjaan manusia, artinya Allah sebagai sumber dan pemula kerja,
kemudian diteruskan kepada manusia sebagai ciptaanNya. Setelah manusia
diciptakan oleh Allah, Ia memberikan mandate kepada manusia untuk menguasai dan
menahlukkan bumi. Manusia dalam hal ini adalah laki-laki dan perempuan (orang
tua), adalah mahlukk pekerja secara khusus untuk anak-anak.[25]
2. Segi Sosiologi
Pandangan Sosiologi
mengatakan bahwa keluarga merupakan jantung masyarakat, dikatakan demikian
karena di dalam keluarga sebuah keluarga terjadi awal dari segala sesuatu
gagasan, sikap, keyakinan, dan perasaan. Apa yang terjadi dalam keluarga akan
menentukan apa yang akan terjadi dalam Gereja, di sekolah, di dalam masyarakat
atau di dalam suatu bangsa atau negara[26].
Dari keterangan datas maka
dapat di rangkum bahwa keluarga adalah masyarakat sosial, dan suami isteri
(orang tua) harus mampu untuk memimpin keluarganya (anak-anaknya) dan segala
aktifitas keluarga dengan baik.
3. Segi Psikologi
Pandangan Psikologi tentang
peran orang tua dalam keluarga sangatlah mutlak dalam Psikologi
Perkembangan/anak orang tua adalah prioritas utama dalam satu keluarga. Orang
tua harus bisa memenuhi kebutuhan anaknya, menjalin keakraban dan hubungan yang
erat. Mampu memupuk kepercayaan diri anak dan perasaan amang untuk dapate
berdiri dan bergaul dengan teman-temannya. Memberi kasih sayang, mendukung
perkembangan anak serta melindungi mereka. Memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya, Memperhatikan dan mempersiapkan anak anaknya
untuk mandiri. Mengavaluasi sifat dan sikap anak-anaknya dan terutama mendidik
anaknya kea rah yang lebih baik, peran orang tua adalah menenteramkan jiwa anak
anaknya.[27]
4. Segi Teologis(Alkitab) Di
dalam Ulangan 6:6-9 dikatakan
6:6 Apa yang kuperintahkan
kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
6:7 haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila
engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau
berbaring dan apabila engkau bangun.
6:8 Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di
dahimu,
6:9 dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Nas ini mengatakan tanggung
jawab orang tua kepada anak-anaknya, Kewajiban orang tua untuk mengajarkan
Firman Tuhan pada anaknya, melalui pembiasaan, pemahaman serta penghayatan akan
Firman Tuhan agar dilaksanakan di dalam satu keluarga di bawah bimbingan orang
tua.
Gagasan atau konsep tersebut
memiliki makna penting untuk dipergumulkan dan diterapkan, yakni membangun
persekutuan dalam keluarga Kristen yang diperankan oleh orang tua.
Persekutuan keluarga yang
dipimpin orang tua adala organisma terkecil dari Gereja, melalui persekutuan
tersebut akan tercipta iman, cinta dan kasih sayang, norma dan etika yang
berlaku dalam keluarga dan Gereja yang bertujuan untuk meningkatkan kwalitas
spritualitas anak. Orang tua merupakan perpanjangan tangan Tuhan yang
bertanggungjawab untuk mensejahterakan keluarga. Orang tua memiliki peran dalam
bidang ekonomi, pendidikan, social dan rohani anak.
Tokoh Reformasi Marthin
Luther “Hendaknya orang tua harus mempersiapkan sejak dini anak-anaknya untuk
menjadi seorang Kristen yang baik. Orang tua harus mengingat bahwa pesan dan
hokum atau perintah dari Allah, wajib mereka ajarkan pada anak-anaknya.[28]
Pendapat tersbut dapat disimpulkan bahwa salah satu profil orang tua yang baik
adalah mendidik anak-anaknya dalam ajaran dan nasehat Tuhan agar menjadi orang
Krsiten yang takut akan Tuhan (Ams 1:7)[29]
Tanggungjawab dan tugas orang
tua
- Menjadi penasehat utana dalam rumah tangga bagi anak-anak dalam kebutuhan rohani. Menata komunikasi yang baik terutama tentang pengajaran Firman Tuhan.
- Penegak disiplin dalam keluarga seperti Allah menerapkan disiplin kepada anak-Nya atau umat-Nya (Ibr 12:5-11). Allah menggunakan metode pemeliharaandan teguran sebagai disiplin dan peringatan (Ul 11:1)[30]
Dalam Ef 6:4 terdapat perintah yang sangat
penting, bahkan merupakan kewajiban orang tua untuk melatih anak dalam
pendidikan disiplin hidup Kristen (Paldeia: pendidikan dengan disiplin dan Nouthesia
; pendidikan dengan lisan. Alkitab meletakkan tanggung jawab untuk pendidikan religius
pada orang tua[31]
3.2
Peranan Bapak sebagai Imam dalam keluarga
Perkataan imam berasal dari bahasa Arab
yang artinya pemimpin sembahyang (shalat) oramh Yahudi sering menhubungkan imam
dengan imamat. Imamat dalam bahasa Ibrani Wayyiqra yang artinya Dia memanggil.[32]
Dengan demikian dapat diketahui bahwa
Imam adalah orang yang di panggil Tuhan dalam pelayanan khusus. Para imam bertanggungjawab atas segala acara dan upacara
dalam persembahan di Bait atau tempat suci. Imam adalah bapa dan penasehat umat
Allah[33].
Seorang laki-laki tua adalah perwujudan
(penjelmaan) dari suatu pengalaman yang panjang (Ul 32:7; Mzm 37:25) dalam
melaksanakan tugas atau nasehat/ kebijakan mereka sangat berhati-hati ( 1 Raja
12:6-8;13) oleh karena itu seorang laki-laki tua harus memiliki kualifikasi
yang baik untuk dapat menjabat sebagai penatua atau tua-tua. [34]
Dalam keluarga kaum bapak adalah
merupakan Imam atau pimpinan yang bertanggungjawab dalam hal membina
spiritualitas anak untuk mengenal Tuhan.Dalam 1 Petrus 2:9 di bentangkan bahwa
semua orang percaya menjadi imamat yang rajani bangsa yang kudus kepunyaan
allah sendiri,serta
Bertugas untuk memberitakan perbuatan
perbuatan yang besar dari Dia. Melalui ayat ini seorang bapak harus
memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang dialaminya kepada anak anaknya.
Dengan memberikan pengajaran secara terus menerus akan menjadikan spritualitas
anak yang baik.
Menurut Einar Sitompul bapak sebagai imam
memiliki tanggung jawab dan kewajiban social religius. Bapak harus menjalankan
ketetapan agama atas nama keluarga ia harus mempersembahkan korban bakaran
untuk Tuhan (Kej 17:27) Ayub mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan untuk
menguduskan keluarga dan anak-anaknya (Ayub 1:5) dia bertanggung jawab atas
kebutuhan rohani keluarganya kesalahan anak-anaknya menjadi beban dalam dirinya[35]
Keluarga harus mencerminkan prinsip
Kerajaan Allah. Bila cermin pemerintahan Allah ada dalam suatu rumah tanggga,
berarti Yesus ada di atas suami. Dalam hal ini wewenang yang dimiliki suami
bukan wewenang untuk digunakan semena-mena. Tetapi wewenang yang dibungkus
dengan kasih Kristus demi kemuliaan Allah dan tegaknya rumah tangga Allah atau
pemerintahan Allah dalam keluarga. Untuk ini seorang suami harus menjadi imam.
Dalam hal ini harus ditegaskan bahwa hubungan suami istri dapat menjadi lambang
hubungan Kristus dengan jemaat (Efesus 5:32).
Allah menentukan suami harus menjadi imam
dalam keluarga. Seperti Kristus berkorban untuk jemaat, demikian pula suami
harus berkorban bagi keluarga. Hal ini juga ditegaskan oleh Allah Bapa dalam
Kejadian 3:19, bahwa manusia (laki-laki) akan berpeluh dalam mencari nafkah.
Sebagai "penolong", istri dapat membantu suami mempertahankan ekonomi
keluarga, tetapi suami tidak boleh menjadikan istri "sapi perahan"
guna menunjang kebutuhan keluarga.
Dalam Efesus 5:25, disebutkan bahwa suami
harus mengasihi istri seperti "Kristus mengasihi jemaat". Dalam hal
ini, suami harus melihat kasih Kristus sebagai prototype atau teladan kasih
yang harus dikenakan terhadap istri. Untuk itu kita harus mengerti tempat
Kristus bagi jemaat. Kristus adalah kepala atau pemimpin yang memimpin kepada
kebenaran[36]
3.2.1 Sebagai Teladan
Bapak yang baik adalah teladan dan
merupakan harapan ibu dan anak-anaknya didalam keluarganya. Menjadi bapak yang
teladan dalam rumah tangga bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena
kelangsungan keluarga berada di pundak bapak. Seorang bapak bertanggungjawab
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Ketaatan seorang bapak dalam
melaksanakan ibadah akan menunjukkan keteladanan yang baik bagi anggota
keluarganya. Menghormati Isteri dan anak –anak merupakan suatu sikap dan moral
yang baik, Paulus menekankan agar bapak (Suami) harus mengasihi isterinya sama
seperti tubuhnya sendiri (Ef 5:28)[37]
Peranan
bapa dalam keluarga adalah sebagai wakil kepada Allah Bapa yang Maha Tinggi.
Tanggungjawabnya adalah sebagai penyedia kepada keperluan keluarga, kepimpinan
dan perlindungan dari segi fisik dan hal-hal spiritual. Ianya bukan hal
kecil sekiranya bapa menyangkal perlengkapan keperluan isteri dan anak-anak,
seperti yang kita lihat dari teguran Paulus kepada mereka yang tidak menjaga
keperluan keluarga mereka.
1 Timotius 5:8 Tetapi sekiranya sesiapa yang
tidak menyediakan untuk dirinya sendiri, terlebih lagi kepada keluarganya, dia
telah menyangkal iman dan lebih buruk daripada orang yang tidak percaya. Ini
juga dilihat dalam celaan Solomo kepada orang malas untuk menyuruh dia
bertindak dalam Amsal 6:6-11
Sementara tanggungjawab pencari nafkah itu diberikan
kepada bapa apabila Allah memberitahu bahawa dia harus makan dari titik
peluhnya (Kej 3:19), dia juga bertanggungjawab dan tidak boleh menolak
keperluan spiritual seseuatu keluarga.
Sebelum keimamatan telah didirikan di Israel,
bapa mempunyai tanggungjawab untuk mengorbankan bagi pihak keluarganya, seperti
yang kita lihat dari teladan Abraham dalam Kejadian 12:8 dan teladan Ayub dalam
Ayub 1:5. Sebagai pengajar anak-anak bersama dengan ibu, bapa ini telah
diberikan tanggungjawab utama untuk memimpin keluarga dalam mengajar Hukum Allah
(Kel 12:126-27; Ul 6:6-7; Ams 22:6; Ef 6:4).[38]
Secara Praksis bapak sebagai mama ditengah-tengah
keluarga mengemban tugas sebagai pengkhotbah, sebagai hakim dan pengajar.
Sebagai pengkhotbah di keluarga bapak harus mengajak anggota keluarga mengadakan
persekutuan dengan Tuhan, contohnya mengadakan kebaktian dalam keluarga. Dalam
kebaktian tersebut bapak menjadi pengkhotbah mengambil teks yang ada dalam
Almanak (ayat harian) atau membacakan isi ringkasan khotabah yang telah
disediakan dalam renungan harian (Buku mendekat/pajonok hamu ma tu Debata
mempimpin doa atau menyuruh salah
seorang untuk berdoa[39]
3.3. Peranan Ibu
dalam rumah tangga
Peranan ibu adalah pengasuh dan yang melaluinya
kehidupan diberikan. Bapa dan ibu memperanakkan anak, simbolik kepada Bapa
bersama dengan anak-anakNya menciptakan manusia pada mulanya. “Dan Allah
berfirman, Marilah kita meciptakan manusia mengikut rupa kita... Jadi Allah
menciptakan manusia mengikut rupaNya, dalam imejNya Allah menciptakan manusia,
lelaki dan perempuan Dia ciptakan,” (dari Kej 1:26-27). Setiap anak lahir
dibuat mengikut fizikal yang sama dari bapa dan ibunya.
Dalam Yohanes 1:3-4 bercakap tentang anak Eloah,
firman Allah, “Semua perkara datang melalui Dia, dan tanpa Dia tidak ada yang
seorang pun yang wujud. Dalam Dia ada kehidupan, dan kehidupan itu adalah
terang kepada manusia.” (LITV). Sementara Bapa memberikan kehidupan kepada
manusia melalui Firman, bapa dalam bentuk fizikal memberikan kehidupan kepada
anak-anaknya melalui ibu.
Kemudian ibu mengambil peranan yang lebih aktif dalam
membesarkan anak-anak dengan membawa bayi yangbelum dilahirkan dalam rahim
dalam jangka masa tertentu, dan mengikat perhubungan dengan keturunannya yang
dia bantu untuk hidup. Selepas dilahirkan, sudah menjadi tanggungjawab ibu
sebagai penjaga utama untuk mengasuh anak dengan memberi makan dan interaksi
untuk melihat anak ini membesar kepada pntensi yang baik dan akhirnya
menggantikan bapa atau ibu sebagai ketua dan mengajar sebagai kepala dalam
keluarganya sendiri[40]
1Timotius 5:14 Karena itu aku mau supaya
janda-janda yang muda kawin lagi, beroleh anak, memimpin rumah tangganya
dan jangan memberi alasan kepada lawan untuk memburuk-burukkan nama kita.
Amsal 29:15 Tongkat dan teguran mendatangkan
hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.
Dari ayat-ayat dalam Amsal ini kita melihat bahawa
ianya adalah tanggungjawab ibu untuk mengaja dan menuntun anak-anak dalam Hukum
Allah sebagai sebahagian daripada pengasuhan anak. Kegagalannya untuk
melaklukan demikian membawa malu kepadanya.[41]
Pada awal kehidupan anak-anak, bapa membantu ibu dalam
hal pengasuhan dan juga menjadi penasihat dan menjadi sumber kekuatan kepada
keluarga. Sementara anak-anak menjadi matang peranan yang membina ini
menghasilkan buah dan anak-anak lelaki akan menjadi terpengaruh dengan bapa
mereka secara semulajadi dan anak perempuan mendapat pengaruh dari ibu mereka.
Setiap perkembangan anak akan dikayakan dengan kesatuan diantara bapa dan
ibu. Terdapat banyak perkara yang akan dicapai dalam stabiliti dan
sekuriti dari kehidupan anak-anak dengan menyaksikan kasih yang keluar dan
perasaan suami terhadap isteri dan sebaliknya bersama dengan hadiah dan
tindakan kasih dari hari ke hari yang akan membuat seseorang itu istimewa dan
dikasihi.
Selain dari mengongsikan tanggungjawab untuk mengasuh
anak-anak, Ibu/isteri juga mempunyau tanggungjawab untuk mengurus operasi
domestik keluarga, yang mana termasuklah susunan rumah dan menyediakan makanan
yang sihat menurut Hukum Allah. Dia membantu suaminya dalam pemberian
persepuluhan, menghormati Hukum Allah dan implementasi pemeliharaan Sabat-sabat
Allah. [42]
Tanggungjawab Ibu dalam Keluarga
Ibu adalah salah satu tonggak penting
dalam keluarga. Sejak awal penciptaan manusia, Hawa melengkapi kebutuhan Adam.
Ia melengkapi kebutuhan emosi, intelektual, dan sosial Adam. Kekosongan dalam
diri laki-laki diisi oleh peran perempuan, demikian sebaliknya. Itulah yang
menjadi dasar suatu pernikahan. Didalam Alkitab tidak pernah disebutkan bahwa
perempuan adalah makhluk ciptaan kelas dua dan menurut pandangan kristiani,
perempuan mempunyai martabat yang setara dengan laki-laki. Tetapi dalam
kehidupan berkeluarga Firman Allah mengajar kepada kita demikian.
Efesus 5:22-33 KASIH KRISTUS ADALAH DASAR
HIDUP SUAMI-ISTERI
5:22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu
seperti kepada Tuhan, 5:23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti
Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 5:24 Karena itu
sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami
dalam segala sesuatu. 5:25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus
telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 5:26 untuk
menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan
firman, 5:27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya
dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya
jemaat kudus dan tidak bercela. 5:28 Demikian juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya
mengasihi dirinya sendiri. 5:29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya
sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat, 5:30 karena kita adalah anggota tubuh-Nya. 5:31 Sebab itu laki-laki
akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. 5:32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku
maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. 5:33 Bagaimanapun juga, bagi kamu
masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri
hendaklah menghormati suaminya.[43]
Dr. Wayne Grudem, seorang profesor yang
cukup terkenal saat ini mengatakan: "Penundukan seorang isteri kepada
suaminya bukanlah penundukan yang membabi-buta melainkan penundukan yang menjadi
naturnya dia untuk mau takut dan taat kepada Kristus." Konsep tunduk yang
dijabarkan oleh Rasul Paulus itu adalah:
3.3. 1. TUNDUK KEPADA ALLAH ( Efesus 5:
22)
Penundukan yang bukan karena dipaksakan
melainkan penundukan dari spiritual. Tunduk bukanlah hal yang mudah. Setiap
manusia mempunyai kecenderungan untuk memberontak, ingin berkuasa dan
menentukan tujuan hidup sendiri. Namun salah satu kunci rahasia kebahagiaan
kehidupan adalah dengan mengizinkan Allah menjadi Tuhan dalam kehidupan kita.
Markus 12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu
dan dengan segenap kekuatanmu.
Uangan 6:24 TUHAN, Allah kita,
memerintahkan kepada kita untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut
akan TUHAN, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya Ia
membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini.
Wahyu 14:7 dan ia berseru dengan suara
nyaring: "Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat
penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan
laut dan semua mata air."
Bila hal ini dilakukan maka seorang istri
akan merasa mudah tunduk kepada suami, sebagaimana seharusnya dalam Tuhan.
Kolose 3:18-19, 3:18. Hai isteri-isteri,
tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. 3:19 Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
3.3.2. TUNDUK KEPADA SUAMI ( Efesus 5:
22)
Seorang istri yang tunduk kepada suami
tidak berarti mencampakkan kecerdasan, ketrampilan, dan segala potensi yang
dimiliki oleh seorang istri. Seorang suami atau istri jika tidak menjalankan
fungsinya sesuai dengan perintah Allah, akan menghadapi kesulitan dalam
kehidupan rumah tangganya.
1 Korintus 11:3 11:3 Tetapi aku mau,
supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah
Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah
Allah.[44]
Seorang isteri yang sejati harus kembali
kepada fungsinya yang sejati serta memiliki kerelaan untuk taat kepada Allah.
Ketika ia mulai mau menundukkan diri kepada Kristus sebagai pusat kehidupannya
maka itu akan memunculkan sikap penundukan kepada suaminya dan kondisi
kenaturalan kewanitaan itu disebut Womanhood. Konsep ini sudah muncul sejak di
jaman Abraham, dimana Sarah begitu tunduk kepada Abraham dan memanggil suaminya
sebagai tuannya.
Seorang istri harus menghormati suaminya
sekalipun ia tidak layak menerimanya. Dalam Petrus 3:1-6, Petrus menekankan
agar para istri menghargai dan tunduk kepada suami mereka yang "tidak taat
kepada Firman" (ayat 1). Hal ini kedengarannya tidak masuk akal tetapi
Petrus menambahkan bahwa suami yang demikian ini bisa dimenangkan oleh kelakuan
istrinya yang saleh.
1 Petrus 3:1-6 HIDUP BERSAMA SUAMI-ISTERI
3:1 Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya
jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa
perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, 3:2 jika mereka melihat,
bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. 3:3 Perhiasanmu janganlah
secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas
atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, 3:4 tetapi perhiasanmu ialah
manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang
berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata
Allah. 3:5 Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu
berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah;
mereka tunduk kepada suaminya, 3:6 sama seperti Sara taat kepada Abraham dan
menamai dia tuannya. Dan kamu adalah anak-anaknya, jika kamu berbuat baik dan
tidak takut akan ancaman.
Tunduk disini adalah tunduk yang tidak
mengorbankan iman Kristen dan ketaatan kepada Firman Tuhan dan kesetiaan kepada
Kristus. Dalam hal ini istri bisa menolak ajakan atau perintah suami apabila
ajakan atau perintah tersebut bertentangan dengan Firman Tuhan dan merusak
kesetiaan kepada Kristus. Harus diingat, walaupun sudah seorang perempuan telah
menjadi istri seorang seorang laki-laki, namum tetaplah perempuan itu sebagai
"hamba Allah"
1 Korintus 7:23 Kamu telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia.
1 Petrus 2:16 Hiduplah sebagai orang
merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk
menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.
Ketika seorang wanita bisa memposisikan
dirinya secara tepat terhadap suaminya, itu justru membangun satu kebahagiaan
di dalam keluarga. Dan disini bagaimana seorang wanita menampilkan, menyatakan
dan memproses diri, taat dan berpusat pada Kristus yang direfleksikan kepada
suaminya.
Konsep tunduk seorang istri bukan berarti
tunduk secara pasif (semua beban dilempar kepada suami) karena itu merupakan
satu bentuk dari pemberontakan, tetapi tunduk aktif dengan memberikan ide dalam
mencari pemikiran, yang dipikirkan dari sudut pemikiran suami. Ketika sang
suami sedang memikirkan suatu gagasan/masalah, bagaimana sang istri memberikan
input yang terbaik buat suaminya, sehingga suaminya dapat mengaktualisasikan
apa yang ia gumulkan. Sehingga peran istri disini mengisi, khususnya
bagian-bagian detail yang tidak terpikirkan oleh suami.
Seorang pria cenderung untuk berpikir secara
global, oleh sebab itu seorang istri harus mempunyai ketajaman analisa
alternatif, kesulitan dan dampak yang lain yang akan dihasilkan dari pergumulan
tersebut. Dan itu menjadikan seorang isteri support kepada apa yang suaminya
inginkan secara positif.
Memang kita akan melihat bahwa suami yang
memutuskan tetapi dibelakangnya ada isteri yang memberikan pertimbangan terbaik
bagi keputusan tersebut. Didalam otobiografi tokoh-tokoh penting di dunia akan
kita dapati bahwa keputusan-keputusan tersebut terjadi karena mereka memiliki
istri yang sangat mendukung, namun sebaliknya dibalik para penjahat yang hebat
juga terdapat isteri yang sangat merusak. Sehingga kita sekarang mengetahui
bagaimana posisi seorang isteri akan sangat berpengaruh bagi suaminya. Seperti
Sarah yang selalu memberikan input, dan dukungan didalam Abraham menjalankan
ide dan pelayanannya, dan ia tidak pernah menghalangi apa yang menjadi garis
perjalanan dan tugas Abraham.[45]
3.3.3. MENGASIHI KELUARGA
Titus 2:4 2:4 dan dengan demikian mendidik
perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya,
Seorang ibu harus mengutamakan
keluarganya. Jika seorang ibu terlalu dibebani oleh tekanan ekonomi sementara
peluangnya untuk karier terbuka lebar, maka ia dengan mudah akan mengabaikan
keluarganya. Namun seorang ibu yang bijaksana haruslah dapat meluangkan waktu
dan menyimpan energi untuk keluarganya. Perlu diingat bahwa salah 353u
karakteristik dari keluarga yang berhasil adalah daya tarik cinta kasih seorang
ibu. Kasih ini tak dapat digantikan oleh siapapun.
Dalam mengurus rumah tangganya, Seorang
ibu akan menunjukkan teladan tentang penguasaan diri, kebaikan, dan kekudusan
dalam pikiran serta hati (Titus 2:5)
Titus 2:5 2:5 hidup bijaksana dan suci,
rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman
Allah jangan dihujat orang.
Hal-hal tersebut tidaklah mudah
dilaksakan. Namun hal itu akan dapat terwujud jika kita memelihara hubungan
dengan Allah melalui aktivitas-aktivitas seperti doa, pembacaan Alkitab, dan menerima
pengajaran Alkitab yang benar.
Keindahan seorang istri bukan dari
dandanan/ keindahan lahiriah yang tampak diluar saja. Alkitab banyak
mengajarkan bagaimana seorang perempuan dapat menjadi seorang perempuan yang
sejati.[46]
Jantung masyarakat dan jantung suatu
bangsa ialah rumah tangga. Kesejahteraan masyarakat, kemajuan jemaat,
kemakmuran bangsa tergantung atas pengaruh-pengaruh rumah tangga. Rumah
haruslah menjadi tempat yang paling menarik kepada anak-anak dalam dunia ini
Kehadiran ibu haruslah menjadi penarikan yang paling besar di keluarganya.
Kesejahteraan masyarakat, kemajuan jemaat dan kemakmuran bangsa sangat
tergantung pada seorang ibu.
Menjadi ibu rumah tangga, tanggung
jawabnya adalah tanpa batas waktu. Dari generasi ke generasi. Karena apa yang
sekarang diajarkan oleh seorang ibu kepada anak-anaknya, hal itu juga yang akan
diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Layaknya seorang presiden, seorang ibu
juga bertanggung jawab atas masa depan suatu Bangsa dan masyarakat. Dengan
demikian menjadi seorang ibu rumah tangga sama penting artinya dengan menjadi
seorang presiden di suatu negara.[47]
3.4
Peranan Anak
Anak anak adalah Anugerah dari Tuhan. Peranan
anak-anak lelaki dan perempuan adalah untuk menggantikan ibu bapa mereka
sebagai bapa dan ibu, dan kemudian menjadi nenek dan kakek. Ia adalah proses
menjadi murid dahulu dan kemudian menjadi guru. Dalam cara yang sama
manusia diajar oleh Allah melalui anak-anak rohNya, atau elohim, untuk menjadi
tuhan-tuhan atau elohim.
Ini juga digambarkan oleh peranan saudara lelaki atau
perempuam dengan kuasa yang diberikan kepada mereka dari ibu bapa mereka untuk
membantu mengajar anak-anak yang lebih muda dalam keluarga. Apabila kuasa yang
diberikan kepada saudara yang lebih tua ini diambil ringan atau disalahgunakan,
ia akan menjadi sejajar dengan tindakan dan penghukuman terhadap anak-anak roh
Allah yang tidak setia. Saudara yang lebih tua boleh disamakan dengan peranan
saudara kita Yesus Kristus.[48]
Bapa kita yang kekal mencari ketaatan (1Sam 15:22).
Kemudian Samuel berkata: “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan
korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya,
mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik
dari pada lemak domba-domba jantan”. Dan Dia memerlukan ketaatan diberikan
kepada para bapa dan para ibu dari anak-anak mereka yang diperintahkan dalam
Hukum yang Kelima (Kel 20:12 dan Ul 5:16 petikan Ef 6:2-3).
Keluaran 20:12 Hormatilah ayahmu dan ibumu;
supaya lanjut umurmu di tanah yang telah diberikan Tuhan Allahmu kepadamu
Ulangan 5:16 Hormatilah ayahmu dan ibumu,
seperti yang diperintah oleh Tuhan Allah kepadamu; supaya lanjut umurmu, dan
baik keadaanmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.
Kerana sifat kasih yang mengalir dari Bapa di Sorga
kepada anak-anakNya, keperluan Hukum ini lebih besar dari pada tugas ibu dan bapa kepada anak-anak mereka.
Bapa disebut pertama kalinya disini dalam dua ayat
ini, tetapi ibu disebut dalam Imamat 19:3:
“Setiap kamu harus menghormati ibumu dan
ayahmu, dan kamu harus memelihara sabat-sabatku: Aku adalah Tuhan Allahmu.”
Dalam ke tiga ayat ini bapa dan ibu dianggap dan
dilihat sama. Kedudukan ibu adalah
jelas, dan apa saja hormat yang diterima oleh bapa itu juga diterima oleh ibu.
Ibu adalah sama tarafnya dan menerima hormat yang sama di dalam pentahbisan
melalui perintah Allah.[49]
ANAK-ANAK DALAM KELUARGA
KRISTEN
Ayat Hafalan:
"Hai anak-anak, taatilah
orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian." Ef. 6:1
"Hai anakku, peliharalah
perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah
senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu." Ams.
6:20-21. Allah memberikan kepada Musa sepuluh perintah, ya hanya sepuluh
peraturan yang paling penting untuk menuntun hidup kita. Perintah yang kelima
adalah, "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu
oleh Tuhan, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang
diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." Ul. 5:16. Paulus menyebutkan perintah
ini dengan suatu janji, Ef. 6:2.
1. KETAATAN
"Hai anak-anak, taatilah
orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan."
(Kol. 3:20). Alasan apa yang diberikan oleh Paulus agar mentaati orang tua
dalam segala hal?
"Hai anak-anak, taatilah
orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan
ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji
ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Ef. 6:1-3).
Paulus menuliskan ayat-ayat ini dalam sebuah surat ketika dia sudah tua dan ada di dalam
penjara. Dia bukanlah seorang penjahat; dia salah satu murid Tuhan Yesus yang
sejati. Paulus melayani dengan nasihat-nasihat yang penuh kasih kepada semua
orang. Dalam tes ini dia mengikutsertakan anak-anak dan orang tua. Bacalah Rom.
1:30 dan 2 Tit. 3:2. Apakah Anda memerhatikan bahwa ketidaktaatan kepada orang
tua adalah termasuk sebagai dosa yang paling jahat? Baik ayah maupun ibu,
keduanya harus dihormati.
2. KASIH ALLAH KEPADA
ANAK-ANAK
Kasih Allah kepada anak-anak
merupakan alasan yang utama mengapa Dia menekankan ketaatan kepada orang tua.
Tuhan berfirman kepada kita untuk menghormati orang tua, "supaya kamu
berbahagia dan panjang umurmu di bumi." Ef. 6:3. Anak-anak tidak bisa
secara alamiah mengetahui untuk "menolak yang jahat dan memilih yang
baik." Mereka mesti bertumbuh dalam hikmat ini, mereka mesti diajarkan
pengetahuan ini. Orang tua adalah guru kedua yang penting setelah Tuhan
sendiri. Bacalah masa kecil Yesus dalam Luk. 2:41-51. Sebagai anak kecil,
bagaimana Yesus melaksanakan perintah taurat yang kelima ini?[50]
BAB IV
KELUARGA DAN GEREJA
4.1 Garam dan Terang
Dunia
Sebagai seorang Kristen, hendaknya keluarga
Kristen harus hidup dalam kasih, karena Allah juga mengasihi manusia, ketika
manusia jatuh ke dalam dosa dan kebinasaan, kasih Allah tidak melepaskan
manusia jatuh, Allah menyelamatkan manusia itu dari lumpur dosa dengan (Yoh
3:16). Di sinilah Allah berperan dalam membina keluarga Kristen yang bahagia.
Untuk keluarga kristen harus melakukan
kasih Allah yang berpedoman pada 1 Kor 13:4-8. Kasih membantu seseorang untuk
menahan dan mengatasi masalah yang ada dalam keluarga. Oleh karena itu dituntut
kasih yang tulus dan sejati yang dari Allah. Dasar kasih itu dari Yesus
Kristus, sehingga manusia akan dimampukan untuk saling mengasihi sesama manusia
Roma 5:8; 1Kor 8:3 dan mampu sebagai Garam dan Terang dunia, menggarami dan
meberikan terang pada semua orang[51]
Keluarga sebagai sel masyarakat yang pertama
dan vital mempunyai rasa tanggungjawab atas kesejahteraan masyarakat tempat di mana
dia tinggal. Peranan keluarga kristen adalah untuk melayani manusia di dalam
dunia ini. Panggilan itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi lebih untuk
melayani dunia dan mengubah masyarakat agar lebih manusiawi, lebih merdeka,
lebih demokratis untuk menciptakan iklim tempat manusia membiarkan Allah
sebagai Raja. Keluarga Kristen sebagai mini atau gereja domestik mempunyai
tanggungjawab terhadap perkembangan dan pembangunan gereja dan ikut serta dalam
misi gereja sebagai garam dan terang dunia[52]
Mat 5:13 “Kamu
adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?
Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang
Mat 5:14 Kamu
adalah terang dunia. Kota
yang terletak di atas gunung tidak mungki tersembunyi.
Mat 5:15 Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah.itu ,
Mat 5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Mat 5:15 Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah.itu ,
Mat 5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
.Mencintai lingkungannya yang
terdekat, sdslsh bsgisn dari garam dan terabg dunia Apakah si manusia tersebut
memberi pengaruh yang baik kepada lingkungan terdekat tersebut adalah
pertanyaan yang bisa diajukan setiap orang pada diri masing-masing. Melangkah
dari memberi pengaruh (yang baik) kepada lingkungan terdekat termasuk keluarga
sendiri adalah ciri dari garam atau terang yang dimaksudkan oleh Yesus Kristus.
Oleh karenanya memberi pengaruh yang baik kepada lingkungan merupakan suatu
syarat mutlak untuk kehidupan seorang Kristen. Jadi seorang Kristen yang baik
harus mempengaruhi lingkungannya untuk menuju kepada suatu perubahan yang
bersifat perbaikan. Seorang Kristen yang hidup adalah seseorang yang memberikan
pengaruh yang baik di sekitarnya, bila tidak dia sebenarnya telah “mati”.
Itulah yang dikatakan sebagai Garam dan terang dunia[53]
Menyadari bahwa tantangan yang
dihadapi gereja (orang-orang Kristen) semakin besar maka kesadaran beriman dari
setiap orang perlu di tingkatkan dalam berbagai bentuk aktivitas kegerejaan,
seprti mengikuri kabaktian-kebaktian sektor, kategorial, PA, di mulai dari kehidupan bersama di dalam
keluarga yang beriman. Keluarga yang sehat dan baik akan akan membentuk
masyarakat yang kuat dan sehat. Dari sudut pandang ajaran Krsitiani, keluarga
disebut sebagai jemaat Tuhan, dimana ayah dan ibu menjadi imam yang memimpin
pelayanan Firman di dalam keluarganya. Dengan demikian, kekuatan dan keutuhan
Gereja turut ditentukan oleh keutuhan dan kekuatan keluarga. [54]
Sebagai
bagian dari rencana Bapa Surgawi, kita lahir ke dalam keluarga-keluarga. Dia
membentuk keluarga untuk mendatangkan kebahagiaan kepada kita, menolong kita
mempelajari asas-asas yang benar dalam atmosfer yang penuh kasih, dan
mempersiapkan kita untuk kehidupan kekal.
Orang
tua memiliki tanggung jawab yang sangat penting untuk menolong anak-anak mereka
mempersiapkan diri kembali kepada Bapa Surgawi. Orang tua memenuhi tanggung
jawab ini dengan mengajar anak-anak mereka untuk mengikuti Yesus Kristus dan
menjalankan Injil-Nya.[55]
Manusia adalah ciptaan Allah
yang mampu mengalahkan kegelapan. Lebih tepatnya seseorang yang
menyebut dirinya Kristen harus dan mampu mengalahkan kuasa kegelapan. Itulah
ciri dari terang. Disekitar terang tidak ada gelap. Kuasa kegelapan ada dalam
banyak bentuk dan tidak harus dalam bentuk bersifat mistik, seperti perdukunan,
ilmu jimat, susuk, santet, intinya ilmu yang diperoleh dari kuasa kegelapan.
Mereka yang menyembah iblis dan segala kuasa kegelapannya adalah contoh gelap
itu sendiri. Kegelapan dapat pula dijumpai dalam bentuk lain yang sederhana,
misalnya orang yang selalu marah sepanjang hari adalah ciri dari kegelapan.
Seseorang yang tidak jujur, berniat jelek, atau khawatir dan stres sepanjang
hari juga merupakan contoh hidup yang gelap. Atau sebutlah contoh-contoh yang
ada di Galatia
5:19-21. Inilah contoh standard kegelapan dalam hidup sehari-hari. Sebagai
bagian dari rencana Bapa Surgawi, kita lahir ke dalam keluarga-keluarga. Dia
membentuk keluarga untuk mendatangkan kebahagiaan kepada kita, menolong kita
mempelajari asas-asas yang benar dalam atmosfer yang penuh kasih, dan
mempersiapkan kita untuk kehidupan kekal.
Orang tua memiliki tanggung
jawab yang sangat penting untuk menolong anak-anak mereka mempersiapkan diri
kembali kepada Bapa Surgawi. Orang tua memenuhi tanggung jawab ini dengan
mengajar anak-anak mereka untuk mengikuti Yesus Kristus dan menjalankan
Injil-Nyasebut.[56] Sebagai
bagian dari rencana Bapa Surgawi, kita lahir ke dalam keluarga-keluarga. Dia
membentuk keluarga untuk mendatangkan kebahagiaan kepada kita, menolong kita
mempelajari asas-asas yang benar dalam atmosfer yang penuh kasih, dan
mempersiapkan kita untuk kehidupan kekal. Orang tua memiliki tanggung jawab
yang sangat penting untuk menolong anak-anak mereka mempersiapkan diri kembali
kepada Bapa Surgawi. Orang tuamemenuhi tanggung jawab ini dengan mengajar
anak-anak mereka untuk mengikuti Yesus Kristus dan menjalankan Injil-Nya.[57]
4. 2.KELUARGA SEBAGAI GEREJA KECIL
a. Apa maksudnya
Keluarga bias disebut juga sebagai gereja kecil atau , demikian
pendapat seorang bapak gereja yang bernama St.Yohanes Christotomus, dia
mengatakan : rumah tangga adalah tempat Yesus Kristus hidup dan berkarya untuk
keselamatan manusia dan berkembangnya kerajaan Allah. Angggota-anggota keluarga
yang terpanggil untuk iman dan hidup kekal adalah”peserta-peserta dalam lingkup
kodrat ilahi” (2 Pet 1,4). Artinya setiap anggota keluarga itu mengambil bagian
dalam kodrat ilahi. Paus Paulus VI mempertajam pengertian keluarga sebagai
gereja kecil dalam ensikliknya Evangelii
Nutiandi, beliau menulis: ”…Keluarga patut diberi
nama yang indah yaitu sebagai Gereja rumah tangga (domestik). Ini berarti bahwa
di dalam setiap keluarga Kristiani hendaknya terdapat bermacam-macam segi dari
seluruh Gereja.” Sebagai Gereja, keluarga itu merupakan tubuh Yesus
Kristus. Sebagai Gereja juga, setiap keluarga dipanggil untuk menyatakan
kasih Allah yang begitu luar biasa baik di dalam maupun di luar keluarga. Oleh
karena itu, setiap anggota keluarga diberi makan sabda Allah dan
sakramen-sakramen. Mereka pun seharusnya bisa mengungkapkan diri dalam cara
pikir dan memiliki tingkah laku yang sesuai dengan semangat injil.[58]
Keluarga sebagai gereja mini diharapkan
menjadi tempat yang baik bagi setiap orang untuk mengalami kehangatan cinta
yang tak mementingkan diri sendiri, kesetiaan, sikap saling menghormati
dan mempertahankan kehidupan. Inilah panggilan khas keluarga Kristen dan
apabila mereka menyadari panggilannya ini, maka keluarga menjadi persekutuan
yang menguduskan, di mana orang belajar menghayati kelemahlembutan, keadilan,
belaskasihan, kasih sayang, kemurnian, kedamaian, dan ketulusan hati. (bdk.Ef
1:1-4).
b. Apa tugas dan perannya
Keluarga
sebagai gereja mini memiliki beberapa hal yang menjadi tugas dan perannya dalam
setiap rumah tangga Kristen. Saya merangkum beberapa tugas keluarga Kristen
sebagai gereja mini yaitu: membangun persekutuan cinta di antara pribadi-pribadi dalam
keluarga, memberikan pendidikan iman yang baik kepada anak-anak, mempersiapkan,
memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah, dan
berperan serta dalam kehidupan dan misi gereja. Mari kita melihat secara singkat beberapa tugas dan peran ini:
Membangun persekutuan cinta di antara pribadi-pribadi dalam
keluarga.
Dasar persekutuan hidup bersama suami-isteri
adalah cintakasih, bukan harta atau tubuh, pangkat, kedudukan, jabatan atau
hobby dst.. Maka persekutuan suami-isteri antara lain ditandai dengan saling
mengenakan cincin pernikahan; cincin bulat, tiada ujung pangkal, awal dan
akhir, melambangkan cinta kasih yang tak terbatas dan seutuhnya. Maka
suami-isteri berjanji setia untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang sampai mati alias
tidak akan bercerai. Cinta kasih juga tidak diketahui awalnya karena cinta
kasih itu berasal dari Allah, dengan kata lain yang mempertemukan atau
menyatukan suami-isteri adalah Allah sendiri, maka Yesus bersabda : “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena
itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:6). [59]
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
suami dan isteri menjadi daya tarik untuk saling bersatu dan mengasihi. Hendaknya
perbedaan ini tidak hanya dipahami secara phisik melulu: alat kelamin, wajah,
dst., tetapi juga aneka perbedaan yang lain seperti hati, jiwa dan akal budi
juga menjadi daya tarik untuk semakin bersatu dan mengasihi. Perbedaan yang ada
di antara kita merupakan karya ciptaan Allah alias anugerah Allah. Bukankah
jutaan atau milyaran manusia di dunia ini tidak ada yang sama persis atau
identik, meskipun mereka kembar? Bahkan anggota tubuh kita yang berpasangan
juga tidak sama persis , misalnya: daun telinga, mata, lobang hidung, buah dada
dan buah pelir (kalau tidak percaya coba ukur sendiri!?). Maka ketika muncul
perbedaan kata, cara bertindak, selera dst..hendaknya tidak menjadi awal
perpecahan melainkan awal membangun persekutuan atau kebersamaan. Memang apa
yang berbeda dapat menjadi masalah, tetapi ingatlah bahwa apa yang disebut
dengan masalah merupakan sesuatu yang menggerakkan atau menghidupkan kita untuk
bertindak atau melakukan sesuatu pula.
Masalah-masalah yang muncul dalam hidup
bersama/berdua merupakan kesempatan untuk semakin mengasihi atau memperdalam
kasih. Apa itu kasih? “Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan
diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi
segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu,
sabar menanggung segala sesuatu Kasih tidak
berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan
lenyap. ” (1Kor 13:4-8)
Persekutuan cinta suami isteri menemukan
puncaknya yang luar biasa dalam persetubuhan yang kemudian membuahkan kehidupan
baru. Persetubuhan merupakan bahasa kasih alias perwujudan
saling mengasihi tanpa batas (dalam saling ketelanjangan). “Keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi
mereka tidak merasa malu” (Kej
2:25) Bukankah saling telanjang berdua menunjukkan bahwa relasi kasih
suami-isteri sungguh bebas, terbuka dan seutuhnya? Dari persetubuhan
suami-isteri sebagai perwujudan saling mengasihi atau kasih bertemu kasih ada
kemungkinan tumbuh manusia baru atau anak yang tidak lain adalah buah kasih,
kehidupan baru yang membahagiakan, menjanjikan penuh harapan, maka disambut
dengan ceria, bahagia. Karena kasih atau kehidupan baru tersebut merupakan
anugerah Allah alias hadiah/anugerah atau kado dari Allah, maka selayaknya ia
kita layani atau abdi sebaik mungkin.
Pendidikan
iman adalah sesuatu yang penting bagi anak-anak. Di tengah dunia dewasa ini
yang begitu sekular, pendidikan iman merupakan bekal penting untuk menjaga
anak-anak agar tidak terbawa arus kemajuan zaman. Tugas pendidikan ini
pertama-tama diembankan oleh keluarga.
Dalam
keluarga anak-anak belajar dan dididik untuk mengenal dan mempelajari
nilai-nilai religius. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
anak-anak untuk mempelajari dan menghayati nilai-nilai kehidupan, termasuk
nilai-nilai agama. Dengan demikian, orang tua mempunyai tanggung jawab besar
untuk mendidik anak-anaknya agar semakin dewasa baik secara jasmani maupun
rohani.[60]
4.3 Tugas Dan tanggungjawab keluarga Kristen serta Implikasinya bagi
Gereja
Keluarga
Kristean adalah pemberian Tuhan yang tak ternilai harganya. Keluarga Kristenlah
yang memegang peranan penting dalam pengajaran Pendidikan Agama Kristen, bahkan
lebih penting pula dari segala jalan lain yang dipakai gereja untuk pendidikan.
Pokok-pokok besar dari kepercayaan Kristen sebaiknya mulai dipelajari dan
dikenal oleh manusia di dalam lingkungan keluarga. Rumah tangga Kristen
merupakan bayangan dari gereja bahkan Kerajaan Allah. Keluarga mempunyai tempat
yang mutlak dalam Sejarah Suci, keluarga Kristen merupakan suatu persekutuan
antara anak-anak dengan ayah ibunya, yang sanggup menciptakan suasana Kristen
sejati di dalam lingkungan mereka sendiri. Yang menjadi anggota persekutuan
hidup yang suci itu, tertambat satu sama lain oleh kasih Kristus, segala
gerak-gerik mereka akan ditentukan oleh kepercayaan dan pengalaman Kristen
mereka dibawah pengawasan Tuhan sendiri, dan itulah yang menjadi tanggungjawab
Kirsten dalam hubungan dengan lingkungan maupun gereja[61]
Menjadi
umat yang dilayani bukan melayani, 1 Petrus 2:9 Keluarga Kristen dengan jelas
disebut “Imamat Rajani” yang kemudian dikaitkan dengan 1 Kor 12:1-11 tentang
“Rupa-rupa karunia” dari orang-orang percaya. Oleh sebab itu warga atau
keluarga Kristen perlu menyadari bahwa dia menjadi pelayan yang terpanggil di
tengah-tengah dunia. Sebagai keluarga Kristen kita harus mampu menjadi teladan
baik dalam perkataan maupun perbuatan karena pelayanan yan dilakukan oleh Yesus.
Keteladanan yang dimaksud adalah.
a.
Keteladanan dalam perkataan
Dalam
Yak 3:5-6, menyebutkan bahwa api yang kecil dapat membakar hutan besar.
Demikian juga lidah, dapat membakar dan menodai seluruh tubuh. Orang beriman
harus mampu mengendalikan lidahnya sehingga dari dirinya keluar kata-kata yang
indah dan berkat, menimbulkan kesejukan dan kedamaian, bukan sebaliknya kata-kata
yang menyakiti orang lain dan menimbulkan masalah di tengah-tengah masyarakyat
b.
Keteladanan dalam perbuatan
Perbuatan
adalah buah-buah iman. Sekalipun kita berkata bahwa kita adalah orang-orang
beriman, dasar penilaian orang terhadap apa yang kita ucapkan tersebut adalah
perbuatan. Bahkan Yesus sendiri telah berkata “Apa yang kamu perbuat kepada
orang paling hina adalah kepada Yesus (Mat 25:31-46).
c.
Keteladanan dalam Kasih
Kasih,
iman dan pengharapan merupakan suatu ikatan kesatuan yang tidak dapat di
pisahkan (1 Kor 13:13) Kasih merupakan suatu cirri khas yang membedakan
keluarga Kristen dari penganut agama-agama lainnya. Puncak dari semua kasih
adalah kasih Allah dalam Yesus Kristus (Yoh 3:16) dan dasar dari kasih
kristiani ialah kasih Kristus yang meyelamatkan.
d.
Keteladanan dalam ketaatan dan kepatuhan.
Yesus sendiri menganjurkan
kepatuhan kepada pemimpin. Kepatuhan itu tidak berarti bahwa status kita jauh
berada di bawah status pemimpin tersebut, bukan seperti hamba dengan tuan.
Keluarga Kristen harus taat kepada pemimpin, taat dalam menjalankan
undang-undang yang berlaku (Mat 22:15-22) Melalui kepatuhan keluarga Kristen
dapat merubah sikap dan pendiriannya.
Kita juga perlu ingat bahwa
setiap keluarga Kristen adalah cerminan wajah gereja di masyarakat dan juga
basis kehidupan gereja. Keluarga-keluarga Kristen yang kokoh membuat gereja
juga kokoh. Sedangkan apabila keluarga-keluarga Kristen rapuh maka gereja juga
rapuh. Di sini kita dapat melihat bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam
kehidupan masyarakat dan gereja tetapi ia mempunyai peran yang sangat besar dan
penting.[62]
Keluarga harus mencerminkan
prinsip Kerajaan Allah. Bila cermin pemerintahan ada dalam satu rumah tangga
atau keluarga, berarti Yesus ada dalam keluarga itu. Gereja juga harus aktif
dalam pembinaan dan pembentukan keluarga Kristen dalam hal ini peranan atau
pelayanan dari Gereja harus menyentuk warganya.
Yesus Krisuslah dasar dan
pemimpin setiap keluarga,dari pemahaman inilah Stephen Tong menegaskan “Chris
is the Master of the family” (Kristus adalah Tuhan atau pemimpin atas keluarga)
1 Kor 3:11 “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar kasih yang
telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”. Setiap keluarga harus menyediakan
tempat di dalam rumahnya menjadi tempat Yesus bersinggah, kepala keluarga bukan
suami ataupun isteri, tetapi Yesus sendiri[63]
Dalam keluarga orang Kristen
setidaknya ada enam pokok utama yang harus diterapkan yaitu :
a. Kedewasaan
Inilah cirri pertama sebuah
keluarga kristiani. Kebahagiaan dan kelanggengan sebuah keluarga sangat
ditentukan oleh cirri kedewasaan, dimana semua kegiatan dalam keluarga tersebut
dibangun atas bidang perasaan “ketidak egoisan”. Keakuan akan melebur dalam
kesolideran keluarga. Kepentinganku berada dan bertumbuh dalam bingkai kepentingan
seluruh keluarga
b.Tunduk
Dalam keluarga Kristen harus
tunduk kepada Tuhan, siteri tunduk kepada suami dan anak tunduk kepada Tuhan,
kepada pemerintah dan gereja. Dalam hal ini cirri tunduk memiliki sifat mutlak
karena merupakan perintah Ilahi. Dalam keluarga Kristen tidak ada tawar menawar
selain harus menumbuh kembangkan sikap patuh dan tunduk.Ef 5:22-24
c. Kasih
Kasih dalam hali ini adalah
sebuah perasaan terhadap ikatan pribadi yang kuat, yang disebabkan pengertian
yang simpatik, atau pertalian keluarga, karena kasih adalah hal yang paling
agung di dunia
d. Komunikasi
Dinamika sebuah keluarga ialah
kemampuan untuk berkomunikasi. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan sangat
menentukan terciptanya situasi yang kondusif dan kristiani dalam sebuah
keluarga
e. Doa
Keluarga Kristiani tidak akan
lengkap tanpa menyertakan doa. Doa yang
dimaksdud adalah doa percakapan, dimana semua anggota keluarga, perorangan
ataupun bersama-sama, membangun percakapan yang intim dengan Yesus sebagai
kepala keluarga. Rom 12:12
f. Kristus
Dalam Kol 3:17 dikatakan “Dan
segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan dan perbuatan, lakukanlah
semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada
Allah, Bapa kita. Kehadiran Kristus dalam sebuah keluarga merupakan cirri khas
yang terakhir. Artinya, kunci dari semua cirri itu hingga terpelihara suasana
yang sungguh sungguk kristiani adalah memberikan tempat pada Kristus.[64]
4. 4. Peranan Gereja dalam Membentuk Keluarga yang
Bertanggungjawab.
Keluarga Kristen yang bertanggung jawab dan mampu menjadi teladan ditengah
masyarakat tidaklah terbentuk dengan sendirinya. Perlu ada pembinaan dan
pengarahan menuju hal itu. Disinilah diharapkan peranan gereja sebagai faktor
pembentuk pribadi dan keluarga yang bertanggungjawab. Contonya gereja harus
mengadakan pastoral counseling pada jemaatnya. Gereja diharapkan mampu menjadi
motor penggerak kesadaran setiap orang dan keluarga Kristen untuk mampu menjadi
pribadi yang bertanggungjawab sebagai alat pembentukan masyarakat yang teratur,
damai dan sejahtera. Keluarga adalah fondasi gereja dan gereja adalah wahana
pembentuk, pendidik dan pembina warganya untuk menjadi Kristen sejati. Dalam
keluarga dan gerejalah pribadi Kristen dibentuk, dididik dan dibina untuk
menjadi pribadi yang bertanggungjawab sesuai kehendak Allah.
Allah menetapkan keluarga sebagai wadah untuk menyatakan rencana-Nya bagi
dunia. Allah sebagai pembentuk keluarga memiliki misi agar keluarga menjadi
komunitas yang memancarkan rencana dan kasih-Nya bagi dunia. Dalam tujuan ini
Allah membentuk keluarga serta mengikatnya oleh persekutuan yang berbasis iman
dan tentunya memiliki kasih dalam setiap relasi yang dibangun.[65]
Keluarga juga merupakan bagian
dari gereja. Keluarga sering disebut sebagai “gereja kecil” Dalam pemahaman ini
ada sebuah benang merah antara keluarga dan gereja. Dari keluarga akan
terpancar realitas gereja yang sebenarnya. Ketika keluarga hidup dalam suasana
yang harmonis dan sejahtera maka akan terbentuk tatanan gereja yang juga
harmonis dan sejahtera. Demikian sebaliknya, ketika keluarga hidup dalam
suasana yang amburadul maka akan terbentuk tatanan gereja yang juga amburadul.
Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana jika keluarga sebagai pembentuk gereja
belum sampai pada tatanan hidup yang harmonis dan sejahtera itu mengingat
banyaknya pergumulan global yang dihadapi keluarga dewasa ini. Disinilah
peranan gereja dinyatakan dengan sebenarnya. Gereja sebagai wadah pembentuk,
pendidik dan pembina warganya harus mampu memperlihatkan peranannya dengan
lebih efektif lagi. Gereja diharapkan mampu menjadi motor perubahan bagi
warganya, menjadi wahana pembebas bagi segenap warga secara holistik. Gereja
diharapkan menjadi media pengharapan, menjadi perubah paradigma berpikir, menjadi
motivator kehidupan dan apabila memungkinkan juga menjadi pendongkrak
keberhasilan ekonomi keluarga. Dengan kata lain, gereja diharapkan menjadi
penatalayan keluarga (family’s steward) menuju keluarga harmonis dan
sejahtera. Artinya Gereja maupun pelayannya bias memotivasi jemaatnya. Menjadi penatalayan yang menyentuh ranah
materi, rohani dan jasmani. Sentuhan ini tentunya diharapkan mampu membuka
peluang bagi keluarga untuk memberi diri ke gereja, ber-gereja dan meng-gereja.[66]
Charles Stewar menyarankan bahwa
ada 3 dimensi dasar yang berhubungan dengan strategi gereja dalam menguatkan
keluarga :
1.
Gereja harus mengembangkan suatu jaringan pendampingan dan menyatakan
perhatiannya terhadap keluarga melalui kunjungan kepada orang sakit, orang
berduka dan orang yang terpaksa tidak dapat tinggal di rumahnya. Melaksanakan
Doa syafaat bagi keluarga yang mengalami krisis
2.
Gereja harus mengembangkan suatu pelayanan keluarga
melalui program pendidikannya. Pelayanan itu dilakukan melalui kursus antar
generasi, pembinaan-pembinaan, Kelompok belajar atau Pemahaman Alkitab.
3.
Gereja harus mengadakan penyuluhan, agar keluarga dapat
dibantu menanggulangi masalah perkembangan yang secara tidak terduga,
mengadakan Pastoral Konseling kepada keluarga yang mengalami masalah, stress,
bangkrut, dan lain sebagainya[67]
Gereja harus
mendidik para jemaatnya yang juga adalah keluarga, Tuhan mengaruniakan kepada
Gereja, rasul rasul, nabi-nabi dan para pelayan, pemberita-pemberita injil,
gembala-gembala dan pengajar-pengajar utnuk memperlengkapi orang kudus bagi
pekerjaan pelayanan (Ef 4:12). Yesus juga telah memberikan Amanat AgunNya, yang
berisi perintah bukan saja untuk menjadikan oraang-orang murid dan membaptiskan
mereka, tetapi setelah itu mengajar mereka melakukan segala sesuatu yang telah
diperintahkanNya (Mat 28:20) oleh karena itu, tidak disangkal lagi bahwa gereja
harus menjalankan program pendidikan dan pelatihan bagi anggota-anggota
jemaatnya, maik anak-anak, tua maupun muda. Gereja harus mengajarkan
kebenaran-kebenaran Tuhan kepada jemaatnya. Gereja harus setia mengajarkan
ajaran Tuhan Yesus. Menurut pengamatan ada kecenderungan gereja dewasa ini
hanya untuk meunggu jemaat di dalam gereja tanpa mengunjunginya( pergi
kerumah-rumah jemaat untuk menagdakan kunjungan, mendoakannya)[68]
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sesuai dengan pembahasan mulai
dari Bab I sanpai dengan Bab IV karrya tulis ini, maka penulis merumuskan
beberapa hal pada bab V yang merupakan kesimpulan dari karya tulis ini, sebagai
berikut:
Keluarga adalah
lembaga tertua didunia sejak Tuhan menciptakan langit dan bumi. Keluarga
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena melalui
keluargalah dapat terbentuk suatu masyarakyat yang maju, Greja yang Misioner.
Keluarga merupakan jantung masyarakat dan didalamnya tercipta awal dari semua
gagasan, sikap, keyakinan dan kasih. Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat dan gereja namun berfungsi sebagai tempat dan lingkungan
pembelajaran/ pembinaan yang pertama bagi setiap orang Kristen, baik dalam
pembentukan rohani, fisik dan emosi para anggota keluarga serta guru yang
pertama bagi setiap anak adalah orang tuanya Keluarga adalah Anugerah Tuhan
melalui ikatan pernikahan, maka keluarga harus berpusat pada Kristus
1.
Peranan orang tua dalam keluarga sangatlah penting,
Allah mempercayakan tanggungjawab pendidikan religius pada orang tua untuk
mengajar, melatih dan membimbing anak-anak mereka di jalan yang benar, sesuai dengen Firman Tuhan. Bapak sebagai
imam ditengah-tengah keluarga harus menjadi teladan dalam kehidupannya, Maju
mundurnya suatu keluarga ditentukan oleh pemimpin dalam keluarga itu. Suami
adalah kepala dan isteri adalah penolong dan sebagai penopang dalam kebijakan
rumah tangga, anak adalah milik baersama yang harus dibimbing dalam ajaran
Tuhan. Keluarga Kristen adalah keluarga yang menerima baptisan dari Allah Bapa,
Anak dan Roh Kudus sesuai dengan Alkitab Perjanjian lama dan Perjanjian Baru.
Bapak –ibu – anak sama-sama mengambil peranan dalam keluarga Kristen
2.
Keluarga Kristen
adalah Anugerah Tuhan , maka dari itu setiap keluarga Kristen harus
mengabdi dan tunduk kepada Tuhan, mematuhi dan memelihara hubungan di dalam
doa, sebagai bagian dari warga Kerajaan
Allah, setiap rumah tangga harus menunjukkan sikap sikap keteladanan di tengah-tengah
masyarakat majemuk terlebih ditengah tenga gereja. Sebagai keluarga Kristen harus mencerminkan
keteladanan, melayani bukan dilayani dan inilah tanggungjawab sebagai seorang
Kristen. Dan fundasi keluarga Kristen adalah Yesus Kristus.
3.
Suami isteri harus saling mengasihi, saling mendukung
sesuai dengan peranan masing masing, anak juga harus patuh dan hormat pada
orangtuanya, tugas dan tanggungjawab orang tua adalah amanat dari Tuhan. Hidup
sebagai Garam dan Terang dunia adalah tanggungjawab semua keluarga Kristen.
Dengan demikian di harapkan tidak adalagi dari warga Kristen yang bercerai,
terlibat dalam kaein kontrak, kumpul kebo dan lain sabagainya.
4.
Keluarga adalah cerminan dari Gereja, apabila keluarga
Kristen kokoh maka Gereja juga akan kokoh, dan sebaliknya kalau keluarga
Kristen hidup rapuh maka ada kemungkinan besar gereja juga akan rapuh.
5.
Gereja harus berperan memberikan pelayanan, penyuluhan,
dan bimbingan pada keluarga Kristen, supaya hidup dan berlaku sebagai Teladan,
hidup dengan Kasih, dan menjadi teladan bagi masyarakat, bangsa dan gereja.
Seperti mengadakan Pembinaan kepada anak sekolah minggu, pemuda, remaja, kaum
bapak dan kaum ibu.
5.2. Saran –saran
1.
Orang tua harus memiliki tanggung jawab yang sangat penting untuk menolong
anak-anak mempersiapkan diri kembali kepada Bapa Surgawi. Orang tua memenuhi
tanggung jawab ini dengan mengajar anak-anak mereka untuk mengikuti Yesus
Kristus dan menjalankan Injil-Nya.
2. Gereja harus meningkatkan
pelayanan Volume Pelayana dalam pembinaaan Anak Sekolah Minggu dan
Naposo/Remaja.
[1]
Liston Butarbutar “Keluarga yang dipulihkan” Jakarta BPK GM 2003 hlm 3
[2] Depdikbud “Kamus Besar Bahasa Indonesia
Jakarta BPK GM 1989, hlm 536
[3] James Starhan, Famili “ Encyclopedia of
Religion and Etnic Vol 3 1995 hlm 93
[4] WRF Browning “Kamus Alkitab: Jakarta BPK
GM 2002 hlm 189
[5]
A.G. Pringgodidgo Ed “Ensiklopedi
Umum, Yogyakarta Kanisius 1997 hlm 544
[6] M.L.Thomson “Keluarga Sebagai Pusat
Pembentukan” , Jakarta,
BPK GM, 2000 Hlm 28
[7]
Soemadi Tciptojoewono “Pengantar
Pendidikan, Surabaya:Universty
Press IKIP, 1995 hlm 225
[8] Gunarsah Singgih “Pyskologi Muda mudi,
Jakarta BPK GM hlm 4
[9] J.C.V. Vergouwen “Masyarakat dan Hukum
Adat Batak Toba” Jakarta,
Pustaka Azet 1985 hlm 248
[10] Raja Marpodang Gultom “Dalihan Na Tolu”
Gultom Agency, 1995 hal 560
[11] Budayabatakblogspot dikunjungi 16 Maret
2012
[12] Op-cit hlm IX
[13] Roland de Vaux “The Acient Israel” New York:Mc.Graw-Hil
Boat Company, 1980, hlm 43
[14] Donal Guthrie “Teologi Perjanjian Baru”
Allah, Manusia, Kristus, Jakarta,
BPK GM hlm 105
[15] D.W.B. Robinson Op-Cit
[16] A.A. Sitompul “Manusia dan Budaya”
Telogi Antropologi, Jakarta BPK GM 1991 hlm 314
[17] OP-Cit hlm 322
[18] D.W.B Robinson, Keluarga, Rumah Tangga,
dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid A-L.Douglas Ed, Jakarta, YKBK 1997
hlm 78
[19] Roy Lessin “Disiplin Keluarga” Ma lang,
Gandum Mas 1979 hlm 11-15
[20] Hadisubrata M.S “Keluarga dalam Dunia
Modern” Jakarta BPK GM 1993 hlm 23-24
[21] DJ Douglas Ed “Ensiklopedi Alkitab Masa
Kini” Jilid A-L, Jakarta YKBK 2007 hlm 571
[22] Alwi Hasan “Kamus Besar Bahasa
Indonesia” Jakarta,
Balai Pustaka, hlm 667
[23] W.J.S Poerwadarminta “Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta Balai Pustaka, hlm 735
[24] Ibid Hal 766
[25] J.Verkuyl “Etika Kristen
Sosial-Ekonomi”, Jakarta BPK GM, 1982 hlm 16
[26] Liston Butarbutar “Keluarga yang dipulihkan”Jakarta
BPK 1998 hlm 3
[27] Singgih Gunarsa “Psikologi Remaja”
Jakarta BPK GM 2002 hal 108-109
[28] Victor Tinambunan “Gereja dan orang
percaya” P.Siantar, L-Sapa-STT HKBP,2006 hlm 92
[29] Ibid
[30] Lahaye (Yenny Natanael :Penj)
“Kebahagiaan Pernikahan kristen” Jakarta BPK GM 1987 hlm 79
[31] Guthrie BD ‘Tafsiran Masa Kini” Jilid 3,
Jakarta BPK GM 1981, hlm 627
[32] J.D Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini” Jilid I, Jakarta
YKBK 1992 HLM 428
[33] S.Wismoady Wahono “Disini Kutemukan”
Jakarta BPK GM 1993 hlm 193
[34] C Barth “Teologi Perjanjian Lama” Jilid
1, Jakarta BPK GM 1995 hlm 277
[35] Einar Sitompul “Artikel Majalah
Immanuel” 12 Desmber 2012 ‘menjadi Bapak yang baik” Pearaja Tarutung
[36] Liston Butarbutar Op-Cit
[37] Einar Sitompul Op-Cit
[38] ibid
[39] Einar Sitompul Op-Cit
[40] ibid
[41] Ibid
[42] Peranan Wanita Kristen Op-cit
[43]
Bagus Pramono “Perempuan dan
Keluarga” Malang,
Gandum Mas 2002 Halm 245-257
[44]
Ibid halm 258
[45]
Audrew Bowie “Menjadi Wanita Allah”
Metanoia, Haggai Institut 1993 hal 77
[46] Op-Cit hal 101
[47]
Bagus Pramono Op-Cit
[48]
Ibid
[50] Pernikahan Kristen Sejati , Jakarta Momentum 2010, Hal
356
[51] J. Hardieiratno “Menuju Keluarga
Bertanggungjawab, Jakarta:Penerbit
Obor 1994,hlm 8-18
[52] Nalendra Clark Warren “Temukan Cinta di
Hidup Anda”, Jakarta I.H.O 1998, hlm 16
[53] Ibid
[54] Pdt.Dr Jamilin Sirait “Terpanggil
Memperbaharui” P.Siantar L-Sirana 2011 hlm 174
[55] Ibid
[56] Charles Marpaung Ph.D Op-Cit
[57] Ibid
[58] Ibid
[59] Pdt Dr Jamilin Sirait Op-Cit
[60]
Op-Cit
[61] Dr.E.G.Homrighausen/Dr.I.H.Enklar
“Pendidikan Agama Kristen” Jakarta BPK GM hal 128
[62] Pdr Dr Jamilin Sirait Op- Ci Hlm 182-186
[63] Stephen Tong “Keluarga Bahagia” Malang
Gandum Mas, 1994, hlm 88
[64] Budya L Pranata “Membangun Keluarga
Kristen” Yogyakarta, Kanisius, 1993 halm
88-131
[65] Ibid
[66] Howard Clinebel “Tipe-tipe Dasar
pendampingan dan Konseling Pastoral, Yogyakarta, Kanisius, BPK GM 2001 HL 378-382
[67] Op Cit hlm 383
[68] Henry C. Thiessen “Teologi Sistematika” Jakarta Gandum Mas 2008.
hlm 509
No comments:
Post a Comment