Saturday 12 October 2013

SAKRAMEN DITINJAU DARI TEOLOGI HKBP

SAKRAMEN DITINJAU DARI TEOLOGI HKBP
1.      Pendahuluan
Dewasa ini, Gereja sedang mengalami banyak tantangan dalam praktek kehidupannya Hal tersebut bukan hanya mengenai masalah kepemimpinan atau managemen pelayan gereja, akan tetapi juga banyak dipengaruhi  masalah dogma (ajaran gereja). Dalam hal ini kita bisa melihat adanya kecenderungan  adanya pemahaman yang berbeda  mengenai masalah ajaran atau Dogma gereja.Salah satu contoh masalah yang terlihat dalam praktek kehidupan gereja adalah masalah pemahaman tentang pelaksanaan Perjamuan Kudus  dan Babtisan Kudus. Di mana sebahagian menganggap bahwa Perjamuan Kudus hanyalah rutinitas gereja saja. Perjamuan Kudus dilayanlan hanya dilayankan pada waktu dan bulan tertentu saja, dan yang lebih parah lagi Perjamuan Kudus dilaksanakan waktu sakit dan mejelang ajal saja. Hal ini menjadi  suatu fenomena sosial yang terjadi di lingkungan   kehidupan gereja. Pada umumnya persentase jemaat yang mengikuti ibadah Perjamuan Kudus sangat minim dari pada persentase kehadiran jemaat pada kegiatan Gereja lainnya. Padahal Perjamuan Kudus itu adalah pemberian Anugerah  Allah Kepada Manusia, yang di dalamnya semua orang diundang untuk menerima realitas karya keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus.  Babtisan Kudus ; Banyak yang jemaat yang mempertanyakan bagaimanakah Baptisan yang sebenarnya? Apakah Babtisan Anak-anak sudah benar? Perlukah babtisan ulang ? dan sejumlah pertanyaan lainnya yang selalu dipertanyakan dalam kehidupan Jemaat. Melihat fenomena yang demikian, maka penulis mencoba menuliskan  sebuah  tulisan Pradaya yang diberi judul  “ Sakramen di tinjau dari Teologi HKBP”. Sehingga Jemaat HKBP akan semakin jelas memahami arti dan makna Sakramen itu menurut Dogma da
            HKBP sebagai Tubuh Kristus dimana dalam Prinsipnya sebagai Gereja yang hidup  adalah dimana ada dilayankan  Sakramen. Menurut Pemahaman dan pandangan  gereja HKBP Sakramen adalah jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab dengan Sakramen disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari maut dan iblis serta sejahtera yang kekal. [1]

2.      1. Pengertian Sakramen
Sakramen  Berasal dari Bahsa Latin yaitu : “Sacramentum” yang artinya “Sumpah “istilah Sakramen digunakan untuk upacara keagamaan Kristen , sumpah untuk tidak melakukan  kejahatan.  [2] Defenisi umum yang dipakai oleh Gereja Protesatan tentang Sakramen di mengerti sebagai ritus yang terjadi atas perintah dan perjanjian Allah merupakan tanda lahiriah yang nampak, ditetapkan oleh Kristus, menyatakan dan menjanjikan suatu berkat rohani. Sakramen secara pasti dapat diartikan terhadap ritus baptisan kudus dan perjamuan kudus yang secara khusus memberi makna keselamatan[3].
Perjamuan Kudus merupakan pemberian Allah. Di dalamnya semua orang diundang untukmenerima realitas karya keselamatan yang telah dilakukan Yesus.[4] Pada zaman gereja mula-mula kata “sakramen”  awalnya ditujukan kepada setiap doktrin dan perundangan. Inilah alasan  dari sebagian orang untuk  menolak istilah sakramen, dan memakai  istilah  “tanda”, “meterai”, atau “misteri”. Demikian juga dengan pemakaian kata “sakramen” (yang dijabarkan dari kata sacer = kudus) juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang rahasia, yang kudus yang berhubungan dengan dewa.[5]  Dalam gereja-gereja Lutheran pada umumnya dipahami bahwa sakramen (termasukPerjamuan Kudus) diadakan bukan sebagai tanda bahwa dengannya seseorang dapat dikatakan sebagai orang Kristen, melainkan agar sakramen tersebut menjadi tanda dan kesaksian akan kehendak Allah atas umat manusia (orang percaya) untuk meneguhkan iman kita[6]. Itu sebabnya dalam sakramen harus disertai dengan iman.Sakramen digunakan dengan benar apabila diterima dalam iman dan untuk meneguhkan iman Hal ini juga dihubungkan dengan keadaan religius masa itu, sebab pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius dalam melakukan konsekrasi ditemukan dalam berbagai-bagai agama. Perbuatan-perbuatan kudus gereja pada waktu itu muncul dalam derajat yang sama dengan hal-hal yang misterius.[7]
Sakramen adalah  merupakan saluran  yang dipakai Allah untuk memberikan anugerahNya kepada manusia berdosa. Bapak  Gereja Agustinus  memberikan defenisi tentang sakramen sebagai berikut : “Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus ataupun  bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan”. Gereja mula-mula, memberikan makna dan isi baru tentang sakramen (di dalamnya menyangkut sakramen dan mysterion), sehingga maknanya adalah:
Suatu kesepakatan antara manusia dengan Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Sebagai sumpah kesetiaan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Menurut Agustinus, salah seorang dari "bapa-bapa gereja", sakramen berarti :
Tanda-tanda yang kelihatan dari yang tidak kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan; Firman yang kelihatan.
Tanda dan materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan,
Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak Allah. Sakramen memberikan anugerah dan mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan seseorang  manusia  dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan itu.[8]
Pada  zaman gereja mula-mula hingga abad pertengahan, ketentuan tentang jumlah sakramen selalu berubah-ubah. Munculnya reformasi yang dilakukan oleh Martin Luhter, meragukan akan keberadaan sakramen dalam gereja Katolik. Karena Katolik menyatakan ada 7 Sakramen , sedangkan Martin Luther menyatakan hanya ada 2 Sakramen yaitu : Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.  Hal itu  menjadi pokok perdebatan  antara para teolog pada zaman reformasi. Sakramen-sakramen gereja ternyata mendapat perhatian yang lebih khusus dalam pembahasan-pembahasan, khususnya menyangkut substansi sakramen tersebut, termasuk maknanya masing-masing, bahkan juga menyangkut  soal-soal praktis.[9]
Menurut gereja  gereja Protestan ( Lutheran dan Calvinis)  sakramen yang diakui adalah “baptisan” dan “perjamuan kudus”. Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu dan perjamuan kudus, yang melaluinya Allah memberikan berkat dan pengampunan dosa.[10] Kedua jenis sakramen tersebut bertitik tolak dan berdasarkan pada amanat  penetapan, perintah dan perbuatan Yesus Kristus. Penetapan baptisan kudus terdapat dalam Injil Matius 28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan perjamuan kudus terdapat dalam Injil synoptis (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) dan surat Rasul Paulus  (I Kor. 11:23-25).
Kuasa dari sakramen tidak terletak pada unsur-unsur yang digunakan (air, roti atau anggur), tetapi pada Allah yang menjadi fokus dari tanda-tanda itu. Kuasanya tidak tergantung pada karakter dari pada iman yang melaksanakannya, tetapi pada integritas Allah, sebab sakramen tidak pernah dimaksudkan untuk berdiri sendiri tanpa disertai dengan Firman Tuhan. Firman dan ketentuan atau perintah-perintah Allah dalam sakramen tersebutlah yang membuat sakramen ada dan benar.[11]  Sejarah Perjamuan Kudus dalam Protestan
Istilah perjamuan kudus (bahasa Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja Protestan. Perjamuan Kudus didasari pada perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno. Selain hal tersebut terdapat makna dari ritus perjamuan malam dalam tradisi Israel kuno yang dilakukan untuk menghayati perbuatan Allah yang melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1 dyb. Perjamuan itu mereka namakan Pesakh (Paskah) artinya “berlalu” atau “melewati”. Dalam Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa hukuman-Nya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak domba.
Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti, yaitu Perjamuan Kudus, Kisah 2:42. Apa yang mereka lakukan ini diimani sebagai perintah dari Tuhan Yesus. Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan dan juga kematian serta kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28.
Dalam tradisi PB, Perjamuan berasal dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor. 11:23; Mrk 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Oleh karena itu Perjamuan Kudus menghadapkan kepada kematian Yesus dan kebangkitan-Nya yang telah nyata, bahwa kematian-Nya itu telah menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya.[12]
3.1       Babtisan Kudus
Dalam hal baptisan kudus, confessi HKBP memberi penjelasan yang jelas dan lengkap. Hal itu kelihatan pada pasal 10 bagian A yang berbunyi sebagai berikut: [13]
Pembaptisan Kudus, ialah jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab dengan pembaptisan disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan  hidup, kelepasan dari maut dan iblis, serta sejahtera yang kekal.
Selanjutnya Confessi HKBP juga menjelaskan demikian :
Dengan ajaran ini kita menyaksikan :anak kecil pun harus dibaptis karena dengan pembaptisan itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang menerima anugerah pengorbanan Kristus, berhubungan pula dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan Yesus. Mrk 10: 14; Luk 18:16.
Pembaptisan tidak terpaksa dengan membenamkan ke dalam air, Kis 2: 41, 10, 48, 16. 33; Rom. 6 :4; 1 Kor. 10:4; Tit.3 :5; Ibr. 11:29; 1 Ptr. 3:21.
Rumusan tersebut sedikit berbeda dengan yang tertulis dalam Confessi HKBP tahun 1996.   Namun isi dan prinsipnya adalah sama. Selengkapnya confessi HKBP 1996 dalam pasal 8 bagian A, menjelaskan sebagai berikut: [14]
SAKRAMEN Menurut Konfesi HKBP 1951: Pasal 10
Kita percaya danmenyaksikan : Hanya dualah Sakramen yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kitauntuk melakukannya, yaitu Pembaptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Inilah yangdipesankannya, untuk memberikan dengan barang yang terlihat, anugerah yangtidak terlihat, yaitu keampunan dosa, keselamatan, hidup dan sejahtera, yangkita terima di dalam iman. Mat 28: 19; Mark 16: 15 - 16; Mat 26; Mark 14; Luk22; 2 Kor 11. Dengan ajaran ini kitamenolak dan melawan ajaran Katholik Roma yang mengatakan bahwa ada tujuhSakramen. Sakramenmarlapatan do i ulaon nabadia. Dua do sakramen (ulaon nabadia) di huriaProtestan, i ma:
a.       Pandidion nabadia
b.      Parpadanan nabadia
Tangkas dodipatorang Dr. Martin Luther di buku Katekhismusna taringot Sakramen nadua i. Patuduhon parasingan natangkas do sakramen nadua i di huria Protestanmaradophon huria Katolik. Marojahan tu tona ni Tuhan Jesus do umbahennadipatupa huria pandidion dohot parpadanan nabadia i, taida ma i di Mark.16:15-16; Mat. 28:18-20; Luk. 22:19-20; Mark. 14:22-24; Mat. 26:26-28 pat. 1Kor. 11:23-25.
Ndada songonpangantusion di pandidion pinatupa ni si Johanes (na holan mangondolhonhamubaon ni roha) anggo pandidion naniulahon ni halak Kristen nuaeng, alaiandul sumurung sian i do (Mat. 3:11). Ai di natardidi sada halak tu bagasangoar ni Tuhan Jesus tu bagasan hamateanNa do natardidi i asa gabe sanghambonadohot Kristus i (Rom. 6:3-8). Jala molo mate sada halak rap dohot Kristus, rapmangolu do ibana muse raphon Kristus i. Asa haluaan do jumpang ni ganup halaknamanjalo pandidion nabadia doho parpadanan nabadia i.[15]
Baptisan itu adalah saluran kemurahan Allah bagi manusia, anak-anak dan dewasa, karena melalui baptisan itu gereja berdiri di tengah dunia ini, dan melalui iman dijadikan layak menerima keampunan dosa, kelahiran kedua kali, kelepasan dari kuasa maut dan dari kuasa iblis, dan memperoleh  kebahagiaan kekal. Dan melalui baptisan itu jugalah orang percaya dipersatukan ke dalam kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, dan menerima kuasa Roh Kudus (Mrk. 10:14; Luk 18:16; Kis 2: 41; 10:48; 16:33; Rom. 6:4; 1 Kor 10:1-9; Tit. 3: 5; Ibr 11:29; 1 Ptr. 3:21).
Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa bayi dibaptiskan di tengah gereja, karena demikianlah mereka termateraikan ke dalam persekutuan yang ditebus Kristus, sebab Tuhan Yesus adalah juga bersukacita menerima anak-anak. Orang tua diimbau agar mereka mendorong anak-anak mereka yang sudah dibaptis ikut sekolah minggu, dan persekutuan lainnya di gereja. Kita juga menekankan, gereja itu esa dalam baptisan kudus. Cukuplah baptisan kudus dilayankan sekali kepada seseorang selama hidupnya.
Menurut  Confessi HKBP ini kelihatan adanya pengajaran penting, antara lain:
-        Baptisan adalah “jalan pemberian anugerah” yang terpenting bukanlah cara, teknik atau tempatnya dilaksanakan (kolam, sungai, danau dan sebagainya) atau bentuknya. Tetapi makna dan berkat yang kita dapati  dari baptisan itulah yang paling penting. Baptisan itu bagaimanapun dilakukan dan dimanapun  itu berlangsung adalah merupakan saluran dari jaminan berkat keselamatan yang diberikan oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Berkat itu mengalir deras kepada orang-orang percaya melewati saluran yang bermacam-macam.
-        Adanya 4 (empat) berkat dan anugerah serta janji yang diberikan oleh Allah  melalui baptisan, yaitu: keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari kematian dan ikatan iblis serta keselamatan kekal.
-        Disamping baptisan  anak-anak kita juga mengenal dan melaksanakan baptisan dewasa, yakni mereka yang datang dari kekafiran atau agama lain sebagaimana kita temukan dalam agenda HKBP V. hal 11 “Tata Kebaktian Pembabtisa Orang Dewasa”. Pelaksanaan baptisan dewasa juga terlihat dari buku Ende HKBP No. 144 dan No. 145.
B.E. No. 144   (1). Na hot padanku tu Jahowa binaen ni Jesus Tuhanki
                                         Ai hutadingkon do na roa, hujalo pandidion i
                                         Sai las rohangku alani saleleng ni lelengna i
         B.E. No 145    (1).   Ndang hapalang las ni roha, Ala na tardidi au
         Ai disi bolong na roa, dohot dosa sian au
         Ise  na tumananda arta, Na umuli, na umarga
         Sian hatuaonki salelenglelena i   
Kata “padanku” (janjiku) “rohangku” (hatiku) dan “tardidi au” (pembaptisanku), “sian au” (dari hatiku) jelas menunjukkan orang yang sudah dewasa.
Menyangkut tentang “baptisan anak” confessi HKBP memberi perhatian yang sangat besar, karena di sana nyata sekali makna baptisan  tersebut diuraikan yakni menyangkut kelahiran kembali dan ketika itu pula si anak yang menerima baptisan berhak menerima status dan kehidupan yang baru sebagai “anak–anak Allah”, sekaligus pewaris harta kerajaan Allah, sorga yang kekal selama-lamanya dari jaminan (garansi) keselamatan dari Yesus Kristus.
   Dalam Confessi HKBP kita melihat penekanan bahwa baptisan itu merupakan “tanda kejadian manusia yang baru atau suatu kelahiran baru”. Baptisan itulah awal dari seluruh proses kerohanian kita; sejak baptisan terjadilah perubahan yang radikal dalam hidup orang percaya, menjadi “manusia baru” di dalam Kristus. Timbul pertanyaan: “Bagaimana bagi anak-anak atau bayi kecil bisa menerima kelahiran kembali sedangkan mereka belum mengerti apa-apa; bagaimana anak-anak bertobat dan hidup baru ?
   Jika diamati dari segi fisik lahiriah, maka di dalam diri seorang bayi kecil tidak mungkin terjadi “kelahiran baru”. Tetapi tidak boleh disangkal bahwa pengertian, pengetahuan dan logika si bayi akan berkembang terus seiring dengan perkembangan fisiknya. Demikian juga iman, kepercayaan dan pengenalannya terhadap Allah serta pengetahuannya tentang kebenaran dan ajaran-ajaran moral akan senantiasa terus berkembang di dalam jiwa dan hidup si anak. Sejak ia menerima baptisan, benih iman telah bertumbuh pelan-pelan dalam dirinya. Ia menjadi anak yang dilahirkan kembali oleh Roh Allah, mendapat keselamatan dan kelepasan dari dosa warisan (turunan) dan menerima status sebagai  “Anak Allah”.  Disinilah besarnya pengaruh dan peranan keluarga terutama orangtua untuk membimbing mereka dalam pengenalan Allah. Itu sebabnya, ketika kedua orangtua membawa anaknya untuk dibaptis maka salah satu pertanyaan yang harus dijawab para orangtua adalah: “Ápakah saudara-saudara bersedia membimbing anak-anak ini, agar mereka mengetahui dan melakukan Firman Tuhan ?” Orangtua akan menjawab (berjanji): “Ya, saya bersedia!”
Dengan demikian dalam baptisan anak (bayi), iman orangtualah sebagai dasar dan pengganti iman si anak dalam menerima baptisan. Iman orangtua tidak boleh dipisahkan dari iman si anak, sebab anak-anak adalah bagian yang integral (tidak boleh dipisahkan) dan merupakan unsur yang penting dari keluarga.
Dalam Alkitab kita dapat melihat beberapa contoh tentang “iman pengganti”. Iman pengganti berarti iman yang menggantikan iman orang lain. Iman pengganti diperlukan karena seseorang tidak (belum) memiliki iman yang cukup untuk keselamatan dan kesembuhan bagi dirinya sendiri. Untuk itu harus ada orang yang telah percaya menggantikan mereka. Beberapa contoh dalam Alkitab misalnya:
Dalam Matius 15:21-28 diceritakan bahwa iman seorang ibu Kanaan telah menyebabkan anak perempuannya yang dirasuk setan dilepaskan oleh Yesus. Ucapan Yesus yang mengatakan: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki!”, berlaku bagi anaknya yang sama sekali tidak beriman.
Dalam Markus 9:14-29 iman seorang bapak telah melepaskan puteranya yang menderita dirasuk roh tuli dan bisu. Ketika itu si ayah dengan spontan berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Oleh iman dan kepercayaan si bapak, Yesus segera bertindak mengusir roh jahat: “Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah daripada anak ini dan jangan memasukinya lagi!”.  Segera sesudah itu roh jahat keluar, ia sembuh.
Dalam matius 8:5-13 seorang laskar atau perwira di Kapernaum datang menemui Yesus katanya: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita”. Ketika Yesus memberitahu rencana kedatanganNya, komandan laskar hanya meminta sepatah kata saja saja, sebab ia menyadari bahwa firmanNya sangat berkuasa, dan hambanya akan sembuh. Yesus menilai hal itu merupakan satu iman yang tinggi dan memujinya. Yesus mengatakan: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percayai!”. Iman pengganti menyebabkan kesembuhan orang lain.

Praktek gereja melalui pembaptisan anak adalah suatu pelayanan gereja terhadap orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai firman Allah. Melalui pembaptisan anak, berarti gereja menyatakan pemberian berkat Allah kepada anak-anak dari setiap orang yang beriman (Mark. 10:13-16), supaya ikut serta menerima berkat akan Kerajaan Allah yang kekal. Ada dua hal dalam baptisan kudus yang dapat dipegang orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai firman Allah, yaitu:
a.       Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan akan “uluran tanganNya kepada anak-anak” bahwa bukan manusia yang terlebih dahulu mengasihi Allah, melainkan Allah mendahulukan rahmatNya mengasihi manusia (1 Joh. 4:10).
b.       Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan bahwa anak-anak ikut serta memperoleh Kerajaan Allah, dimana Tuhan Yesus menjalankan pemerintahanNya di bawah perlindungan kasih untuk mengalahkan kuasa-kuasa dosa, maut dan iblis di dalam kematianNya (Kol. 1:13-14).

            Sebelum anak-anak dibaptis, orangtua terlebih dahulu diminta untuk :
1.       Bersedia agar anak-anaknya dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
2.       Bersedia membimbing anak-anak agar mengetahui dan melakukan Firman Tuhan.
3.       Bersedia menyuruh anak-anaknya datang ke Gereja dan membesarkannya dalam pengajaran Kristus.

Makna dari ketiga hal di atas, bahwa orangtua yang telah menjadi bagian Organis Gereja Kristus diberikan kharisma-kharisma untuk melayani anak-anak dalam rumah tangga.[16] Orangtua dipanggil atas tuntunan kesadaran imannya dalam pengetahuan Injil untuk memberikan teladan kepada anak-anaknya tentang ketaatan dalam iman. Panggilan ini merupakan pergumulannya dengan Allah untuk menjadikan anak-anaknya dalam suatu rumah tangga sebagai anak-anak Allah.[17]
Orangtua dituntut untuk bersedia mendampingi anak-anak di dalam kasih dan pengampunan, memperkenalkan jalan Tuhan dan menumbuhkan anak dalam iman kepercayaan kepada Allah (Ef. 6:1-4; Kol. 3:20-21; 1 Ptr. 2:9). Orangtua menerima dan meyakini tanggungjawabnya melalui penyampaian Firman Allah dalam baptisan anak, berarti Allah sendiri yang telah menganugerahi “kebapaan” dan “keibuan” atas mandat Allah sendiri. (Ul. 5:16).[18]
Orangtua harus mendidik anak mereka dalam “takut akan Kristus”. Kata takut di sini berarti rasa segan, hormat, penaklukan diri kepada Firman Tuhan (bnd. Ams. 9:10; Kis. 9:31; Ef. 5:21). Dalam bagian Surat Efesus kita membaca, bahwa bapa-bapa, harus mendidik anak-anaknya: Di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef. 6:4). Pengajaran yang sopan (paideia) dapat juga diartikan dengan pimpinan bagi anak. Bagaikan ayah-ibu yang merintis jalan ke muka, lalu diiringi anak-anaknya pada jalan yang lurus dan baik itu.
Pelaksanaan baptisan anak di HKBP dapat kita temukan dalam Agenda HKBP Bagian II halaman 7 tentang “Pembaptisan Anak-anak”. Di sana sangat ditekankan peranan dari orangtua yang membawa anaknya menerima baptisan tersebut. Penekanan itu kelihatan jelas pada bagian nasihat dan bimbingan. Di sana dikatakan “Saudara-saudara orangtua dari anak-anak yang akan dibaptis hari ini, dengarkanlah Firman Tuhan Yesus: …, dengarkanlah juga Firman Tuhan Yesus seperti yang tertulis dalam Injil Markus: …”. Selanjutnya ikrar iman kepercayaan juga diucapkan oleh orangtua. Peran dan tanggungjawab orangtua semakin tampak dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap mereka dan menjadi janji orangtua dalam baptisan anak, yaitu tentang keinginan dan kesediaan untuk menyuruh anak-anaknya ke gereja serta membesarkannya dalam pengajaran kristen.
Disamping itu, peranan dan tanggungjawab dari orangtua yang membawa anak-anaknya dibaptis juga terlihat dari Buku Ende HKBP No. 146 dan No. 147 :1-2
B.E. No. 146                (2)  Diboan natorasna nasida be tuson,
                              Ai naeng pasahatonna tu Ho dakdanak on.
B.E. No. 147                (1) Jesus hami ro dison, mangihuthon na nidokMu;
                              Ro do posoposo on, ala na pinatikkonMu;       
                               Ingkon do tu Ho boanon, lao manjalo parpadanan.
                      
Demikianlah yang terjadi dalam baptisan anak-anak (dari keluarga orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus). Anak-anak belum dapat mengungkapkan isi imannya yang sudah ada itu dalam bahasa komunikasi manusia. Untuk menggantikan dia dalam mengungkapkan pengakuan imannya maka orangtua (Bapak dan Ibu) mewakilinya di hadapan Allah. Jadi iman orangtua di sana merupakan “iman pengganti” bagi anak-anak (bayi yang tidak tahu apa-apa); inilah juga menjadi dasar keselamatan bagi bayi kecil saat menerima baptisan.
HKBP juga mengenal yang dinamai Babtisan Darurat/Tardidi na hinipu hal ini bisa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Baptisan darurat dilakukan kepada anak-anak yang sakit keras, yang belum sempat dibawa ke gereja untuk menerima baptisan. Di HKBP dirumuskan sbb : Bila ada orang yang belum dibabtis yang sakit keras, dan orang tuanya berkehendak anaknya  dibaptiskan, dimintalah sintua.. setempat.. untuk… melaksanakannya.

Bila sintua setempat tidak bisa ditemui dimintalah sintua tetangganya. Bila itu juga tidak ada, dicarilah anggota jemaat yang rajin kegereja dan hidupnya saleh untuk melakukan pembaptisan. Bila anggota jemaat yang seperti itu juga tidak sempat lagi dicari, orang tuanya juga boleh melakukan pembaptisan itu, asal babptisan itu dilaksanakan dengan benar sesuai dengan pemahaman HKBP. Bila itu yang terjadi, mereka hanya boleh membaptiskan tanpa memberi berkat. Namun dalam situasi yang semakin maju sekarang ini, gereja tidak lagi hanya ada di pedesaan, dan sudah banyak dikota, sekiranya ada anak yang sakit keras, mereka bisa meminta pendeta untuk melakukan baptisan darurat.
Pendeta harus berusaha lebih dulu menghubungi sintua daerah tersebut, untuk sama-sama mengunjungi si anak yang sakit keras tersebut, dan sebaiknya sintua yang melakukannya. ztetapi bila itu tidak dapat dilakukan, bahkan guru huria, bibelvrow atau diakones tidak bisa dihubungi, pendeta sendiri yang melakukan baptisan darurat, tanpa penyampaian berkat. Apabila anak itu meninggal, maka harus dilayani dengan liturgi HKBP. Bila anak itu menjadi sehat, anak itu kemudian harus dibawa ke gereja pada waktu kebaktian minggu waktu ada pembabtisan. Pada waktu anak itu dibawa kedepan altar dihadapan pendeta, maka pendeta mengumumkan kepada jemaat sebagai berikut : Saudara-saudara yang terkasih, kita bersyukur kepada Tuhan kita yang maha pengasih yang menyembuhkan anak ini, karena pada waktu yang laluanak ini sakit keras dan telah dibaptiskan dengan baptisan darurat. Oleh sebab itu, hanya berkat yang akan diberikan kepadanya, namun namanya adalah:...................... (disebut nama anak itu, nama itu hanya dibacakan tanpa baptis ulang). Kemudian pendeta memberkatinya.[19]
Mengenai Babtisan ulang konfessie HKBP menjawab bahwa “Babtisan Kudus cukup satu kali ”[20] Hal ini ditekankan karena Gereja itu Esa dalam babtisan kudusn (Ef. 4:5). Dalam hal ini jelas HKBP menolak dan tidak menerima babtisan dan yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Syah jah Babtisan Bayi? Dan bagaimana tanggapan HKBP mengenai Babtisan Ulang
Baptisan anak-anak  (bayi)  dan Babtisan Ulang
Syahkah baptisan bayi? Hal ini masih banyak yang mempertentangkannya, karena bayi belum mengerti dan belum percaya. Oleh karena itu, harus tegas dikatakan: “Tidak ada alasan mengatakan bayi belum percaya tidak dapat menerima keselamatan melalui baptisan”. Orang yang tidak percayapun diselamatkan Yesus oleh karena iman orang lain. Di Kapernaun, anak pegawai istana, diselamatkan Yesus, bukan iman anaknya yang menyelamatkan, melainkan iman orang tuanya (Yoh 4: 46 – 53). Iman kepala rumah ibadah Yairus yang percaya, bukan putrinya dan putrinya diselamatkan dari kematian (Luk 8: 40 …), orang lumpuh yang diusung oleh sahabat-sahabatnya, membongkar atap tempat Yesus mengajar dan menurunkan tepat di hadapan Yesus, Yesus memuji iman mereka, bukan iman orang yang lumpuh yang menyelamatkan dia, tetapi dia disembuhkan (Luk 5: 17 …), seorang perwira berkata kepada Yesus: “katakanlah sepata kata, maka hambaku itu akan sembuh”, bukan iman hamba perwira yang menyelamatkannya, melainkan iman perwira tersebut dan hambanya diselmatkan (Luk 7: 1…) dan bahkan seorang janda yang menangis karena anak tunggalnya mati, tidak dikatakan bahwa janda itu beriman, tetapi Yesus tergerak oleh belas kasih dan menghidupkan anak muda di Nain, sekali lagi bukan iman anak muda itu (Luk 7: 11…) dll.
Jangan mempersoalkan bayi belum mengerti dan belum percaya, tetapi persoalkan apakah baptisan yang saya lakukan dan terima sesuai dengan perintah Yesus? Semua yang diselamatkan Yesus dari kisah di atas, tidak ada satupun dari antara mereka yang percaya, melainkan kepercayaan orangtuanya, temannya, atasannya, tetapi mereka diselamatkan Yesus. Terlampau kerdil kita, kalau masih mempertentangkan bayi belum percaya, sehingga tidak layak menerima Keselamatan dari Yesus melalui baptisan. Bayi yang belum percaya, melainkan ia diselamatkan oleh iman orangtuanya dalam baptisan Kudus, bukan iman bayi itu, namun sekali lagi iman orangtuanya.
Tidak heran, apabila banyak orang yang belum mengerti arti baptisan itu, terombang-ambing imannya dan bahkan mau menerima kembali baptisan ulang. Aliran Kharismatik dan sejenisnya dengan getol menyuarakan lewat sebuah ajarannya mengatakan: “tidak akan ada keselamatan bagi orang-orang yang menerima baptisan semasa anak-anak”. Ajaran ini cukup menyesatkan orang-orang percaya, khususnya banyak warga Kristen yang mau mendengarkannya ajaran tipu daya tersebut. Artinya ajaran ini, mau menyatakan bahwa bapak-bapak gereja terdahulu, yang menyebarkan Firman Tuhan (dan mungkin tanpa mereka Injil tidak pernah sampai kepada yang mereka yang mengatakan baptisan anak-abak tidah syah), seperti: Polycarpus mati martir (167/8 AD), Pdt Samuel Munson dan Pdt Henry Lyman (1834) yang mati dibunuh di Lobu Pining Tapanuli Utara, Pdt. DR I L Nommensen yang kadang disebut Rasul suku Batak dll, semuanya menerima baptisan semasa bayi, juga tidak menerima keselamatan.[21] Vonis yang dilemparkan gerekan Kharismatik dan kelompoknya untuk menarik (kadang-kadang disebut mencuri) anggota-anggota jemaat lainnya dengan semboyan “baptis bayi tidak syah karena belum percaya”. Vonis ini mempengaruhi orang percaya yang imannya kerdil dan tidak mengetahui apa dan bagaimana makna dari baptisan. Sebenarnya tidak patut lagi mempersoalkan baptisan “anak-anak” atau “baptisan dewasa”, yang perlu dipersoalkan bagaimana Berita Keselamatan sampai ke ujung bumi, bukan baptisan kita benar, baptisan orang lain salah. Kita kembali meninjau ke sejarah baptisan yang terjadi setelah Kebangkitan dan Kenaikan Yesus.
Untuk melihat kebenarannya atas penilaian Kharismatik, ada baiknya kita kembali kepada dasar pertama, yaitu bahwa “baptisan” yang kita laksanakan adalah perintah Yesus dan bukan kemauan manusia. Persoalan baptisan “anak-anak dan baptisan dewasa”, tidak ada kita temui dalam Perjanjian Baru, yang kita temui adalah dua jenis baptisan, yaitu:
Pertama : Baptisan “persekutuan/keluarga”. Ini banyak kita temui, Krispus dibaptis bersama-sama seisi rumahnya (Kisah 18: 8; bnd 1 Kor 1: 14), Lydia dibaptis dengan seisi rumanya (Kisah 10: 48), kepala penjara dibaptis dengan seisi rumahnya (Kisah 16: 33) dan Stepanus dibaptis dengan seisi rumahnya (1 Kor 1: 16).
Yang dimaksud dengan seisi rumah/keluarga, pastilah persekutuan hidup, dan anggotanya bukan saja terdiri dari suami, istri, anak-anak, tetapi mungkin juga termasuk hamba-hamba yang hidup dan bekerja dalam keluarga itu. Persekutuan itu dikenal dengan “Oikos” (dari sinilah asal kata Okumene) dan kepala keluarga mempunyai kuasa yang besar, pemegang pimpinan. Baptisan dalam oikos tentulah dilayani dalam dan berdasarkan iman, bukan iman individual, melainkan iman persekutuan. iman korporatif, jadi baptisan keluarga itu berdasarkan pengetahuan dan iman. Paulus mencatat dalam surat pertama ke jemaat Korintus (10: 1 – 4): “ Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengkut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dbatu karang itu ialah Kristus”. Semua telah dibaptis, orangtua, dewasa, anak-anak, bayi. Bayi tidak ditinggalkan Musa menjadi korban Firaun dalam kekuatan bala tentaranya
Kedua : Baptisan Individu. Ini dilakukan kepada dua orang saja, yaitu kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia (Kisah 8: 26…) dan Paulus, keduaduanya adalah orang-orang yang tidak terlibat hidup dalam hubungan rumah tangga.
Baptis Ulang mempermainkan Perintah Yesus dan dosa
Mengapa harus dibaptis ulang? Yang jelas, karena baptisan itu sekali untuk selamanya, maka baptisan tidak perlu diulang lagi. Dalam Perjanjian Baru (Kisah 19: 1 – 6) kita temui baptisan ulang hanya sekali dilakukan, itu pun disebabkan beberapa alasan yang tertentu, yaitu:
Pertama: Baptisan Yohanes pada saat itu mengajak orang kepada pertobatan dan memperbaharui diri, sedangkan baptisan yang kita terima adalah materai pengesahan Allah, bahwa kita telah turut mati dan dibangkitkan bersama Yesus dan berhak menjadi pewaris kerjaan Allah.
Kedua : Karena mereka dibaptisan dalalm baptisan Yohanes, mereka harus percaya kepada Yesus (red. yang memerintahkan “baptis dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan mereka menerima baptis ulang dalam Nama Tuhan Yesus.
Ketiga : Baptisan itu kurang sempurna dan tidak menyelamatkan bangsa Yahudi, itulah maka mereka harus dibaptis ulang
Karena baptisan itu kudus adanya dan merupakan perintah Yesus, maka tidak perlu diulang-ulang hanya untuk memenuhi kemauan hati manusia belaka. Oleh karena itu: “Celakalah orang-orang yang mempermainkan Perintah Yesus”.
Oleh karena Baptisan merupakan sakramen yang diperintahkan Yesus, itunya sebabnya, jika kita mengulang baptisan yang kita terima, kita telah mempermainkan Perintah Yesus dan berdosa. Biasanya orang-orang yang mau dibaptis ulang karena doktrin dari Kharismatik dan sejenisnya adalah orang-orang yang paling celaka, karena tanpa disadari, dia telah mempermainkan Perintah Yesus, mereka mau dibaptis ulang dengan diselamkan seperti yang dilakukan Yohanes demi kemauan dan kepuasan manusia. Baptis ulang saat ini hanyalah permainan dari yang menamakan dirinya pengkhotbah dan pembaptis, tetapi kadang kadang dia seperti musang berbuluh domba untuk mencari mangsanya.
Karena ini, tidak patut lagi mempertentangkan atau mempersoalkan syah tidaknya baptisan anak-anak maupun baptisan dewasa, walau pun banyak orang yang sudah terlanjur. Jangan memvonis bahwa baptisan anak-anak tidak benar dan baptisan dewasa yang benar, baptisan percik dan dituangkan tidak benar, melainkan baptisan selam. Semua baptisan Kudus benar apabila dilakukan sesuai dengan perintah Yesus sendiri “baptislah mereka di dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Baptisan itu sekali untuk selamanya.
Yang terpenting harus dipahami, bahwa “baptisan” yang dilaksanakan dengan percik, dituangkan, diselamkan harus dipercayai bahwa Firman Tuhan itu yang menyelamatkan dan sekali untuk selamanya. Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan baptisan harus diulang-ulang, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan (Ef 4: 5). Lalu bagaimana kita menghadapi musuh yang ternyata paling berbahaya selama ini, dengan mengatakan “tidak syah baptisan gereja lain”? Dalam Ulasannya Pdt Johannes Suregar mengatakan Jawaban yang pasti:  WASPADALAH SI PENYESAT[22]
3.2       Perjamuan Kudus
Kita percaya danmenyaksikan : Perjamuan Kudus ialah : Memakan roti, dengan roti mana(parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminumanggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supayakita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera. 1 Kor 11: 17 - 34; Mat 26;Mrk 14; Luk 22.
Dengan ajaran ini kitamenolak dan melawan ajaran yang mengatakan : Hanya rotilah yang dapat diberikankepada anggota jemaat, tetapi anggur tidak. Sebab dengan demikianlah FirmanTuhan Yesus waktu Ia memesankan Perjamuan Kudus itu : "Minumlah kamusekalian dari cawan itu". Dan ini pulalah yang diikuti oleh Gereja padawaktu pertama. 1 Korintus 11: 24 - 25. Juga tidak ada alasan dari Firman Tuhanuntuk mengartikan wujud dari missa, dimana dikatakan, bahwa Tuhan kita dikorbankan lagi setiap kali dilakukan missa, karena itu kita menolak ajaran ini.
Saurdot dolapatan ni pandidion nabadia dohot parpadanan nabadia. Tangkas do ditonahonTuhan Jesus tu angka siseanNa, asa tongtong diradothon nasida mangulahonparpadanan nabadia i. Mangan sagusagu parhitean ni daging ni Tuhanta JesusKristus dohot minum anggur parhitean ni mudar ni Tuhanta Jesus Kristus songonnaung tinonahonNa tu halak Kristen.
Di 1 Kor.11:24-25, tangkas do didok: “ula hamu mai bahen parningotan di Ahu”. Hasesaanni dosa dohot haluaon do nahinamham ni parpadanan nabadia. Ingkon tangkas dopangaradeon diri di na laho manjalo parpadanan nabadia i. Alani i do saidipatupa  huria do jamita patujolopangaradeon andorang so manjalo parpadanan nabadia i. Namarlapatan do i asatung tangkas panghobasion ni ganup halak di dirina di namanjalo parpadanannabadia i (pat. 1 Kor. 11:27-29).
Naboi dopatupaon ni huria parpadanan nabadia tu angka na marsahit narenge, lumobi angkana marsahit matua, alai ingkon torang do roha ni nanaeng manjalo parpadanannabadia i. Molo dipangido angka pinompar ni ruas ni huria namangae parsahiton irap marulaon nabadia nasida, nauli ma i, alai ingkon tangkas ma sian dos niroha nasida.[23]
Ganup halak nanaengmanjalo parpadanan nabadia ingkon naung manghatindakon haporseaon do. Jalandang tarpasahat parpadanan nabadia tu halak na dibalian ni huria. Ingkonnamartohonan pandita do nadipatujolo huria manghobasi parpadanan nabadia.
Dalam confessi HKBP dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan Kudus ialah : memakan roti, dengan roti mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14; Luk 22). Dengan demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat atau media saja.[24] Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia memperoleh keampunan dosa. Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup bersekutu dan hidup dalam damai antara yang satu dengan yang lain.
Menurut ajaran Luther tentang Perjamuan Kudus dia sebut Kon-substansiasi (kon yaitu sama-sama): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami roti dan anggur itu sehingga terdapat dua zat atau substansi yang sama-sama terkandung dalam roti dan anggur itu.[25] Gereja Lutheran memahami bahwa di dalam Perjamuan Kudus Kristus sungguh-sungguh hadir tanpa merubah substansi roti dan anggur namun Dia hadir ketika Perjamuan Kudus dilakukan. Makna kehadiran Kristus diterima, ketika yang menerima Perjamuan Kudus percaya tentang firman Tuhan yang diberitakan melalui Perjamuan Kudus dan percaya kepada penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Hal inilah yang menjadikan roti dan anggur dalam teologi mengenai sakramen perjamuan kudus menjadi sangat sakral dikarenakan adanya paham mengenai roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, dalam hal ini terdapat paham mistisisme. Begitu jemaat memakan roti dan meminum anggur maka jemaat secara mistis telah memakan tubuh dan meminum darah dari pengorbanan Kristus.[26]
HKBP memahami bahwa Perjamuan Kudus dipahami sebagai “parhitean” untuk menerima tubuh dan darah Kristus yang sebenarnya. Yesus tidak mengubah hakikat roti dan anggur menjadi tubuh dan darahNya sendiri, juga tubuh dan darah Yesus tidak melekat pada roti dan anggur, melainkan bahwa melalui Perjamuan Kudus kita menerima tubuh dan darah Yesus yang masuk ke dalam tubuh rohani kita, sedangkan roti dan anggur tersebut masuk ke dalam tubuh jasmaniah kita. Artinya Perjamuan Kudus merupakan sarana menerima tubuh dan darah Kristus.
Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa dia tumbuh menjadi satu tubuh dengan Kristus. Dengan demikian segala sesuatu yang adalah kepunyaan Dia boleh kita namakan kepunyaan kita. Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa kehidupan kekal yang telah diwarisinya menjadi milik manusia dan bahwa Kerajaan Sorga yang telah dimasuki-Nya tak dapat luput dari manusia sebagaimana tak dapat luput dari Dia. Manusia boleh yakin juga bahwa manusia tidak dapat dihukum karena dosa-dosanya, manusia telah bebas oleh-Nya dari kesalahan yang merupakan akibat dari dosa-dosa sebab Dia menghendaki supaya dosa-dosa itu diperhitungkan kepada-Nya seakan-akan dosa-Nya sendiri. Dia telah membuat manusia menjadi anak-anak Allah bersama Dia, dengan turunnya Dia ke bumi Dia telah merintis jalan bagi manusia untuk naik ke Sorga, dengan menerima kelemahan manusia, kita dikokohkan-Nya dengan kekuatan-Nya.[27] Lebih jelasnya Perjamuan Kudus merupakan tempat Dia menawarkan diri-Nya kepada kita, bersama seluruh harta-Nya dan kita menerima Dia melalui iman. Dia menawarkan tubuh-Nya yang disalibkan itu kepada kita melalui Firman supaya kita mendapat bagian di dalamnya dan pemberian itu dimateraikanNya dengan rahasia Perjamuan Kudus.
Semua orang yang ingin mengikuti Perjamuan Kudus haruslah lebih dahulu menerima pelajaran tentang pokok ajaran-ajaran Kristen dari dalam Firman Allah. Gereja harus menggunakan cara mengajar yang dianggap paling cocok untuk pembangunan jemaat. Supaya Perjamuan Kudus dapat terselenggara demi penghiburan maka setiap yang akan menerimanya perlu benar-benar menguji diri lebih dulu. Apakah dia layak atau tidak menerimanya.[28] Bagi setiap orang yang menerima Perjamuan Kudus akan dipersatukan dengan Kristus yang sungguh kudus dengan demikian kitapun sama seperti Dia menjadi kudus olehNya.
Perjamuan Kudus berarti mengambil bagian dalam pengorbanan Kristus. Sama seperti dalam perayaan Paskah, orang Yahudi memperingati lagi peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, demikianlah orang-orang Kristen yang ikut dalam Perjamuan Kudus ikut serta dalam pengorbanan Kristus yang membebaskan manusia dari kuasa dosa. Orang-orang yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus juga menyerahkan diri mereka untuk masuk ke dalam misi Kristus. Keikutsertaan dalam Perjamuan Kudus bukan bersifat formalitas, melainkan melibatkan keseluruhan pribadi orang yang mengikutinya. Perjamuan Kudus merupakan tolak ukur untuk melihat kesetiaan seseorang.[29]
Dalam Perjamuan Kudus, dengan memakan tubuh Kristus dan meminum darah Kristus, umat diteguhkan imannya. Perjamuan Kudus itu menjadi penghiburan bagi mereka yang menyesal akan dosa-dosanya, agar iman mereka menjadi kuat. Sebagai konsekuensi kita menerima berkat dan penghiburan dari Allah, maka kita diharapkan untuk menyerahkan segenap hidup kita kepadaNya, agar kita menjadi miliknya.[30]
         Relevansi Makna Perjamuan Kudus dalam Gereja  HKBP
Dalam confessi HKBP dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan Kudus ialah : memakan roti, dengan roti mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14; Luk 22). Dengan demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat atau media saja Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia memperoleh keampunan dosa. Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup bersekutu dan hidup dalam damai antara yang satu dengan yang lain.[31]
4.                  Kesimpulan
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa:
Perjamuan Kudus merupakan suatu ibadah Kristen yang penting yang diamanatkan Tuhan Yesus sendiri. Dalam perjamuan Kudus itu, muncul berbagai kontroversi dari berbagai pihak karena perbedaan penafsiran dari ucapan Tuhan Yesus sendiri dalam Perjamuan Paskah yang dilakukan-Nya bersama dengan murid-muridNya.
Dalam Perjanjian Lama Perjamuan dihubungkan dengan istilah Pesah yang artinya melewati. Perjamuan itu dilakukan sebagai ucapan syukur atas kelepasan mereka dari penghukuman Allah di Mesir. Dalam Perjanjian Baru Perjamuan Kudus itu diwarisi dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor 11:23 dyb; Mark 26:26; luk 22:14).
Perjamuan kudus merupakan hidangan rohani yang didalamnya Yesus bersaksi bahwa Dialah roti hidup, roti yang menjadi makanan bagi jiwa, untuk mencapai hidup yang kekal. Melalui sakramen tersebut manusia diyakinkan bahwa dia satu di dalam Kristus, artinya oleh Kristus apa yang menjadi milik-Nya menjadi milik kita.
Terlepas dari pemahaman yang dianut oleh gereja-gereja yang mewakili pandangan dogma dari para tokoh reformator, perjamuan kudus merupakan suatu sarana untuk menyatakan kehadiran Kristus dengan kehadiran Kristus manusia dipersekutukan dengan Dia. Kristus sungguh-sungguh hadir dalam Perjamuan itu (praesentia realis) tetapi tidak terikat pada roti dan anggur (consubstansiasi). Kehadiran-Nya suatu rahasia yang tidak dapat ditangkap oleh akal pikiran manusia dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Kristus sungguh hadir (praesentia realis) pada perjamuan itu, Kristus sendiri, Tuhan yang hidup. Tetapi sejak kenaikan-Nya ke Surga, tidak lagi kita smengenal Kristus menurut ukuran manusia (2 Kor. 5:16). Yang kini bertindak selaku Tuhan adalah Roh Kudus (2 Kor. 3:17). Dengan kata lain sesudah Pentakosta, kehadiran Kristus adalah kehadiran-Nya di dalam dan dengan perantaraan Roh Kudus (dengan tidak melupakan, bahwa Roh Kudus bersama-sama dengan Sang Bapa dan Anak) dan kehadiran-Nya itu kita alami “di dalam percaya”.
Baptisan Kudus sebagai perwujudan kemurahan Allah bagi manusia merupakan bagian dari ajaran Kristen yang sangat penting dalam memahami penerimaan keampuanan dosa, kelahiran kedua kali dan memeperoleh kebahagiaan kekal.[32] Namun dalam prakteknya, manusia yang menyebut dirinya Kristen (pengikut Kristus), sadar atau tidak, mengerti atau tidak, selalu menjalankan sakramen baptisan sebagai suatu keharusan yang kurang dihayati sehingga hal itu sering hanya menjadi kebiasaan dalam kehidupannya. Artinya, sampai kini masih banyak orang Kristen yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya tujuan melaksanakan baptisan itu dengan membawa anak-anak mereka untuk menerima baptisan tersebut. Tidak jarang pula baptisan dianggap hanya suatu upacara gerejawi, dimana seorang bayi diberi nama dan diserahkan pada Tuhan dengan doa. Dengan demikian ada bahaya, dimana pesta di rumah menjadi lebih penting daripada makna baptisan itu sendiri. Oleh karena itu maka perlu pemahaman dan pengakuan yang jelas akan arti dan makna daripada baptisan dan peranannya dalam berbagai aspek kehidupan gereja sebagai tanda persekutuan orang-orang percaya. Babtisan Bayi adalah Syah dan Babtisan ulang itu melanggar perintah Yesus, Karena hanya ada satu Babtisan yaitu Babtisan di Dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus
Babtisan Kudus Cukup Hanya sekali sepanjang Hidup dan Babtisan Ulang itu tidak Pernah ada dalam Alkitab
Perjamuan Kudus adalah anugerah Allah yang diberikan kepada semua orang yang percaya kepada Kristus, yang telah memebrikan diriNya demi keselamatan umat manusia. Yesus sendiri yang memberikan diriNya, itu berarti suatu undangan yang sangat berharga, di mana semua orang percaya dilayakkan untuk ikut dalam Perjamuan Tuhan. Kita manusia yang tidak layak karena keberdosaan kita, oleh diri Yesus Kristus, sekarang kita dilayakkan dan berhak untuk mewarisi janji keselamatan dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita.
Jadi Perjamuan Kudus seharusnya tidak ditentukan oleh perasaan manusia atau orang percaya, melainkan seharusnya sikap semua orang percaya adalah menerima saja keselamatan yang diberikan itu, tanpa mempertimbangkan apakah ia siap atau tidak siap. Sebaiknya kapan saja Tuhan memanggil kita untuk ikut dalam perjamuanNya, maka seharusnya kita dengan segera bangkit dan bergegas mendekatkan diri ke hadirat Tuhan yang maha baik itu.
Perjamuan Kudus adalah  sarana berefleksi bagi jemaat untuk mengambil sikap sebagai agen pendamaian (2 Kor. 5:17-21). Sebagaimana Kristus telah mengorbankan dirinya sebagai kurban pendamaian bagi umat yang berdosa, demikianlah hendaknya semua orang percaya dalam Perjamuan Kudus itu bersedia untuk diperdamaikan oleh Yesus Kristus dengan semua orang. Besedia diperdamaikan Kristus berarti bersedia menjalin hubungan yang baru, bersedia memaafkan saudara yang mungkin pernah menyakiti perasaan kita.
Perjamuan Kudus adalah  Hak dari Anggota Gereja, Karena Perjamuan kudus diberikan kepada semua orang yang menyesal akan dosanya. Itu berarti bahwa Perjamuan Kudus diberikan kepada semua orang berdosa. Karena semua orag adalah berdosa dan tidak seorangpun yang tidak berdosa, maka tentulah semua jemaat seharusnya ikut menerima Perjamuan Kudus itu sebagai sarana menerima pengampunan dosa dari Allah.  Meninggalkan Perjamuan Kudus malah seolah-olah menunjukkan bahwa mereka yang tidak mengikutinya adalah orang-orang yang tidak berdosa, karena mungkin merasa tidak perlu. Semua Orang Kristen Harus menyadari bahwa Perjamuan Kudus adalah Pengampunan maka “ Rajinlah Mengikuti setiap Perjamuan Kudus yang diadakan oleh Gereja.









[1]  Kantor Pusat HKBP, Panindangion Haporseaon-Pengakuan Iman HKBP 1951 & 1996, (Tarutung: Pearaja, 2000), hlm. 43.
[2] W.R.F Browning “ Kamus Alkitab” Jakarta BPK Gunung- Mulia , 2007, hlm 394
[3] Berhard Lohse “ Pengantar Sejarah Dogma Kristen” Jakarta BPK Gunung-Mulia , 1999 Hlm 170
[4] Donal Gutrie “ Teologi Perjanjian Baru 3” Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003 hlm 88
[5] Louis Berkhof, Systematic Theoogy, (Grand Rapids, Michigan: WMB. Eerdmans Publishing    Company, 1988), hlm. 617.
[6] Theodor G Tapper “ Konfessi Gereja Lutheran”  Jakarta BPK Gunung-Mulia , 2004 hlm 42
[7] Berhard Lohse, op-cit  , hlm. 170.
[8] Louis Berkhof Op- cit
[9] Christian de Jonge, Op-Cit, hlm. 189; dan Alister E. MCGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK-GM, 1999), hlm. 206-209, juga lih. Konfessi Augsburg (Jakarta: BPK-GM, 1993), hlm. 27-28, 45.
[10] A. J. Lohe, An Explanation of Luther Small Cateshism, (Adelaide: Lutheran  Publishing House, 1970), hlm. 106-107.
[11] Martin Luther, Katekismus Besar, (Jakarta: BPK-GM),  hlm. 208.
[12] Abineno CH JL. “ Pemberitaan Firman Pada Hari Khusus “ Jakarta BPJ GM 1998 hal 166-188
[13] HKBP 1951 & 1996, Panindangion Haporseaon Pengakuan Iman,  (Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja- 2000), hlm. 43
[14] HKBP 1951 & 1996, Op-Cit., hlm. 92-93
[15] Konfessi HKBP Pasal 10
[16] Mauriche Eminyan, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 207. 
[17] J. Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta: BPK-GM, 1981), hlm. 243.
[18] N. K. Admaja Hadinoto, Dialog & Edukasi, Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1999),  hlm. 27.
[19] Pdt Dr Bonar Napitupulu “ Keterangan mengenai Babptisa darurat”
[20] HKBP, ConFessi HKBP, Pearaja, 2009, 137
[21] Ulasan Pdt Johannes Siregar “ Babtisan Bayi dan Baptisan Ulang “ duterbitkan dalam Buletin HKBP Bonang Indah
[22] Pdt Johannes Siregar Op- cit
[23] Konfessi HKBP
[24] Ibid, 138         
[25] Berkhof-Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta:BPK 1993, 131-132
[26] W.J. Kooiman, Martin Luther, Jakarta: BPK 2006, 213.
[27] Ursinus-Caspar, Katekismus Heidelberg (Pengajaran Agama Kristen),  Jakarta: BPK 2007, 51
[28] Lih., HKBP “Agenda HKBP” Pearaja, 2007, hal 23

[29] Donald Guthrie, Teologi PB 3, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2003. hlm. 86-87
[30] HKBP, Agenda di HKBP, Pematangsiantar: Percetakan HKBP, 2000. hlm. 27-28
[31] Konfessi HKBP , Op –Cit Hlm 53
[32] Lih. Konfessi HKBP, Op.Cit, hlm. 43.

2 comments:

  1. Mauliate Amang,penjelasan cukup membantu memberikan ilmu dan pengetahuan tentang baptisan kudus pada anak2. Kadang timbul keraguan akan pemahaman yg salah terhadap HKBP tentang baptisan kudus atau penyerahan anak. Tp dengan adanya artikel ini pemikiran sy jadi terbuka dan paham maksdnya. Terimakasih

    ReplyDelete