SAKRAMEN DITINJAU DARI TEOLOGI HKBP
1. Pendahuluan
Dewasa
ini, Gereja sedang mengalami banyak tantangan dalam praktek kehidupannya
Hal tersebut bukan hanya mengenai masalah kepemimpinan atau managemen
pelayan gereja, akan tetapi juga banyak dipengaruhi masalah dogma
(ajaran gereja). Dalam hal ini kita bisa melihat adanya kecenderungan
adanya pemahaman yang berbeda mengenai masalah ajaran atau Dogma
gereja.Salah satu contoh masalah yang terlihat dalam praktek kehidupan
gereja adalah masalah pemahaman tentang pelaksanaan Perjamuan Kudus dan
Babtisan Kudus. Di mana sebahagian menganggap bahwa Perjamuan Kudus
hanyalah rutinitas gereja saja. Perjamuan Kudus dilayanlan hanya
dilayankan pada waktu dan bulan tertentu saja, dan yang lebih parah lagi
Perjamuan Kudus dilaksanakan waktu sakit dan mejelang ajal saja. Hal
ini menjadi suatu fenomena sosial yang terjadi di lingkungan
kehidupan gereja. Pada umumnya persentase jemaat yang mengikuti ibadah
Perjamuan Kudus sangat minim dari pada persentase kehadiran jemaat pada
kegiatan Gereja lainnya. Padahal Perjamuan Kudus itu adalah pemberian
Anugerah Allah Kepada Manusia, yang di dalamnya semua orang diundang
untuk menerima realitas karya keselamatan yang telah dilakukan oleh
Yesus Kristus. Babtisan Kudus ; Banyak yang jemaat yang mempertanyakan
bagaimanakah Baptisan yang sebenarnya? Apakah Babtisan Anak-anak sudah
benar? Perlukah babtisan ulang ? dan sejumlah pertanyaan lainnya yang
selalu dipertanyakan dalam kehidupan Jemaat. Melihat fenomena yang
demikian, maka penulis mencoba menuliskan sebuah tulisan Pradaya yang
diberi judul “ Sakramen di tinjau dari Teologi HKBP”. Sehingga Jemaat
HKBP akan semakin jelas memahami arti dan makna Sakramen itu menurut
Dogma da
HKBP sebagai Tubuh Kristus dimana dalam
Prinsipnya sebagai Gereja yang hidup adalah dimana ada dilayankan
Sakramen. Menurut Pemahaman dan pandangan gereja HKBP Sakramen adalah
jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab dengan Sakramen
disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup,
kelepasan dari maut dan iblis serta sejahtera yang kekal. [1]
2. 1. Pengertian Sakramen
Sakramen
Berasal dari Bahsa Latin yaitu : “Sacramentum” yang artinya “Sumpah
“istilah Sakramen digunakan untuk upacara keagamaan Kristen , sumpah
untuk tidak melakukan kejahatan. [2] Defenisi umum yang dipakai oleh
Gereja Protesatan tentang Sakramen di mengerti sebagai ritus yang
terjadi atas perintah dan perjanjian Allah merupakan tanda lahiriah yang
nampak, ditetapkan oleh Kristus, menyatakan dan menjanjikan suatu
berkat rohani. Sakramen secara pasti dapat diartikan terhadap ritus
baptisan kudus dan perjamuan kudus yang secara khusus memberi makna
keselamatan[3].
Perjamuan Kudus merupakan pemberian Allah. Di
dalamnya semua orang diundang untukmenerima realitas karya keselamatan
yang telah dilakukan Yesus.[4] Pada zaman gereja mula-mula kata
“sakramen” awalnya ditujukan kepada setiap doktrin dan perundangan.
Inilah alasan dari sebagian orang untuk menolak istilah sakramen, dan
memakai istilah “tanda”, “meterai”, atau “misteri”. Demikian juga
dengan pemakaian kata “sakramen” (yang dijabarkan dari kata sacer =
kudus) juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang rahasia, yang
kudus yang berhubungan dengan dewa.[5] Dalam gereja-gereja Lutheran
pada umumnya dipahami bahwa sakramen (termasukPerjamuan Kudus) diadakan
bukan sebagai tanda bahwa dengannya seseorang dapat dikatakan sebagai
orang Kristen, melainkan agar sakramen tersebut menjadi tanda dan
kesaksian akan kehendak Allah atas umat manusia (orang percaya) untuk
meneguhkan iman kita[6]. Itu sebabnya dalam sakramen harus disertai
dengan iman.Sakramen digunakan dengan benar apabila diterima dalam iman
dan untuk meneguhkan iman Hal ini juga dihubungkan dengan keadaan
religius masa itu, sebab pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius
dalam melakukan konsekrasi ditemukan dalam berbagai-bagai agama.
Perbuatan-perbuatan kudus gereja pada waktu itu muncul dalam derajat
yang sama dengan hal-hal yang misterius.[7]
Sakramen adalah
merupakan saluran yang dipakai Allah untuk memberikan anugerahNya
kepada manusia berdosa. Bapak Gereja Agustinus memberikan defenisi
tentang sakramen sebagai berikut : “Sakramen adalah tanda kelihatan dari
hal yang kudus ataupun bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang
tidak kelihatan”. Gereja mula-mula, memberikan makna dan isi baru
tentang sakramen (di dalamnya menyangkut sakramen dan mysterion),
sehingga maknanya adalah:
Suatu kesepakatan antara manusia dengan
Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk
hidup setia kepada Yesus Kristus.
Sebagai sumpah kesetiaan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Menurut Agustinus, salah seorang dari "bapa-bapa gereja", sakramen berarti :
Tanda-tanda
yang kelihatan dari yang tidak kelihatan dari suatu hal suci; atau
wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan; Firman yang
kelihatan.
Tanda dan materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan
oleh Tuhan Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan-Nya
supaya iman kita dikuatkan,
Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan
persekutuan sesama anak-anak Allah. Sakramen memberikan anugerah dan
mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan seseorang manusia
dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan itu.[8]
Pada zaman
gereja mula-mula hingga abad pertengahan, ketentuan tentang jumlah
sakramen selalu berubah-ubah. Munculnya reformasi yang dilakukan oleh
Martin Luhter, meragukan akan keberadaan sakramen dalam gereja Katolik.
Karena Katolik menyatakan ada 7 Sakramen , sedangkan Martin Luther
menyatakan hanya ada 2 Sakramen yaitu : Baptisan Kudus dan Perjamuan
Kudus. Hal itu menjadi pokok perdebatan antara para teolog pada zaman
reformasi. Sakramen-sakramen gereja ternyata mendapat perhatian yang
lebih khusus dalam pembahasan-pembahasan, khususnya menyangkut substansi
sakramen tersebut, termasuk maknanya masing-masing, bahkan juga
menyangkut soal-soal praktis.[9]
Menurut gereja gereja Protestan (
Lutheran dan Calvinis) sakramen yang diakui adalah “baptisan” dan
“perjamuan kudus”. Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah,
mensyahkan baptisan itu dan perjamuan kudus, yang melaluinya Allah
memberikan berkat dan pengampunan dosa.[10] Kedua jenis sakramen
tersebut bertitik tolak dan berdasarkan pada amanat penetapan, perintah
dan perbuatan Yesus Kristus. Penetapan baptisan kudus terdapat dalam
Injil Matius 28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan perjamuan kudus
terdapat dalam Injil synoptis (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk.
22:14-20) dan surat Rasul Paulus (I Kor. 11:23-25).
Kuasa dari
sakramen tidak terletak pada unsur-unsur yang digunakan (air, roti atau
anggur), tetapi pada Allah yang menjadi fokus dari tanda-tanda itu.
Kuasanya tidak tergantung pada karakter dari pada iman yang
melaksanakannya, tetapi pada integritas Allah, sebab sakramen tidak
pernah dimaksudkan untuk berdiri sendiri tanpa disertai dengan Firman
Tuhan. Firman dan ketentuan atau perintah-perintah Allah dalam sakramen
tersebutlah yang membuat sakramen ada dan benar.[11] Sejarah Perjamuan
Kudus dalam Protestan
Istilah perjamuan kudus (bahasa Inggris: holy
communion) digunakan oleh gereja Protestan. Perjamuan Kudus didasari
pada perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno. Selain hal
tersebut terdapat makna dari ritus perjamuan malam dalam tradisi Israel
kuno yang dilakukan untuk menghayati perbuatan Allah yang melepaskan
nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1 dyb. Perjamuan
itu mereka namakan Pesakh (Paskah) artinya “berlalu” atau “melewati”.
Dalam Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa hukuman-Nya akan berlalu pada
pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak domba.
Gereja
Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa
Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti, yaitu Perjamuan
Kudus, Kisah 2:42. Apa yang mereka lakukan ini diimani sebagai perintah
dari Tuhan Yesus. Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus
sebagai peringatan terhadap penderitaan dan juga kematian serta
kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor
11:28.
Dalam tradisi PB, Perjamuan berasal dari Perjamuan yang
diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap
untuk disalibkan (1 Kor. 11:23; Mrk 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Oleh
karena itu Perjamuan Kudus menghadapkan kepada kematian Yesus dan
kebangkitan-Nya yang telah nyata, bahwa kematian-Nya itu telah
menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya.[12]
3.1 Babtisan Kudus
Dalam
hal baptisan kudus, confessi HKBP memberi penjelasan yang jelas dan
lengkap. Hal itu kelihatan pada pasal 10 bagian A yang berbunyi sebagai
berikut: [13]
Pembaptisan Kudus, ialah jalan pemberian anugerah
kepada manusia, sebab dengan pembaptisan disampaikan kepada yang percaya
keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari maut dan iblis, serta
sejahtera yang kekal.
Selanjutnya Confessi HKBP juga menjelaskan demikian :
Dengan
ajaran ini kita menyaksikan :anak kecil pun harus dibaptis karena
dengan pembaptisan itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang
menerima anugerah pengorbanan Kristus, berhubungan pula dengan
pemberkatan anak-anak oleh Tuhan Yesus. Mrk 10: 14; Luk 18:16.
Pembaptisan
tidak terpaksa dengan membenamkan ke dalam air, Kis 2: 41, 10, 48, 16.
33; Rom. 6 :4; 1 Kor. 10:4; Tit.3 :5; Ibr. 11:29; 1 Ptr. 3:21.
Rumusan
tersebut sedikit berbeda dengan yang tertulis dalam Confessi HKBP tahun
1996. Namun isi dan prinsipnya adalah sama. Selengkapnya confessi
HKBP 1996 dalam pasal 8 bagian A, menjelaskan sebagai berikut: [14]
SAKRAMEN Menurut Konfesi HKBP 1951: Pasal 10
Kita
percaya danmenyaksikan : Hanya dualah Sakramen yang diperintahkan Tuhan
Yesus kepada kitauntuk melakukannya, yaitu Pembaptisan Kudus dan
Perjamuan Kudus. Inilah yangdipesankannya, untuk memberikan dengan
barang yang terlihat, anugerah yangtidak terlihat, yaitu keampunan dosa,
keselamatan, hidup dan sejahtera, yangkita terima di dalam iman. Mat
28: 19; Mark 16: 15 - 16; Mat 26; Mark 14; Luk22; 2 Kor 11. Dengan
ajaran ini kitamenolak dan melawan ajaran Katholik Roma yang mengatakan
bahwa ada tujuhSakramen. Sakramenmarlapatan do i ulaon nabadia. Dua do
sakramen (ulaon nabadia) di huriaProtestan, i ma:
a. Pandidion nabadia
b. Parpadanan nabadia
Tangkas
dodipatorang Dr. Martin Luther di buku Katekhismusna taringot Sakramen
nadua i. Patuduhon parasingan natangkas do sakramen nadua i di huria
Protestanmaradophon huria Katolik. Marojahan tu tona ni Tuhan Jesus do
umbahennadipatupa huria pandidion dohot parpadanan nabadia i, taida ma i
di Mark.16:15-16; Mat. 28:18-20; Luk. 22:19-20; Mark. 14:22-24; Mat.
26:26-28 pat. 1Kor. 11:23-25.
Ndada songonpangantusion di pandidion
pinatupa ni si Johanes (na holan mangondolhonhamubaon ni roha) anggo
pandidion naniulahon ni halak Kristen nuaeng, alaiandul sumurung sian i
do (Mat. 3:11). Ai di natardidi sada halak tu bagasangoar ni Tuhan Jesus
tu bagasan hamateanNa do natardidi i asa gabe sanghambonadohot Kristus i
(Rom. 6:3-8). Jala molo mate sada halak rap dohot Kristus, rapmangolu
do ibana muse raphon Kristus i. Asa haluaan do jumpang ni ganup
halaknamanjalo pandidion nabadia doho parpadanan nabadia i.[15]
Baptisan
itu adalah saluran kemurahan Allah bagi manusia, anak-anak dan dewasa,
karena melalui baptisan itu gereja berdiri di tengah dunia ini, dan
melalui iman dijadikan layak menerima keampunan dosa, kelahiran kedua
kali, kelepasan dari kuasa maut dan dari kuasa iblis, dan memperoleh
kebahagiaan kekal. Dan melalui baptisan itu jugalah orang percaya
dipersatukan ke dalam kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, dan menerima
kuasa Roh Kudus (Mrk. 10:14; Luk 18:16; Kis 2: 41; 10:48; 16:33; Rom.
6:4; 1 Kor 10:1-9; Tit. 3: 5; Ibr 11:29; 1 Ptr. 3:21).
Dengan ajaran
ini kita menekankan bahwa bayi dibaptiskan di tengah gereja, karena
demikianlah mereka termateraikan ke dalam persekutuan yang ditebus
Kristus, sebab Tuhan Yesus adalah juga bersukacita menerima anak-anak.
Orang tua diimbau agar mereka mendorong anak-anak mereka yang sudah
dibaptis ikut sekolah minggu, dan persekutuan lainnya di gereja. Kita
juga menekankan, gereja itu esa dalam baptisan kudus. Cukuplah baptisan
kudus dilayankan sekali kepada seseorang selama hidupnya.
Menurut Confessi HKBP ini kelihatan adanya pengajaran penting, antara lain:
-
Baptisan adalah “jalan pemberian anugerah” yang terpenting bukanlah
cara, teknik atau tempatnya dilaksanakan (kolam, sungai, danau dan
sebagainya) atau bentuknya. Tetapi makna dan berkat yang kita dapati
dari baptisan itulah yang paling penting. Baptisan itu bagaimanapun
dilakukan dan dimanapun itu berlangsung adalah merupakan saluran dari
jaminan berkat keselamatan yang diberikan oleh kematian dan kebangkitan
Yesus Kristus. Berkat itu mengalir deras kepada orang-orang percaya
melewati saluran yang bermacam-macam.
- Adanya 4 (empat)
berkat dan anugerah serta janji yang diberikan oleh Allah melalui
baptisan, yaitu: keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari
kematian dan ikatan iblis serta keselamatan kekal.
- Disamping
baptisan anak-anak kita juga mengenal dan melaksanakan baptisan
dewasa, yakni mereka yang datang dari kekafiran atau agama lain
sebagaimana kita temukan dalam agenda HKBP V. hal 11 “Tata Kebaktian
Pembabtisa Orang Dewasa”. Pelaksanaan baptisan dewasa juga terlihat dari
buku Ende HKBP No. 144 dan No. 145.
B.E. No. 144 (1). Na hot padanku tu Jahowa binaen ni Jesus Tuhanki
Ai hutadingkon do na roa, hujalo pandidion i
Sai las rohangku alani saleleng ni lelengna i
B.E. No 145 (1). Ndang hapalang las ni roha, Ala na tardidi au
Ai disi bolong na roa, dohot dosa sian au
Ise na tumananda arta, Na umuli, na umarga
Sian hatuaonki salelenglelena i
Kata
“padanku” (janjiku) “rohangku” (hatiku) dan “tardidi au”
(pembaptisanku), “sian au” (dari hatiku) jelas menunjukkan orang yang
sudah dewasa.
Menyangkut tentang “baptisan anak” confessi HKBP
memberi perhatian yang sangat besar, karena di sana nyata sekali makna
baptisan tersebut diuraikan yakni menyangkut kelahiran kembali dan
ketika itu pula si anak yang menerima baptisan berhak menerima status
dan kehidupan yang baru sebagai “anak–anak Allah”, sekaligus pewaris
harta kerajaan Allah, sorga yang kekal selama-lamanya dari jaminan
(garansi) keselamatan dari Yesus Kristus.
Dalam Confessi HKBP kita
melihat penekanan bahwa baptisan itu merupakan “tanda kejadian manusia
yang baru atau suatu kelahiran baru”. Baptisan itulah awal dari seluruh
proses kerohanian kita; sejak baptisan terjadilah perubahan yang radikal
dalam hidup orang percaya, menjadi “manusia baru” di dalam Kristus.
Timbul pertanyaan: “Bagaimana bagi anak-anak atau bayi kecil bisa
menerima kelahiran kembali sedangkan mereka belum mengerti apa-apa;
bagaimana anak-anak bertobat dan hidup baru ?
Jika diamati dari
segi fisik lahiriah, maka di dalam diri seorang bayi kecil tidak mungkin
terjadi “kelahiran baru”. Tetapi tidak boleh disangkal bahwa
pengertian, pengetahuan dan logika si bayi akan berkembang terus seiring
dengan perkembangan fisiknya. Demikian juga iman, kepercayaan dan
pengenalannya terhadap Allah serta pengetahuannya tentang kebenaran dan
ajaran-ajaran moral akan senantiasa terus berkembang di dalam jiwa dan
hidup si anak. Sejak ia menerima baptisan, benih iman telah bertumbuh
pelan-pelan dalam dirinya. Ia menjadi anak yang dilahirkan kembali oleh
Roh Allah, mendapat keselamatan dan kelepasan dari dosa warisan
(turunan) dan menerima status sebagai “Anak Allah”. Disinilah besarnya
pengaruh dan peranan keluarga terutama orangtua untuk membimbing mereka
dalam pengenalan Allah. Itu sebabnya, ketika kedua orangtua membawa
anaknya untuk dibaptis maka salah satu pertanyaan yang harus dijawab
para orangtua adalah: “Ápakah saudara-saudara bersedia membimbing
anak-anak ini, agar mereka mengetahui dan melakukan Firman Tuhan ?”
Orangtua akan menjawab (berjanji): “Ya, saya bersedia!”
Dengan
demikian dalam baptisan anak (bayi), iman orangtualah sebagai dasar dan
pengganti iman si anak dalam menerima baptisan. Iman orangtua tidak
boleh dipisahkan dari iman si anak, sebab anak-anak adalah bagian yang
integral (tidak boleh dipisahkan) dan merupakan unsur yang penting dari
keluarga.
Dalam Alkitab kita dapat melihat beberapa contoh tentang
“iman pengganti”. Iman pengganti berarti iman yang menggantikan iman
orang lain. Iman pengganti diperlukan karena seseorang tidak (belum)
memiliki iman yang cukup untuk keselamatan dan kesembuhan bagi dirinya
sendiri. Untuk itu harus ada orang yang telah percaya menggantikan
mereka. Beberapa contoh dalam Alkitab misalnya:
Dalam Matius 15:21-28
diceritakan bahwa iman seorang ibu Kanaan telah menyebabkan anak
perempuannya yang dirasuk setan dilepaskan oleh Yesus. Ucapan Yesus yang
mengatakan: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang
kau kehendaki!”, berlaku bagi anaknya yang sama sekali tidak beriman.
Dalam
Markus 9:14-29 iman seorang bapak telah melepaskan puteranya yang
menderita dirasuk roh tuli dan bisu. Ketika itu si ayah dengan spontan
berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Oleh
iman dan kepercayaan si bapak, Yesus segera bertindak mengusir roh
jahat: “Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku
memerintahkan engkau, keluarlah daripada anak ini dan jangan memasukinya
lagi!”. Segera sesudah itu roh jahat keluar, ia sembuh.
Dalam
matius 8:5-13 seorang laskar atau perwira di Kapernaum datang menemui
Yesus katanya: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan
ia sangat menderita”. Ketika Yesus memberitahu rencana kedatanganNya,
komandan laskar hanya meminta sepatah kata saja saja, sebab ia menyadari
bahwa firmanNya sangat berkuasa, dan hambanya akan sembuh. Yesus
menilai hal itu merupakan satu iman yang tinggi dan memujinya. Yesus
mengatakan: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau
percayai!”. Iman pengganti menyebabkan kesembuhan orang lain.
Praktek
gereja melalui pembaptisan anak adalah suatu pelayanan gereja terhadap
orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai firman Allah. Melalui
pembaptisan anak, berarti gereja menyatakan pemberian berkat Allah
kepada anak-anak dari setiap orang yang beriman (Mark. 10:13-16), supaya
ikut serta menerima berkat akan Kerajaan Allah yang kekal. Ada dua hal
dalam baptisan kudus yang dapat dipegang orangtua yang menyaksikan
baptisan sebagai firman Allah, yaitu:
a. Baptisan Kudus
menandakan dan memberikan jaminan akan “uluran tanganNya kepada
anak-anak” bahwa bukan manusia yang terlebih dahulu mengasihi Allah,
melainkan Allah mendahulukan rahmatNya mengasihi manusia (1 Joh. 4:10).
b.
Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan bahwa anak-anak ikut
serta memperoleh Kerajaan Allah, dimana Tuhan Yesus menjalankan
pemerintahanNya di bawah perlindungan kasih untuk mengalahkan
kuasa-kuasa dosa, maut dan iblis di dalam kematianNya (Kol. 1:13-14).
Sebelum anak-anak dibaptis, orangtua terlebih dahulu diminta untuk :
1. Bersedia agar anak-anaknya dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
2. Bersedia membimbing anak-anak agar mengetahui dan melakukan Firman Tuhan.
3. Bersedia menyuruh anak-anaknya datang ke Gereja dan membesarkannya dalam pengajaran Kristus.
Makna
dari ketiga hal di atas, bahwa orangtua yang telah menjadi bagian
Organis Gereja Kristus diberikan kharisma-kharisma untuk melayani
anak-anak dalam rumah tangga.[16] Orangtua dipanggil atas tuntunan
kesadaran imannya dalam pengetahuan Injil untuk memberikan teladan
kepada anak-anaknya tentang ketaatan dalam iman. Panggilan ini merupakan
pergumulannya dengan Allah untuk menjadikan anak-anaknya dalam suatu
rumah tangga sebagai anak-anak Allah.[17]
Orangtua dituntut untuk
bersedia mendampingi anak-anak di dalam kasih dan pengampunan,
memperkenalkan jalan Tuhan dan menumbuhkan anak dalam iman kepercayaan
kepada Allah (Ef. 6:1-4; Kol. 3:20-21; 1 Ptr. 2:9). Orangtua menerima
dan meyakini tanggungjawabnya melalui penyampaian Firman Allah dalam
baptisan anak, berarti Allah sendiri yang telah menganugerahi “kebapaan”
dan “keibuan” atas mandat Allah sendiri. (Ul. 5:16).[18]
Orangtua
harus mendidik anak mereka dalam “takut akan Kristus”. Kata takut di
sini berarti rasa segan, hormat, penaklukan diri kepada Firman Tuhan
(bnd. Ams. 9:10; Kis. 9:31; Ef. 5:21). Dalam bagian Surat Efesus kita
membaca, bahwa bapa-bapa, harus mendidik anak-anaknya: Di dalam ajaran
dan nasehat Tuhan” (Ef. 6:4). Pengajaran yang sopan (paideia) dapat juga
diartikan dengan pimpinan bagi anak. Bagaikan ayah-ibu yang merintis
jalan ke muka, lalu diiringi anak-anaknya pada jalan yang lurus dan baik
itu.
Pelaksanaan baptisan anak di HKBP dapat kita temukan dalam
Agenda HKBP Bagian II halaman 7 tentang “Pembaptisan Anak-anak”. Di sana
sangat ditekankan peranan dari orangtua yang membawa anaknya menerima
baptisan tersebut. Penekanan itu kelihatan jelas pada bagian nasihat dan
bimbingan. Di sana dikatakan “Saudara-saudara orangtua dari anak-anak
yang akan dibaptis hari ini, dengarkanlah Firman Tuhan Yesus: …,
dengarkanlah juga Firman Tuhan Yesus seperti yang tertulis dalam Injil
Markus: …”. Selanjutnya ikrar iman kepercayaan juga diucapkan oleh
orangtua. Peran dan tanggungjawab orangtua semakin tampak dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap mereka dan menjadi janji
orangtua dalam baptisan anak, yaitu tentang keinginan dan kesediaan
untuk menyuruh anak-anaknya ke gereja serta membesarkannya dalam
pengajaran kristen.
Disamping itu, peranan dan tanggungjawab dari
orangtua yang membawa anak-anaknya dibaptis juga terlihat dari Buku Ende
HKBP No. 146 dan No. 147 :1-2
B.E. No. 146 (2) Diboan natorasna nasida be tuson,
Ai naeng pasahatonna tu Ho dakdanak on.
B.E. No. 147 (1) Jesus hami ro dison, mangihuthon na nidokMu;
Ro do posoposo on, ala na pinatikkonMu;
Ingkon do tu Ho boanon, lao manjalo parpadanan.
Demikianlah
yang terjadi dalam baptisan anak-anak (dari keluarga orang yang telah
percaya kepada Yesus Kristus). Anak-anak belum dapat mengungkapkan isi
imannya yang sudah ada itu dalam bahasa komunikasi manusia. Untuk
menggantikan dia dalam mengungkapkan pengakuan imannya maka orangtua
(Bapak dan Ibu) mewakilinya di hadapan Allah. Jadi iman orangtua di sana
merupakan “iman pengganti” bagi anak-anak (bayi yang tidak tahu
apa-apa); inilah juga menjadi dasar keselamatan bagi bayi kecil saat
menerima baptisan.
HKBP juga mengenal yang dinamai Babtisan Darurat/Tardidi na hinipu hal ini bisa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Baptisan
darurat dilakukan kepada anak-anak yang sakit keras, yang belum sempat
dibawa ke gereja untuk menerima baptisan. Di HKBP dirumuskan sbb : Bila
ada orang yang belum dibabtis yang sakit keras, dan orang tuanya
berkehendak anaknya dibaptiskan, dimintalah sintua.. setempat.. untuk…
melaksanakannya.
Bila sintua setempat tidak bisa ditemui
dimintalah sintua tetangganya. Bila itu juga tidak ada, dicarilah
anggota jemaat yang rajin kegereja dan hidupnya saleh untuk melakukan
pembaptisan. Bila anggota jemaat yang seperti itu juga tidak sempat lagi
dicari, orang tuanya juga boleh melakukan pembaptisan itu, asal
babptisan itu dilaksanakan dengan benar sesuai dengan pemahaman HKBP.
Bila itu yang terjadi, mereka hanya boleh membaptiskan tanpa memberi
berkat. Namun dalam situasi yang semakin maju sekarang ini, gereja tidak
lagi hanya ada di pedesaan, dan sudah banyak dikota, sekiranya ada anak
yang sakit keras, mereka bisa meminta pendeta untuk melakukan baptisan
darurat.
Pendeta harus berusaha lebih dulu menghubungi sintua daerah
tersebut, untuk sama-sama mengunjungi si anak yang sakit keras
tersebut, dan sebaiknya sintua yang melakukannya. ztetapi bila itu tidak
dapat dilakukan, bahkan guru huria, bibelvrow atau diakones tidak bisa
dihubungi, pendeta sendiri yang melakukan baptisan darurat, tanpa
penyampaian berkat. Apabila anak itu meninggal, maka harus dilayani
dengan liturgi HKBP. Bila anak itu menjadi sehat, anak itu kemudian
harus dibawa ke gereja pada waktu kebaktian minggu waktu ada
pembabtisan. Pada waktu anak itu dibawa kedepan altar dihadapan pendeta,
maka pendeta mengumumkan kepada jemaat sebagai berikut :
Saudara-saudara yang terkasih, kita bersyukur kepada Tuhan kita yang
maha pengasih yang menyembuhkan anak ini, karena pada waktu yang
laluanak ini sakit keras dan telah dibaptiskan dengan baptisan darurat.
Oleh sebab itu, hanya berkat yang akan diberikan kepadanya, namun
namanya adalah:...................... (disebut nama anak itu, nama itu
hanya dibacakan tanpa baptis ulang). Kemudian pendeta memberkatinya.[19]
Mengenai
Babtisan ulang konfessie HKBP menjawab bahwa “Babtisan Kudus cukup satu
kali ”[20] Hal ini ditekankan karena Gereja itu Esa dalam babtisan
kudusn (Ef. 4:5). Dalam hal ini jelas HKBP menolak dan tidak menerima
babtisan dan yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Syah jah Babtisan
Bayi? Dan bagaimana tanggapan HKBP mengenai Babtisan Ulang
Baptisan anak-anak (bayi) dan Babtisan Ulang
Syahkah
baptisan bayi? Hal ini masih banyak yang mempertentangkannya, karena
bayi belum mengerti dan belum percaya. Oleh karena itu, harus tegas
dikatakan: “Tidak ada alasan mengatakan bayi belum percaya tidak dapat
menerima keselamatan melalui baptisan”. Orang yang tidak percayapun
diselamatkan Yesus oleh karena iman orang lain. Di Kapernaun, anak
pegawai istana, diselamatkan Yesus, bukan iman anaknya yang
menyelamatkan, melainkan iman orang tuanya (Yoh 4: 46 – 53). Iman kepala
rumah ibadah Yairus yang percaya, bukan putrinya dan putrinya
diselamatkan dari kematian (Luk 8: 40 …), orang lumpuh yang diusung oleh
sahabat-sahabatnya, membongkar atap tempat Yesus mengajar dan
menurunkan tepat di hadapan Yesus, Yesus memuji iman mereka, bukan iman
orang yang lumpuh yang menyelamatkan dia, tetapi dia disembuhkan (Luk 5:
17 …), seorang perwira berkata kepada Yesus: “katakanlah sepata kata,
maka hambaku itu akan sembuh”, bukan iman hamba perwira yang
menyelamatkannya, melainkan iman perwira tersebut dan hambanya
diselmatkan (Luk 7: 1…) dan bahkan seorang janda yang menangis karena
anak tunggalnya mati, tidak dikatakan bahwa janda itu beriman, tetapi
Yesus tergerak oleh belas kasih dan menghidupkan anak muda di Nain,
sekali lagi bukan iman anak muda itu (Luk 7: 11…) dll.
Jangan
mempersoalkan bayi belum mengerti dan belum percaya, tetapi persoalkan
apakah baptisan yang saya lakukan dan terima sesuai dengan perintah
Yesus? Semua yang diselamatkan Yesus dari kisah di atas, tidak ada
satupun dari antara mereka yang percaya, melainkan kepercayaan
orangtuanya, temannya, atasannya, tetapi mereka diselamatkan Yesus.
Terlampau kerdil kita, kalau masih mempertentangkan bayi belum percaya,
sehingga tidak layak menerima Keselamatan dari Yesus melalui baptisan.
Bayi yang belum percaya, melainkan ia diselamatkan oleh iman orangtuanya
dalam baptisan Kudus, bukan iman bayi itu, namun sekali lagi iman
orangtuanya.
Tidak heran, apabila banyak orang yang belum mengerti
arti baptisan itu, terombang-ambing imannya dan bahkan mau menerima
kembali baptisan ulang. Aliran Kharismatik dan sejenisnya dengan getol
menyuarakan lewat sebuah ajarannya mengatakan: “tidak akan ada
keselamatan bagi orang-orang yang menerima baptisan semasa anak-anak”.
Ajaran ini cukup menyesatkan orang-orang percaya, khususnya banyak warga
Kristen yang mau mendengarkannya ajaran tipu daya tersebut. Artinya
ajaran ini, mau menyatakan bahwa bapak-bapak gereja terdahulu, yang
menyebarkan Firman Tuhan (dan mungkin tanpa mereka Injil tidak pernah
sampai kepada yang mereka yang mengatakan baptisan anak-abak tidah
syah), seperti: Polycarpus mati martir (167/8 AD), Pdt Samuel Munson dan
Pdt Henry Lyman (1834) yang mati dibunuh di Lobu Pining Tapanuli Utara,
Pdt. DR I L Nommensen yang kadang disebut Rasul suku Batak dll,
semuanya menerima baptisan semasa bayi, juga tidak menerima
keselamatan.[21] Vonis yang dilemparkan gerekan Kharismatik dan
kelompoknya untuk menarik (kadang-kadang disebut mencuri)
anggota-anggota jemaat lainnya dengan semboyan “baptis bayi tidak syah
karena belum percaya”. Vonis ini mempengaruhi orang percaya yang imannya
kerdil dan tidak mengetahui apa dan bagaimana makna dari baptisan.
Sebenarnya tidak patut lagi mempersoalkan baptisan “anak-anak” atau
“baptisan dewasa”, yang perlu dipersoalkan bagaimana Berita Keselamatan
sampai ke ujung bumi, bukan baptisan kita benar, baptisan orang lain
salah. Kita kembali meninjau ke sejarah baptisan yang terjadi setelah
Kebangkitan dan Kenaikan Yesus.
Untuk melihat kebenarannya atas
penilaian Kharismatik, ada baiknya kita kembali kepada dasar pertama,
yaitu bahwa “baptisan” yang kita laksanakan adalah perintah Yesus dan
bukan kemauan manusia. Persoalan baptisan “anak-anak dan baptisan
dewasa”, tidak ada kita temui dalam Perjanjian Baru, yang kita temui
adalah dua jenis baptisan, yaitu:
Pertama : Baptisan
“persekutuan/keluarga”. Ini banyak kita temui, Krispus dibaptis
bersama-sama seisi rumahnya (Kisah 18: 8; bnd 1 Kor 1: 14), Lydia
dibaptis dengan seisi rumanya (Kisah 10: 48), kepala penjara dibaptis
dengan seisi rumahnya (Kisah 16: 33) dan Stepanus dibaptis dengan seisi
rumahnya (1 Kor 1: 16).
Yang dimaksud dengan seisi rumah/keluarga,
pastilah persekutuan hidup, dan anggotanya bukan saja terdiri dari
suami, istri, anak-anak, tetapi mungkin juga termasuk hamba-hamba yang
hidup dan bekerja dalam keluarga itu. Persekutuan itu dikenal dengan
“Oikos” (dari sinilah asal kata Okumene) dan kepala keluarga mempunyai
kuasa yang besar, pemegang pimpinan. Baptisan dalam oikos tentulah
dilayani dalam dan berdasarkan iman, bukan iman individual, melainkan
iman persekutuan. iman korporatif, jadi baptisan keluarga itu
berdasarkan pengetahuan dan iman. Paulus mencatat dalam surat pertama ke
jemaat Korintus (10: 1 – 4): “ Aku mau, supaya kamu mengetahui,
saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah
perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk
menjadi pengkut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam
laut. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum
minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani
yang mengikuti mereka, dbatu karang itu ialah Kristus”. Semua telah
dibaptis, orangtua, dewasa, anak-anak, bayi. Bayi tidak ditinggalkan
Musa menjadi korban Firaun dalam kekuatan bala tentaranya
Kedua :
Baptisan Individu. Ini dilakukan kepada dua orang saja, yaitu kepala
perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia (Kisah 8: 26…) dan
Paulus, keduaduanya adalah orang-orang yang tidak terlibat hidup dalam
hubungan rumah tangga.
Baptis Ulang mempermainkan Perintah Yesus dan dosa
Mengapa
harus dibaptis ulang? Yang jelas, karena baptisan itu sekali untuk
selamanya, maka baptisan tidak perlu diulang lagi. Dalam Perjanjian Baru
(Kisah 19: 1 – 6) kita temui baptisan ulang hanya sekali dilakukan, itu
pun disebabkan beberapa alasan yang tertentu, yaitu:
Pertama:
Baptisan Yohanes pada saat itu mengajak orang kepada pertobatan dan
memperbaharui diri, sedangkan baptisan yang kita terima adalah materai
pengesahan Allah, bahwa kita telah turut mati dan dibangkitkan bersama
Yesus dan berhak menjadi pewaris kerjaan Allah.
Kedua : Karena mereka
dibaptisan dalalm baptisan Yohanes, mereka harus percaya kepada Yesus
(red. yang memerintahkan “baptis dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh
Kudus) dan mereka menerima baptis ulang dalam Nama Tuhan Yesus.
Ketiga : Baptisan itu kurang sempurna dan tidak menyelamatkan bangsa Yahudi, itulah maka mereka harus dibaptis ulang
Karena
baptisan itu kudus adanya dan merupakan perintah Yesus, maka tidak
perlu diulang-ulang hanya untuk memenuhi kemauan hati manusia belaka.
Oleh karena itu: “Celakalah orang-orang yang mempermainkan Perintah
Yesus”.
Oleh karena Baptisan merupakan sakramen yang diperintahkan
Yesus, itunya sebabnya, jika kita mengulang baptisan yang kita terima,
kita telah mempermainkan Perintah Yesus dan berdosa. Biasanya
orang-orang yang mau dibaptis ulang karena doktrin dari Kharismatik dan
sejenisnya adalah orang-orang yang paling celaka, karena tanpa disadari,
dia telah mempermainkan Perintah Yesus, mereka mau dibaptis ulang
dengan diselamkan seperti yang dilakukan Yohanes demi kemauan dan
kepuasan manusia. Baptis ulang saat ini hanyalah permainan dari yang
menamakan dirinya pengkhotbah dan pembaptis, tetapi kadang kadang dia
seperti musang berbuluh domba untuk mencari mangsanya.
Karena ini,
tidak patut lagi mempertentangkan atau mempersoalkan syah tidaknya
baptisan anak-anak maupun baptisan dewasa, walau pun banyak orang yang
sudah terlanjur. Jangan memvonis bahwa baptisan anak-anak tidak benar
dan baptisan dewasa yang benar, baptisan percik dan dituangkan tidak
benar, melainkan baptisan selam. Semua baptisan Kudus benar apabila
dilakukan sesuai dengan perintah Yesus sendiri “baptislah mereka di
dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Baptisan itu sekali untuk
selamanya.
Yang terpenting harus dipahami, bahwa “baptisan” yang
dilaksanakan dengan percik, dituangkan, diselamkan harus dipercayai
bahwa Firman Tuhan itu yang menyelamatkan dan sekali untuk selamanya.
Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan baptisan harus diulang-ulang, satu
Tuhan, satu iman, satu baptisan (Ef 4: 5). Lalu bagaimana kita
menghadapi musuh yang ternyata paling berbahaya selama ini, dengan
mengatakan “tidak syah baptisan gereja lain”? Dalam Ulasannya Pdt
Johannes Suregar mengatakan Jawaban yang pasti: WASPADALAH SI
PENYESAT[22]
3.2 Perjamuan Kudus
Kita percaya
danmenyaksikan : Perjamuan Kudus ialah : Memakan roti, dengan roti
mana(parhitean) kita terima daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan
meminumanggur, dengan anggur mana kita terima darah Tuhan kita Yesus
Kristus, supayakita peroleh keampunan dosa, hidup dan sejahtera. 1 Kor
11: 17 - 34; Mat 26;Mrk 14; Luk 22.
Dengan ajaran ini kitamenolak dan
melawan ajaran yang mengatakan : Hanya rotilah yang dapat
diberikankepada anggota jemaat, tetapi anggur tidak. Sebab dengan
demikianlah FirmanTuhan Yesus waktu Ia memesankan Perjamuan Kudus itu :
"Minumlah kamusekalian dari cawan itu". Dan ini pulalah yang diikuti
oleh Gereja padawaktu pertama. 1 Korintus 11: 24 - 25. Juga tidak ada
alasan dari Firman Tuhanuntuk mengartikan wujud dari missa, dimana
dikatakan, bahwa Tuhan kita dikorbankan lagi setiap kali dilakukan
missa, karena itu kita menolak ajaran ini.
Saurdot dolapatan ni
pandidion nabadia dohot parpadanan nabadia. Tangkas do ditonahonTuhan
Jesus tu angka siseanNa, asa tongtong diradothon nasida
mangulahonparpadanan nabadia i. Mangan sagusagu parhitean ni daging ni
Tuhanta JesusKristus dohot minum anggur parhitean ni mudar ni Tuhanta
Jesus Kristus songonnaung tinonahonNa tu halak Kristen.
Di 1
Kor.11:24-25, tangkas do didok: “ula hamu mai bahen parningotan di Ahu”.
Hasesaanni dosa dohot haluaon do nahinamham ni parpadanan nabadia.
Ingkon tangkas dopangaradeon diri di na laho manjalo parpadanan nabadia
i. Alani i do saidipatupa huria do jamita patujolopangaradeon andorang
so manjalo parpadanan nabadia i. Namarlapatan do i asatung tangkas
panghobasion ni ganup halak di dirina di namanjalo parpadanannabadia i
(pat. 1 Kor. 11:27-29).
Naboi dopatupaon ni huria parpadanan nabadia
tu angka na marsahit narenge, lumobi angkana marsahit matua, alai ingkon
torang do roha ni nanaeng manjalo parpadanannabadia i. Molo dipangido
angka pinompar ni ruas ni huria namangae parsahiton irap marulaon
nabadia nasida, nauli ma i, alai ingkon tangkas ma sian dos niroha
nasida.[23]
Ganup halak nanaengmanjalo parpadanan nabadia ingkon
naung manghatindakon haporseaon do. Jalandang tarpasahat parpadanan
nabadia tu halak na dibalian ni huria. Ingkonnamartohonan pandita do
nadipatujolo huria manghobasi parpadanan nabadia.
Dalam confessi HKBP
dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan Kudus ialah :
memakan roti, dengan roti mana (parhitean) kita terima daging dari Yesus
Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur mana kita terima
darah Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh keampunan dosa,
hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14; Luk 22). Dengan
demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat atau media saja.[24] Oleh
karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia memperoleh keampunan dosa.
Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup bersekutu dan hidup
dalam damai antara yang satu dengan yang lain.
Menurut ajaran Luther
tentang Perjamuan Kudus dia sebut Kon-substansiasi (kon yaitu
sama-sama): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami
roti dan anggur itu sehingga terdapat dua zat atau substansi yang
sama-sama terkandung dalam roti dan anggur itu.[25] Gereja Lutheran
memahami bahwa di dalam Perjamuan Kudus Kristus sungguh-sungguh hadir
tanpa merubah substansi roti dan anggur namun Dia hadir ketika Perjamuan
Kudus dilakukan. Makna kehadiran Kristus diterima, ketika yang menerima
Perjamuan Kudus percaya tentang firman Tuhan yang diberitakan melalui
Perjamuan Kudus dan percaya kepada penebusan yang dilakukan oleh Yesus
Kristus. Hal inilah yang menjadikan roti dan anggur dalam teologi
mengenai sakramen perjamuan kudus menjadi sangat sakral dikarenakan
adanya paham mengenai roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus,
dalam hal ini terdapat paham mistisisme. Begitu jemaat memakan roti dan
meminum anggur maka jemaat secara mistis telah memakan tubuh dan meminum
darah dari pengorbanan Kristus.[26]
HKBP memahami bahwa Perjamuan
Kudus dipahami sebagai “parhitean” untuk menerima tubuh dan darah
Kristus yang sebenarnya. Yesus tidak mengubah hakikat roti dan anggur
menjadi tubuh dan darahNya sendiri, juga tubuh dan darah Yesus tidak
melekat pada roti dan anggur, melainkan bahwa melalui Perjamuan Kudus
kita menerima tubuh dan darah Yesus yang masuk ke dalam tubuh rohani
kita, sedangkan roti dan anggur tersebut masuk ke dalam tubuh jasmaniah
kita. Artinya Perjamuan Kudus merupakan sarana menerima tubuh dan darah
Kristus.
Melalui Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa dia tumbuh
menjadi satu tubuh dengan Kristus. Dengan demikian segala sesuatu yang
adalah kepunyaan Dia boleh kita namakan kepunyaan kita. Melalui
Perjamuan Kudus manusia diyakinkan bahwa kehidupan kekal yang telah
diwarisinya menjadi milik manusia dan bahwa Kerajaan Sorga yang telah
dimasuki-Nya tak dapat luput dari manusia sebagaimana tak dapat luput
dari Dia. Manusia boleh yakin juga bahwa manusia tidak dapat dihukum
karena dosa-dosanya, manusia telah bebas oleh-Nya dari kesalahan yang
merupakan akibat dari dosa-dosa sebab Dia menghendaki supaya dosa-dosa
itu diperhitungkan kepada-Nya seakan-akan dosa-Nya sendiri. Dia telah
membuat manusia menjadi anak-anak Allah bersama Dia, dengan turunnya Dia
ke bumi Dia telah merintis jalan bagi manusia untuk naik ke Sorga,
dengan menerima kelemahan manusia, kita dikokohkan-Nya dengan
kekuatan-Nya.[27] Lebih jelasnya Perjamuan Kudus merupakan tempat Dia
menawarkan diri-Nya kepada kita, bersama seluruh harta-Nya dan kita
menerima Dia melalui iman. Dia menawarkan tubuh-Nya yang disalibkan itu
kepada kita melalui Firman supaya kita mendapat bagian di dalamnya dan
pemberian itu dimateraikanNya dengan rahasia Perjamuan Kudus.
Semua
orang yang ingin mengikuti Perjamuan Kudus haruslah lebih dahulu
menerima pelajaran tentang pokok ajaran-ajaran Kristen dari dalam Firman
Allah. Gereja harus menggunakan cara mengajar yang dianggap paling
cocok untuk pembangunan jemaat. Supaya Perjamuan Kudus dapat
terselenggara demi penghiburan maka setiap yang akan menerimanya perlu
benar-benar menguji diri lebih dulu. Apakah dia layak atau tidak
menerimanya.[28] Bagi setiap orang yang menerima Perjamuan Kudus akan
dipersatukan dengan Kristus yang sungguh kudus dengan demikian kitapun
sama seperti Dia menjadi kudus olehNya.
Perjamuan Kudus berarti
mengambil bagian dalam pengorbanan Kristus. Sama seperti dalam perayaan
Paskah, orang Yahudi memperingati lagi peristiwa keluarnya bangsa Israel
dari tanah Mesir, demikianlah orang-orang Kristen yang ikut dalam
Perjamuan Kudus ikut serta dalam pengorbanan Kristus yang membebaskan
manusia dari kuasa dosa. Orang-orang yang ikut serta dalam Perjamuan
Kudus juga menyerahkan diri mereka untuk masuk ke dalam misi Kristus.
Keikutsertaan dalam Perjamuan Kudus bukan bersifat formalitas, melainkan
melibatkan keseluruhan pribadi orang yang mengikutinya. Perjamuan Kudus
merupakan tolak ukur untuk melihat kesetiaan seseorang.[29]
Dalam
Perjamuan Kudus, dengan memakan tubuh Kristus dan meminum darah Kristus,
umat diteguhkan imannya. Perjamuan Kudus itu menjadi penghiburan bagi
mereka yang menyesal akan dosa-dosanya, agar iman mereka menjadi kuat.
Sebagai konsekuensi kita menerima berkat dan penghiburan dari Allah,
maka kita diharapkan untuk menyerahkan segenap hidup kita kepadaNya,
agar kita menjadi miliknya.[30]
Relevansi Makna Perjamuan Kudus dalam Gereja HKBP
Dalam
confessi HKBP dirumuskan bahwa kita percaya dan menyaksikan, Perjamuan
Kudus ialah : memakan roti, dengan roti mana (parhitean) kita terima
daging dari Yesus Kristus Tuhan kita dan meminum anggur, dengan anggur
mana kita terima darah Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kita peroleh
keampunan dosa, hidup dan sejahtera (1 Kor 11:17-34); Mat 26; Mark 14;
Luk 22). Dengan demikian Perjamuan Kudus hanya sebagai alat atau
media saja Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus manusia memperoleh
keampunan dosa. Melalui keampunan dosa menusia dituntut untuk hidup
bersekutu dan hidup dalam damai antara yang satu dengan yang lain.[31]
4. Kesimpulan
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa:
Perjamuan
Kudus merupakan suatu ibadah Kristen yang penting yang diamanatkan
Tuhan Yesus sendiri. Dalam perjamuan Kudus itu, muncul berbagai
kontroversi dari berbagai pihak karena perbedaan penafsiran dari ucapan
Tuhan Yesus sendiri dalam Perjamuan Paskah yang dilakukan-Nya bersama
dengan murid-muridNya.
Dalam Perjanjian Lama Perjamuan dihubungkan
dengan istilah Pesah yang artinya melewati. Perjamuan itu dilakukan
sebagai ucapan syukur atas kelepasan mereka dari penghukuman Allah di
Mesir. Dalam Perjanjian Baru Perjamuan Kudus itu diwarisi dari Perjamuan
yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia
ditangkap untuk disalibkan (1 Kor 11:23 dyb; Mark 26:26; luk 22:14).
Perjamuan
kudus merupakan hidangan rohani yang didalamnya Yesus bersaksi bahwa
Dialah roti hidup, roti yang menjadi makanan bagi jiwa, untuk mencapai
hidup yang kekal. Melalui sakramen tersebut manusia diyakinkan bahwa dia
satu di dalam Kristus, artinya oleh Kristus apa yang menjadi milik-Nya
menjadi milik kita.
Terlepas dari pemahaman yang dianut oleh
gereja-gereja yang mewakili pandangan dogma dari para tokoh reformator,
perjamuan kudus merupakan suatu sarana untuk menyatakan kehadiran
Kristus dengan kehadiran Kristus manusia dipersekutukan dengan Dia.
Kristus sungguh-sungguh hadir dalam Perjamuan itu (praesentia realis)
tetapi tidak terikat pada roti dan anggur (consubstansiasi).
Kehadiran-Nya suatu rahasia yang tidak dapat ditangkap oleh akal pikiran
manusia dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Kristus
sungguh hadir (praesentia realis) pada perjamuan itu, Kristus sendiri,
Tuhan yang hidup. Tetapi sejak kenaikan-Nya ke Surga, tidak lagi kita
smengenal Kristus menurut ukuran manusia (2 Kor. 5:16). Yang kini
bertindak selaku Tuhan adalah Roh Kudus (2 Kor. 3:17). Dengan kata lain
sesudah Pentakosta, kehadiran Kristus adalah kehadiran-Nya di dalam dan
dengan perantaraan Roh Kudus (dengan tidak melupakan, bahwa Roh Kudus
bersama-sama dengan Sang Bapa dan Anak) dan kehadiran-Nya itu kita alami
“di dalam percaya”.
Baptisan Kudus sebagai perwujudan kemurahan
Allah bagi manusia merupakan bagian dari ajaran Kristen yang sangat
penting dalam memahami penerimaan keampuanan dosa, kelahiran kedua kali
dan memeperoleh kebahagiaan kekal.[32] Namun dalam prakteknya, manusia
yang menyebut dirinya Kristen (pengikut Kristus), sadar atau tidak,
mengerti atau tidak, selalu menjalankan sakramen baptisan sebagai suatu
keharusan yang kurang dihayati sehingga hal itu sering hanya menjadi
kebiasaan dalam kehidupannya. Artinya, sampai kini masih banyak orang
Kristen yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya tujuan melaksanakan
baptisan itu dengan membawa anak-anak mereka untuk menerima baptisan
tersebut. Tidak jarang pula baptisan dianggap hanya suatu upacara
gerejawi, dimana seorang bayi diberi nama dan diserahkan pada Tuhan
dengan doa. Dengan demikian ada bahaya, dimana pesta di rumah menjadi
lebih penting daripada makna baptisan itu sendiri. Oleh karena itu maka
perlu pemahaman dan pengakuan yang jelas akan arti dan makna daripada
baptisan dan peranannya dalam berbagai aspek kehidupan gereja sebagai
tanda persekutuan orang-orang percaya. Babtisan Bayi adalah Syah dan
Babtisan ulang itu melanggar perintah Yesus, Karena hanya ada satu
Babtisan yaitu Babtisan di Dalam Nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus
Babtisan Kudus Cukup Hanya sekali sepanjang Hidup dan Babtisan Ulang itu tidak Pernah ada dalam Alkitab
Perjamuan
Kudus adalah anugerah Allah yang diberikan kepada semua orang yang
percaya kepada Kristus, yang telah memebrikan diriNya demi keselamatan
umat manusia. Yesus sendiri yang memberikan diriNya, itu berarti suatu
undangan yang sangat berharga, di mana semua orang percaya dilayakkan
untuk ikut dalam Perjamuan Tuhan. Kita manusia yang tidak layak karena
keberdosaan kita, oleh diri Yesus Kristus, sekarang kita dilayakkan dan
berhak untuk mewarisi janji keselamatan dan penyertaan Tuhan dalam
kehidupan kita.
Jadi Perjamuan Kudus seharusnya tidak ditentukan oleh
perasaan manusia atau orang percaya, melainkan seharusnya sikap semua
orang percaya adalah menerima saja keselamatan yang diberikan itu, tanpa
mempertimbangkan apakah ia siap atau tidak siap. Sebaiknya kapan saja
Tuhan memanggil kita untuk ikut dalam perjamuanNya, maka seharusnya kita
dengan segera bangkit dan bergegas mendekatkan diri ke hadirat Tuhan
yang maha baik itu.
Perjamuan Kudus adalah sarana berefleksi bagi
jemaat untuk mengambil sikap sebagai agen pendamaian (2 Kor. 5:17-21).
Sebagaimana Kristus telah mengorbankan dirinya sebagai kurban pendamaian
bagi umat yang berdosa, demikianlah hendaknya semua orang percaya dalam
Perjamuan Kudus itu bersedia untuk diperdamaikan oleh Yesus Kristus
dengan semua orang. Besedia diperdamaikan Kristus berarti bersedia
menjalin hubungan yang baru, bersedia memaafkan saudara yang mungkin
pernah menyakiti perasaan kita.
Perjamuan Kudus adalah Hak dari
Anggota Gereja, Karena Perjamuan kudus diberikan kepada semua orang yang
menyesal akan dosanya. Itu berarti bahwa Perjamuan Kudus diberikan
kepada semua orang berdosa. Karena semua orag adalah berdosa dan tidak
seorangpun yang tidak berdosa, maka tentulah semua jemaat seharusnya
ikut menerima Perjamuan Kudus itu sebagai sarana menerima pengampunan
dosa dari Allah. Meninggalkan Perjamuan Kudus malah seolah-olah
menunjukkan bahwa mereka yang tidak mengikutinya adalah orang-orang yang
tidak berdosa, karena mungkin merasa tidak perlu. Semua Orang Kristen
Harus menyadari bahwa Perjamuan Kudus adalah Pengampunan maka “ Rajinlah
Mengikuti setiap Perjamuan Kudus yang diadakan oleh Gereja.
[1] Kantor Pusat HKBP, Panindangion Haporseaon-Pengakuan Iman HKBP 1951 & 1996, (Tarutung: Pearaja, 2000), hlm. 43.
[2] W.R.F Browning “ Kamus Alkitab” Jakarta BPK Gunung- Mulia , 2007, hlm 394
[3] Berhard Lohse “ Pengantar Sejarah Dogma Kristen” Jakarta BPK Gunung-Mulia , 1999 Hlm 170
[4] Donal Gutrie “ Teologi Perjanjian Baru 3” Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003 hlm 88
[5] Louis Berkhof, Systematic Theoogy, (Grand Rapids, Michigan: WMB. Eerdmans Publishing Company, 1988), hlm. 617.
[6] Theodor G Tapper “ Konfessi Gereja Lutheran” Jakarta BPK Gunung-Mulia , 2004 hlm 42
[7] Berhard Lohse, op-cit , hlm. 170.
[8] Louis Berkhof Op- cit
[9]
Christian de Jonge, Op-Cit, hlm. 189; dan Alister E. MCGrath, Sejarah
Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK-GM, 1999), hlm. 206-209, juga lih.
Konfessi Augsburg (Jakarta: BPK-GM, 1993), hlm. 27-28, 45.
[10] A. J. Lohe, An Explanation of Luther Small Cateshism, (Adelaide: Lutheran Publishing House, 1970), hlm. 106-107.
[11] Martin Luther, Katekismus Besar, (Jakarta: BPK-GM), hlm. 208.
[12] Abineno CH JL. “ Pemberitaan Firman Pada Hari Khusus “ Jakarta BPJ GM 1998 hal 166-188
[13] HKBP 1951 & 1996, Panindangion Haporseaon Pengakuan Iman, (Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja- 2000), hlm. 43
[14] HKBP 1951 & 1996, Op-Cit., hlm. 92-93
[15] Konfessi HKBP Pasal 10
[16] Mauriche Eminyan, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 207.
[17] J. Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta: BPK-GM, 1981), hlm. 243.
[18]
N. K. Admaja Hadinoto, Dialog & Edukasi, Keluarga Kristen Dalam
Masyarakat Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1999), hlm. 27.
[19] Pdt Dr Bonar Napitupulu “ Keterangan mengenai Babptisa darurat”
[20] HKBP, ConFessi HKBP, Pearaja, 2009, 137
[21] Ulasan Pdt Johannes Siregar “ Babtisan Bayi dan Baptisan Ulang “ duterbitkan dalam Buletin HKBP Bonang Indah
[22] Pdt Johannes Siregar Op- cit
[23] Konfessi HKBP
[24] Ibid, 138
[25] Berkhof-Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta:BPK 1993, 131-132
[26] W.J. Kooiman, Martin Luther, Jakarta: BPK 2006, 213.
[27] Ursinus-Caspar, Katekismus Heidelberg (Pengajaran Agama Kristen), Jakarta: BPK 2007, 51
[28] Lih., HKBP “Agenda HKBP” Pearaja, 2007, hal 23
[29] Donald Guthrie, Teologi PB 3, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2003. hlm. 86-87
[30] HKBP, Agenda di HKBP, Pematangsiantar: Percetakan HKBP, 2000. hlm. 27-28
[31] Konfessi HKBP , Op –Cit Hlm 53
[32] Lih. Konfessi HKBP, Op.Cit, hlm. 43.
Mauliate Amang,penjelasan cukup membantu memberikan ilmu dan pengetahuan tentang baptisan kudus pada anak2. Kadang timbul keraguan akan pemahaman yg salah terhadap HKBP tentang baptisan kudus atau penyerahan anak. Tp dengan adanya artikel ini pemikiran sy jadi terbuka dan paham maksdnya. Terimakasih
ReplyDeleteMauliate amang
ReplyDelete