TOHONAN SINTUA
(Posted by Budianto Sianturi)
Pendahuluan
Didalam
gereja atau persekutuan Kristen, “Sintua” (Penatua) dikenal sebagai
salah satu unsur pelayanan atau petugas gerejawi yang memperoleh tugas
pelayanan melalui penahbisan. Dengan penahbisan itu mereka dipilih dan
disuruh oleh Tuhan untuk menjalankan suatu tanggung jawab kristiani
yakni melayani Tuhan dan melayani sesama. Kemajuan sebuah pelayanan di
jemaat (khususnya di gereja HKBP) bukan hanya tergantung kepada
pelayanan seorang pendeta dan pelayan – pelayan yang menerima tahbisan
(pangula na gok tingki = full time). Sintua mengambil peranan yang
sangat penting dalam pelayanan di gereja.. itu sebabnya “tohonan sintua”
bukan hanya sekedar pembantu (pangurupi) pendeta, guru jemaat,
Bibelvrow, Diakones.
Tohonan
sintua adalah pelayanan yang berat tanggung jawab dan tuntutannya.
Beratnya tanggung jawab seorang penatua menyebabkan beratnya pula
kualifikasi yang diharapkan dari seorang sintua.
Pengertian “Tohonan”
Menurut Pdt. DR P.W.T. Simanjuntak (mantan Ephorus HKBP periode 1992
– 1998) kata “Tohonan” ditinjau dari perspektif orang batak bersumber
dari dua suku kata yakni “toho” dan “an”. Kata “Toho” artinya tepat,
sedangkan kata “an” artinya itu. Jika kedua kata itu digabungkan maka
dapat di artikan sebagai berikut : “ lebih tepat si anu itu melakukannya
ataupun membicarakannya dari pada si Anu ini”. Tohonan maksudnya adalah
suatu pekerjaan khusus yang sangat penting yang tidak dapat
dilaksanakan atau dilakukan oleh orang lain. Pengertian “Tohonan “itdak
dapat disamakan dengan kata “ulaon” sebagai tugas yang tidak dapat
diwakilkan dan dicabut. Berbeda dengan gereja – gereja lain yang
mengartikan “tohonan” sebagai jabatan. Jabatan yang dapat di cabut dan
berperiode. Dari pengertian di atas, seorang yang menerima “tohonan”
adalah seseorang yang sangat tepat untuk suatu pekerjaan yang diembankan
kepadanya.
Tentang Nama Sintua ( Penatua)
Dari
tulisan Pdt. M.S.M. Panjaitan, MTh. Di dalam Vocatioa Dei STT HKBP
Pematang Siantar (Edisi XXXIII – XXXIV Pebruari 1992) yang disadur dari
berbagai sumber bahwa istilah yang banyak dipergunakan dalam perjanjian
lama untuk menyebut “sintua” atau penatua adalah “Zaken”.
Dalam
bahasa Yunani, sintua adalah terjemahan dari kata “presbiter” atau
presbyteros. Ada beberapa kali kata itu dipakai dalam Perjanjian Baru,
misalnya : Luk 22:66; Kis 14:23; 22:5; I Tim 4 :14; 5:19; Tit 1:5. pada
awalnya, kata “resbiter” mencakup pengertian yang sangat luas. Bahkan
Rasul Yohanes dan Rasul Petrus menyebut diri mereka sebagai “Presbiter”
atau sintua (Lih II Yoh. 1:1; II Yoh 1:1; I Petr. 5:1)
Dalam
bahasa Inggris “sintua” terjemahan dari kata “elder” sekalipun kata
tersebut boleh diterjemahkan dengan “pangituai” dan bisa juga berarti
“sintua”.
Menurut
Pdt. DR. Andar Ismail, di gereja Korea, sintua atau penatua disebut
“Yang-No-Nim” “Yang” artinya panjang, wibawa, bijak, terpelajar,
pemimpin. “No” artinya matang atau tua. Jadi sintua atau penatua adalah
seorang yang panjang pikiran , panjang wibawa, panjang sabar, panjang
akal, berjiwa pemimpin, yang bijak, matang dalam kepribadiaanya.
Pokoknya berperilaku seperti seorang yang patut dituakan.
Menurut
Pdt. Prof. DR. F.H. Sianipar, bahwa kata “sintua” dikalangan orang
batak baru dikenal setelah kekristenan masuk ke tanah batak. Artinya
bahwa kata atau nama “sintua” adalah istilah di dalam gereja yang
menunjuk kepada jabatan. Sebelum kekristenan masuk ketanah batak, yang
ada “pangituai” seperti “ pangituai ni huta”, yaitu orang yang
diandalkan karena kepintarannya, pengalamannya atau karena usianya.
Dikatakan lagi, kalau “pangituai ni huta” adalah menunjuk kepada
“tohonan” kepada kedudukan seseorang ditengah –tengah masyarakat,
sedangkan “sintua” menunjuk kepada “tohonan” ditengah –tengah gereja.
Didalam bahasa batak, kedua istilah itu jelas berbeda sesuai dengan
fungsinya.
Peranan Sintua
1. Perjanjian Lama
Menurut
tradisi perjanjian Lama asal – usul sintua atau penatua sudah ada pada
zaman sebelum Israel menjadi satu bangsa. Pada waktu itu, yang
dimaksud dengan penatua adalah kepala – kepala suku atau marga, atau
pimpinan kelompok masyarakat tertentu. Tetapi setelah terbentuknya
lembaga yang mempersekutukan Israel, maka yang dimaksud dengan penatua
adalah perwakilan dari seluruh umat, tetapi tidak mempunyai kuasa
memerintah atau mengambil keputusan . penatua merupakan suatu badan yang
membantu tokoh – tokoh pemimpin seperti Musa dan Yosua dalam hal
menyampaikan perintah atau amanah yang datang dari Allah untuk mereka
lakukan (baca : Kel 3:16; 18; 4:29; 12:21; 18:12; 19:7; Bil 16:25; Yos
7:6; 8:10; 11:16; Lel 29:1-9).
Setelah
umat Israel menjadi satu bangsa yamg berdiam di palestina, mulai dari
zaman hakim –hakim sampai zaman kerajaan, peranan sintua semakin besar.
Di setiap wilayah atau kota ada yang disebut “Dewan Penatua” dewan
Penatua ini mempunyai wewenang untuk memberi keputusan dalam hal yang
menyangkut perkara – perkara politis, militer dan hukum.
Tetapi
selain penatua – penatua setempat itu, ada juga penatua – penatua yang
merupakan perwakilan dari setiap wilayah dan dari setiap wilayan dari
setiap suku – suku Israel yang berkumpul untuk membuat keputusan –
keputusan umum ( Lih Yos 11:5; I Sam 30:2b; 2 Sam 19:12). Misalnya,
penatua – penatua Israellah yang memutuskan supaya bangsa itu
mengangkut peti perjanjian dari Silo dalam perang bangsa itu melawan
Filistin ( 1 Sam 4:3) Penatua – penatua itu jugalah yang mendesak
Samuel untuk mengangkat seorang raja (1 sam 8:4). Ketika Saul berbuat
aib, dia menunjukkan penyesalannya di hadapan para penatua Israel (1
sam 15:30). Para penatua itulah yang mengurapi Daud menjadi raja di
Israel.
Tetapi
ketika birokrasi dari kerajaan Israel itu telah di tetapkan, pengaruh
penatua – penatua makin berkurang. Namun dalam situasi – situasi
genting, kerajaan masih mengharapkan pertimbangan mereka (1 raja 20:7)
dan juga dalam membuat keputusan – keputusan penting (1 raja 21:8,11)
2. Badan Sanhedrin di Yerusalem
Seperti
yang sudah disinggung di atas bahwa di tengah – tengah orang yahudi
telah dikenal “dewan penatua” yang diberi kepercayaan memimpin bangsa
itu. Dewan dikenal dewan penatua inilah yang kemudian berkembang menjadi
Sanhedrin (Ibrani : Synedrion) di dalam umat yahudi. Pada zaman Yesus,
Sanhedrin dikenal sebagai mahkamah / pengadilan tertinggi agama yahudi
yang berkedudukan di Yerusalem. Anggota – anggotanya terdiri dari imam –
imam kepala (Archiereis), ahli – ahli taurat (Frammeteis), dan penatua –
penatua atau presbyteroi (Lih Mrk 11:27; 14:43,53; 15:1; bnd Mat 16:21;
27:41). Para penatua yang masuk menjadi anggota Sanhedrin , adalah
berasal dari keluarga – keluarga terhormat, atau dari kaum bangsawan
yahudi. Pada zaman Yesus, kuasa politis tidak diberikan kepada badan
ini. Mereka hanya diberi kuasa untuk melakukan pengadilan dalam batas
batas tertentu, yakni yang berkenaan dengan pelanggaran hukum – hukum
keyahudian. Karena perannya yang lebih dikhususkan kepada persoalan –
persoalan keagamaan, maka dalam perjanjian baru, Sanhedrin diterjemahkan
dengan “Majelis Agama” (lih Mrk 13:9). Dengan demikian, istilah
“penatua” nampaknya adalah juga gelar kehormatan bagi tokoh – tokoh
masyarakat dan tokoh – tokoh keagamaan.
3. Jemaat Mula – Mula
Sintua
atau penatua untuk pertama kali ditemukan di jemaat yang ada di
Yerusalem. Peranan penatua disebutkan di sana dalam hubungannya dengan
pengumpulan kolekte dari jemaat Antiokia bagi orang – orang Kristen di
Yerusalem yang sedang mengalami kelaparan. Kolekte yang dibawa oleh
Paulus dan Barnabas disampaikan kepada penatua – penatua di Yerusalem
untuk disalurkan kepada orang – orang yang membutuhkan nya. Kemudian,
ketika terjadi sidang para rasul di Yerusalem (Kisah Rasul 15), para
penatua juga ikut dalam persidangan soal pemberlakuan hukum taurat bagi
orang Kristen non Yahudi. Para penatua diangkat dari anggota – anggota
jemaat untuk secara bersama – sama dengan para rasul untuk memimpin dan
menyelesaikan soal – soal yang timbul di tengah – tengah jemaat mula –
mula.
Dari
nasehat yang diberikan paulus kepada penatua – penatua di Efesus (Kis
20:18-35), kita bisa melihat fungsi dan peranan penatua, dikatakan,
mereka telah ditetapkan Tuhan sebagai “pangawas” dan gembala – gembala
bagi jemaat itu. Telah dibimbing oleh para rasul mengikut keteladanan
mereka, dan menjaga jemaat itu terhadap bahaya – bahaya guru – guru
palsu yang datang dari luar dan juga dari dalam jemaat.
Dalam
surat Yakobus kita melihat bahwa jika ada dari antara anggota jemaat
yang sakit, maka para penatua sebaiknya dipanggil supaya mereka
mengusahakan kesembuhan bagi anggota jemaat yang sakit dengan mendoakan
dan mengoleskan minyak dalam nama Tuhan (lih Yak 5:14)
4. Gereja HKBP zaman DR. I.L. Nomensen
Setelah gereja berdiri di daerah Silindung, Tapanuli Utara (Tapunuli
Utara (Taput ) oleh I.L Nomensen, jabatan sintua atau penatua diberikan
kepada orang – orang pribumi untuk membantu para pendeta (missionaries)
menjalankan tugas pelayanan di dalam jemaat. Mengingat luasnya
pekerjaan yang harus dikerjakan oleh I.L . Nomensen pada waktu itu,
sementara dirinya sendiri tidak mempu membina kehidupan kerohanian
jemaat yang baru berdiri. Supaya bisa terlepas dari kesulitan itu,
Nomensen berfikir, bahwa tugas palayanan itu sebagian harus diserahkan
kepada anggota jemaat yang telah dapat memahami dengan baik adat dan
sifat masyarakan batak itu sendiri. Pada tahun 1867, I.L Nomensen telah
menahbiskan 4 orang putra batak menjadi penatua gereja yang pertama di
gereja dame, sait ni huta, Tarutung, Yakni Abraham, Isak, Josep,
Jakobus. Ke empat orang inilah yang membantu Nomensen membimbing anggota
jemaat yang baru masuk Kristen. Mereka menegur, menasehati dan membawa
ke jalan yang benar. Kalau Nomensen berhalangan memimpin kebaktian
minggu, salah satu dari mereka berempatlah yang menggantikannya. Karena
kebaktian minggu masih sesuatu hal yang baru bagi anggota jemaat, maka
tugas penatua dalam hal yang menyangkut kebaktian itu demikian banyak.
Pada waktu itu masih banyak anggota jemaat yang suka ribut dalam
kebaktian, maka tugas penatua adalah menegor mereka. Apabila seseorang
sampai tiga kali ditegor tetapi tetap tidak mau mengindahkan, maka
anggota jemaat yang ribut tidak diperbolehkan ikut dalam perjamuan
kudus. Apa bila tetap berkeras maka hukuman berikut adalah dikucilkan
dari gereja.
Syarat Menjadi Seorang Sintua
Sejak
zaman Perjanjian Lama sampai Zaman Perjanjian Baru hingga zaman gereja
sekarang, setiap orang yang akan dipilih menjadi penatua harus lah
orang – orang yang terpercaya, setia dan mampu menjalankan tugas.
Dengan kata lain, mereka harus orang yang bijaksana, dan mempunyai
integritas tinggi.
Karena
beratnya tugas yang dikerjakan seorang sintua dalam jemaat, Paulus
menasehatkan Timotius agar jangan buru – buru menahbiskan seseorang
menjadi sintua (1 tim 5:22). Dan orang yang akan diangkat menjadi
sintua di jemaat haruslah memiliki syarat –syarat tertentu sebagaimana
di dalam 1 Tim 3 :1-7 dan juga Titus 1 :6-9, yakni :
1) Seorang yang tidak bercacat
2) Suami dari satu istri
3) Dapat menahan diri
4) Bijaksana
5) Sopan
6) Suka memberi sumbangan (bertamu)
7) Cakap mengajar orang
8) Bukan peminum
9) Bukan pemarah
10) Peramah
11) Pendamai
12) Bukan hamba uang
13) Seorang kepala keluarga yang baik
14) Disegani dan dihormati oleh anak –anaknya
15) Jangan seorang yang baru bertobat
16) Mempunyai nama baik di luar jemaat
Tentu
masih banyak lagi yang dituntut dari seorang penatua dijemaat. Dari
syarat tersebut tergambar apa yang patut dikerjakan oleh penatua dalam
tugas pelayanan di dalam gereja dan masyarakat.
Dari
syarat – syarat yang telah disebutkan di atas, gereja HKBP menentukan
dalam aturannya siapa yang layak menjadi seorang sintua. Sesuai dengan
aturan peraturan HKBP tahun 2002 dijelaskan bahwa syarat menjadi
seorang sintua atau penatua adalah sebagai berikut :
a. Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat.
b. Rajin mengikuti kebaktian minggu dan perjamuan kudus
c. Berperilaku tidak bercela
d. Paling sedikit umurnya 25 tahun
e. Sehat rohani dan jasmani
f. Sedikit – dikitnya berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)
g. Dipilih oleh warga jemaat dari antara mereka dan ditetapkan oleh Rapat Pelayan Tahbisan.
Itulah
gambaran dan ciri – ciri khas dari seorang penatua di dalam gereja
HKBP, dan didalam gambaran itu tercermin juga gerak pelayanan dari
seorang penatua . itu berarti pelayanan itulah yang menunjukkan diri
seseorang sebagai penatua. Penatua itu bukanlah suatu gelar kehormatan
didalam kehormatan di dalam gereja, melainkan suatu fungsi pelayanan di
tengah – tengah jemaat.
Tugas Sintua Atau Penatua
Dikisah para rasul, ada 3 tugas utama para penatua :
1. memelihara atau menggembalakan jemaat, kepada para penatua di Efesus, Paulus berkata .”….jagalah…jemaat Allah….” (Kis 20:28)
2.
Memimpin atau mengatur jemaat. Di titus 1:7, digunakan istilah
“pangatur rumah Allah, kata yunaninya “Oikonomon”, berarti pengelola
atau pelaksana usaha. Penatua berfungsi mengelola jemaat supaya jemaat
menjadi hidup dan berkembang, tertib dan teratur.
3.
menjaga kemurnian ajaran gereja, di Kis 20 :29 – 31, Paulus
mengingatkan kemungkinan adanya orang, baik dari dalam maupun dari luar,
yang berusaha menarik murid – murid dari jalan yang benar.
Tugas seorang Sintua menurut Aturan Peraturan HKBP tahun 2002 adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tertera dalam Agenda Penerimaan Penatua HKBP
b. Melaksanakan Babtisan darurat
c. Menyusun statistik warga jemaat di lingkungannya masing – masing
d. Mengikuti sermon dan rapat penatua
e.
Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan, sementara menurut Pdt.
Prof. DR.F.H. Sianipar, tugas seorang sintua ada mencakup:
1. Mitra Pendeta dan Guru jemaat melaksanaknan pelayanan di gereja
2. Menjaga kehidupan rohani warga jemaat
3. Melaksanakan Babtisan Darurat Pandidion Nahinipu
4. Memelihara atau menjaga RPP (Siasat gereja)
5. Membuat statistik jemaat di Wijk masing – masing
6. Mengajar anak sekolah minggu
7. Menjaga dan mengembangkan harta gereja
8. Mengikuti sermon dan rapat sintua
9. Menjenguk orang yang sakit
10. Memimpin Kebaktian minggu (maragenda)
11. Berkhotbah
Penutup
Persyaratan
yang diajukan untuk seorang sintua bukan dimaksud supaya kita menyerah
dan berkata “saya tidak layak” Tohonan sintua adalah sebuah anugerah
Tuhan yang diberikan atas dasar kemurahan hatinya. DR.J.L.Ch. Abineno
mengatakan dalam bukunya Penatua – Jabatan dan pekerjaannya, bahwa
jabatan gerejawi “tidak berdasar atas kebaikan atau prestasi dari
mereka yang memangkunya “ibarat sebuah alat, mungkin kita merasa tidak
memenuhi kualifikasi, tetapi jika Tuhan mau memakai kita sebagai
alatNya, maka kita bisa menjadi alat yang berguna didalam tangan Nya.
Pelayanan
kepada Tuhan tidak diukur dari banyaknya yang kita perbuat, melainkan
dari kesungguhan dan kesetiaan kita melakukan pelayanan itu. Calvin
berkata “yang penting bukanlah apa yang kita kerjakan dengan kekuatan
kita, melainkan apa yang dikerjakan oleh Allah melalui kita “Alkitab
bersaksi tentang seorang sintua “penatua – penatua yang baik pimpinannya
patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah
berkhotbah dan mengajar “(1 tim 5:17)
Daftar Pustaka:
1. Pdt. Prof. DR. F.H.Sianipar, Tohonan Sintua, Yayasan STT HKBP Pematang Siantar, 1996
2. STT HKBP P. Siantar, Vocatio Dei, (edisi XXXIII-XXXIV), Pematang Siantar, STT HKBP, 1992.
3. Dr. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2003.
4. Dr. Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
5. Aturan dohot Peraturan HKBP Tahun 2002.
6. Agenda di HKBP
(Penulis adalah Pdt. Bikwai Simanjuntak, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2007)
Diposkan Urat Tua Marganda Nainggolan, Foto.Huthisar. Blogspot.com, semoga bermanfaat, Horas.
No comments:
Post a Comment