Matius 20:20-28 (Khotbah, 27 Oktober 2013)
DATANG UNTUK MELAYANI
Kita menyebut diri sebagai pengikut Yesus,
namun apakah setiap orang itu menyadari tujuan mengikut Yesus ? Kita juga
mengenal istilah misalnya ‘lahir kembali’, ‘menyangkal diri’ ; apakah kita paham
dengan istilah dan arah tujuannya ? Jika tidak, maka kita tidak mengalami
pertumbuhan, bahkan kemudian menjadi kecewa.
Ibu dari Yakobus dan Yohanes telah sekian
lama membiarkan anak-anaknya mengikut Yesus, namun motif mengikut Yesus belum
sepenuhnya terungkap. Sepertinya mengikut Yesus sekedar memiliki status dan
memperoleh makanan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pelayanan
Yesus telah mengubah kondisi masyarakat. Yesus telah dikenal banyak orang,
Yesus menjadi ‘populer’. Para murid mulai berpikir, bahwa peluang Yesus untuk
menjadi penguasa dunia sudah mulai terbuka. Para murid pun mulai kasak-kusuk
untuk menjadi ‘orang kedua’ Yesus. Tujuan mereka sudah jelas, yaitu menjadi
orang terhormat dan menguasai orang lain. Tidak ketinggalan, Ibu Yakobus dan
Yohones tidak mampu menahan keinginan agar kedua anaknya dapat menjadi
pendamping Yesus. Istilah ‘kemuliaan’ dipahami begitu sangat duniawi, yaitu
Yesus akan menjadi raja (pemimpin) bangsa Israel. Ibu Yakobus dan Yohanes
menawarkan anak-anaknya supaya ketika Yesus berada di kemuliaanNya, mereka
mendapat jabatan ‘ring satu’. Permohonan ini sungguh-sungguh kasar dan picik.
Karena itu Yesus berkata, ‘kamu tidak tahu apa yang kamu minta.’ Ungkapan yang
mengandung penuh ambisi dari ibu anak-anak Zebedeus menunjukkan bahwa ia belum
paham akan arti mengikut Yesus, sehingga sang ibu tidak mengerti yang
seharusnya dimohonkan. Jawaban yang cepat ‘kami dapat’, ketika Yesus bertanya
tentang minum cawan dan baptisan adalah juga menunjukkan kekurangpahaman mereka
mengenal Yesus. Mereka memahami minum cawan dan baptisan hanya sekedar
persyaratan dunia. Mereka mengikut Yesus
tetapi tidak paham arah dan tujuannya. Ini sudah kacau. Lalu, atas permohonan
itu, Yesus dengan lembut menyatakan, bahwa yang menentukan bukan diriNya,
melainkan ada yang lebih berhak untuk menetapkan, yaitu Bapa Yang telah menyediakan.
Yakobus dan Yohanes memang sangat mungkin dapat diterima, tetapi hanya jika
mereka layak, bukan karena kesukaan.
Kesepuluh murid lain yang sejak tadi mendengarkan
dialog itu menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Kemarahan kesepuluh murid juga
bukan karena sudah paham akan maksud Yesus. Kemarahan mereka juga dalam rangka
memperebutkan jabatan tersebut, hanya saja dengan cara lain ‘cari muka’. Karena
kesepuluh murid itu juga tidak rela tanpa mendapat posisi empuk. Sungguh,
mereka semua hanya berpikir tentang jabatan dunia, padahal Yesus tidak pernah menjanjikan
jabatan dunia kepada para murid untuk itu.
Agar para murid paham akan visi Yesus, maka
Yesus menggambarkan pemerintahan yang terjadi di tengah-tengah bangsa-bangsa.
Yesus menjelaskan cara pemerintahahan
bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya
menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Hal ini memang terjadi di
sepanjang zaman. Manusia dunia suka memerintah dan menguasai orang lain. Keinginan
tersebut dapat dicapai dengan jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga ia
dapat memerintah demi kepentingan membesarkan diri. Untuk hal itu, para
pemimpin tidak enggan menggunakan segala cara, yang menambah penderitaan
masyarakat. Yesus menyatakan realita yang ada.
Yesus tidak menghendaki kerajaan dan
pemerintahan dunia, dimana manusia mengalami tekanan dan penderitaan. berbeda
dengan pola kepemimpinan pemerintah bangsa-bangsa yang mengedepankan tangan
besi dan kekerasan, maka pola kepemimpian kristiani adalah pola kepemimpinan
melayani/menghamba. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang. Yesus menghendaki kerajaan yang menghadirkan damai sejahtera.
Yesus telah mengajarkan dan praktekkan kerajaan seperti itu selama
pelayananNya. Yesus telah memberi teladan, dimana ia hadir sebagai seorang
hamba. Kepemimpinan yang demikian itulah yang Yesus kehendaki berlangsung di
dalam kerajaanNya. Di dalam Kerajaan Tuhan kebesaran seseorang diukur dari
seberapa besar kesediaannya melayani terhadap sesama mereka dan semua orang.
Gereja adalah persekutuan milik Tuhan yang
dipakai untuk menghadirkan kerajaanNya, dimana orang-orang yang bersekutu di
dalamnya mesti saling melayani. Pelayanan yang diperbuat adalah untuk kehendak
Tuhan. Setiap anggota harus legowo apabila kehendaknya tidak tercapai. Kehendak
Tuhan itu terlihat di dalam kehidupan berjemaat apabila setiap orang merasakan
sukacita.
Kita telah dipanggil Tuhan dalam
persekutuan JemaatNya, baik sebagai jemaat maupun majelis. Tuhan berkenan
memanggil kita menjadi hambaNya sebagai pelayan, untuk melakukan kehendakNya, bukan
kehendak kita sendiri. Jika kita memaksakan kehendak kita, maka kita bukan lagi
hamba tetapi telah menjadi tuan. Umat Tuhan dalam suatu persekutuan harusnyalah
melaksanakan pelayanan dengan segala ketulusan dan tidak perlu ada kecewa.
Juga, seorang hamba tidak perlu mengatakan kepada tuannya bahwa satu hari itu
ia telah bekerja keras, supaya ia mendapat pujian. Itu sudah bagian dari
tugasnya sebagai seorang hamba.
Kita harus senantiasa membarui dan
meningkatkan diri melayani Allah di dalam Jemaat maupun di tengah masyarakat
yang majemuk. Pelayanan dapat kita lakukan menolong orang-orang kecil, yang mungkin
tak bisa membalas karena keterbatasannya. Kita perlu memberi penghormatan dan
pelayanan pada setiap orang sekalipun tampilan lahiriah atau kedudukan
sosialnya rendah.
Hasrat menjadi yang
terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai murid Tuhan. Hasrat untuk
dimuliakan seharusnya tidak dimiliki seorang pengikut Yesus. Milikilah hati
seorang hamba. Bersiaplah mengutamakan orang lain dan merendahkan diri sendiri,
maka kerajaan Allah sungguh-sungguh hadir. AMIN by Hasintongan Gurning
No comments:
Post a Comment