Friday, 25 October 2013

Khotbah Minggu 27 Oktober

Matius 20:20-28 (Khotbah, 27 Oktober 2013)



DATANG UNTUK MELAYANI
Kita menyebut diri sebagai pengikut Yesus, namun apakah setiap orang itu menyadari tujuan mengikut Yesus ? Kita juga mengenal istilah misalnya ‘lahir kembali’, ‘menyangkal diri’ ; apakah kita paham dengan istilah dan arah tujuannya ? Jika tidak, maka kita tidak mengalami pertumbuhan, bahkan kemudian menjadi kecewa.
Ibu dari Yakobus dan Yohanes telah sekian lama membiarkan anak-anaknya mengikut Yesus, namun motif mengikut Yesus belum sepenuhnya terungkap. Sepertinya mengikut Yesus sekedar memiliki status dan memperoleh makanan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pelayanan Yesus telah mengubah kondisi masyarakat. Yesus telah dikenal banyak orang, Yesus menjadi ‘populer’. Para murid mulai berpikir, bahwa peluang Yesus untuk menjadi penguasa dunia sudah mulai terbuka. Para murid pun mulai kasak-kusuk untuk menjadi ‘orang kedua’ Yesus. Tujuan mereka sudah jelas, yaitu menjadi orang terhormat dan menguasai orang lain. Tidak ketinggalan, Ibu Yakobus dan Yohones tidak mampu menahan keinginan agar kedua anaknya dapat menjadi pendamping Yesus. Istilah ‘kemuliaan’ dipahami begitu sangat duniawi, yaitu Yesus akan menjadi raja (pemimpin) bangsa Israel. Ibu Yakobus dan Yohanes menawarkan anak-anaknya supaya ketika Yesus berada di kemuliaanNya, mereka mendapat jabatan ‘ring satu’. Permohonan ini sungguh-sungguh kasar dan picik. Karena itu Yesus berkata, ‘kamu tidak tahu apa yang kamu minta.’ Ungkapan yang mengandung penuh ambisi dari ibu anak-anak Zebedeus menunjukkan bahwa ia belum paham akan arti mengikut Yesus, sehingga sang ibu tidak mengerti yang seharusnya dimohonkan. Jawaban yang cepat ‘kami dapat’, ketika Yesus bertanya tentang minum cawan dan baptisan adalah juga menunjukkan kekurangpahaman mereka mengenal Yesus. Mereka memahami minum cawan dan baptisan hanya sekedar persyaratan dunia.  Mereka mengikut Yesus tetapi tidak paham arah dan tujuannya. Ini sudah kacau. Lalu, atas permohonan itu, Yesus dengan lembut menyatakan, bahwa yang menentukan bukan diriNya, melainkan ada yang lebih berhak untuk menetapkan, yaitu Bapa Yang telah menyediakan. Yakobus dan Yohanes memang sangat mungkin dapat diterima, tetapi hanya jika mereka layak, bukan karena kesukaan.
Kesepuluh murid lain yang sejak tadi mendengarkan dialog itu menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Kemarahan kesepuluh murid juga bukan karena sudah paham akan maksud Yesus. Kemarahan mereka juga dalam rangka memperebutkan jabatan tersebut, hanya saja dengan cara lain ‘cari muka’. Karena kesepuluh murid itu juga tidak rela tanpa mendapat posisi empuk. Sungguh, mereka semua hanya berpikir tentang jabatan dunia, padahal Yesus tidak pernah menjanjikan jabatan dunia kepada para murid untuk itu.
Agar para murid paham akan visi Yesus, maka Yesus menggambarkan pemerintahan yang terjadi di tengah-tengah bangsa-bangsa. Yesus menjelaskan cara  pemerintahahan bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Hal ini memang terjadi di sepanjang zaman. Manusia dunia suka memerintah dan menguasai orang lain. Keinginan tersebut dapat dicapai dengan jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga ia dapat memerintah demi kepentingan membesarkan diri. Untuk hal itu, para pemimpin tidak enggan menggunakan segala cara, yang menambah penderitaan masyarakat. Yesus menyatakan realita yang ada.
Yesus tidak menghendaki kerajaan dan pemerintahan dunia, dimana manusia mengalami tekanan dan penderitaan. berbeda dengan pola kepemimpinan pemerintah bangsa-bangsa yang mengedepankan tangan besi dan kekerasan, maka pola kepemimpian kristiani adalah pola kepemimpinan melayani/menghamba. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Yesus menghendaki kerajaan yang menghadirkan damai sejahtera. Yesus telah mengajarkan dan praktekkan kerajaan seperti itu selama pelayananNya. Yesus telah memberi teladan, dimana ia hadir sebagai seorang hamba. Kepemimpinan yang demikian itulah yang Yesus kehendaki berlangsung di dalam kerajaanNya. Di dalam Kerajaan Tuhan kebesaran seseorang diukur dari seberapa besar kesediaannya melayani terhadap sesama mereka dan semua orang.
Gereja adalah persekutuan milik Tuhan yang dipakai untuk menghadirkan kerajaanNya, dimana orang-orang yang bersekutu di dalamnya mesti saling melayani. Pelayanan yang diperbuat adalah untuk kehendak Tuhan. Setiap anggota harus legowo apabila kehendaknya tidak tercapai. Kehendak Tuhan itu terlihat di dalam kehidupan berjemaat apabila setiap orang merasakan sukacita.
Kita telah dipanggil Tuhan dalam persekutuan JemaatNya, baik sebagai jemaat maupun majelis. Tuhan berkenan memanggil kita menjadi hambaNya sebagai pelayan, untuk melakukan kehendakNya, bukan kehendak kita sendiri. Jika kita memaksakan kehendak kita, maka kita bukan lagi hamba tetapi telah menjadi tuan. Umat Tuhan dalam suatu persekutuan harusnyalah melaksanakan pelayanan dengan segala ketulusan dan tidak perlu ada kecewa. Juga, seorang hamba tidak perlu mengatakan kepada tuannya bahwa satu hari itu ia telah bekerja keras, supaya ia mendapat pujian. Itu sudah bagian dari tugasnya sebagai seorang hamba.
Kita harus senantiasa membarui dan meningkatkan diri melayani Allah di dalam Jemaat maupun di tengah masyarakat yang majemuk. Pelayanan dapat kita lakukan menolong orang-orang kecil, yang mungkin tak bisa membalas karena keterbatasannya. Kita perlu memberi penghormatan dan pelayanan pada setiap orang sekalipun tampilan lahiriah atau kedudukan sosialnya rendah.
Hasrat menjadi yang terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai murid Tuhan. Hasrat untuk dimuliakan seharusnya tidak dimiliki seorang pengikut Yesus. Milikilah hati seorang hamba. Bersiaplah mengutamakan orang lain dan merendahkan diri sendiri, maka kerajaan Allah sungguh-sungguh hadir. AMIN by Hasintongan Gurning

No comments:

Post a Comment